Interview - tiga.

Pagi ini Naya melakukan aktivitas yang sama, dengan setelan bangun tidurnya Naya sedang menikmati sarapan. Sebelum Yuni bergabung dan kembali berdebat masalah hal kemarin—lamaran pekerjaan yang diajukan Yuni ke kantornya. Bedanya sekarang, Naya diterima di sana.

"Kau sangat beruntung. Apa salahnya jika kau terima saja pekerjaan ini," ujar Yuni meminta pada Naya.

"Tidak." Naya menolak.

Naya mendorong mangkok yang berisi sup hangat ke dekat Yuni. "Pereda perut."

"Pereda perut apanya? Sekarang aku jadi pusing hanya karena memikirkanmu." Yuni memijat keningnya.

"Bagaimana tidak pusing? Kau tadi malam pulang dalam keadaan mabuk."

Tengah malam tadi, tepat pukul 12. Seseorang mengetuk pintu sangat keras. Biasanya jika Yuni langsung masuk saja karena membawa salinan kunci. Sampai mengganggu tidur Naya, untung Naya tidak pulas.

"Ah iya. Itu karena perayaan kerja keras kami berhasil, jadi perusahaan mengadakan pesta. Itu sangat seru, sayang sekali kau tidak merasakannya juga,"

"Karena itu, aku mohon padamu. Kau sudah diterima, jadi kau sudah termasuk dalam pegawai Diranta." Lanjut Yuni.

"Aku mohon..." Yuni menyatukan kedua telapak tangannya memohon pada Naya.

"Direktur tahu aku yang sudah mengajukan lamaran itu, jika kau tidak datang. Habislah aku," melas Yuni.

"Tidak. Itu kau yang lancang. Kenapa aku yang harus menanggungnya?"

"Ah kau ini! Keras kepala sekali," Yuni berdiri dari duduknya dan berjalan ke kursi Naya. Mendekap kepala Naya dan menguncinya di lengan. "Terima saja."

"Akh. Lepas..." Naya mencoba melepas tangan Yuni seperti sedang mencoba mencekiknya.

"Tidak mau. Terima dulu, katakan 'ya'. Baru aku akan lepaskan." Yuni masih bersikeras sampai Naya menyetujui untuk bekerja di perusahaan yang sama dengannya.

"Tidak akan..." Naya juga masih pada pendiriannya.

"Baiklah. Kita akan seperti ini terus beberapa jam kedepan. Aku tidak bisa berangkat bekerja dan kau juga tidak bisa pergi kemana-mana." Yuni mengancam.

"Kenapa kau sangat bersikeras memasukkan ku ke sana?" Naya bertanya dengan nada yang tertahan.

"Ini juga demi kebaikanmu," ucap Yuni.

"Lepaskan aku dulu," pinta Naya.

"Tidak akan. Katakan kau menyetujuinya, maka akan aku lepaskan," ujar Yuni.

Naya menepuk lengan Yuni untuk tanda minta lepas. "Kau ingin membunuhku? Lepaskan."

Yuni melonggarkan sedikit jepitannya, tapi tetap mengunci leher Naya. "Katakan 'ya'."

Sudah berjalan beberapa menit, keduanya masih tetap pada keinginan mereka. Ini menyebabkan waktu mereka terbuang. Naya berpikir untuk mengatakannya dulu, masalah ia akan datang untuk diwawancarai nanti saja.

"Ya."

Yuni langsung melepaskan jepitannya. "Kau sudah berjanji. Tidak boleh ingkar," ujar Yuni memperingati.

"Kapan interviewnya?" tanya Naya kemudian.

"Hari ini." Yuni menjawab santai.

"Kau gila?!" Naya terkejut.

"Memang hari ini. Kan sudah kubilang kemarin saat aku mengajukan lamaran itu, direktur langsung mengatakannya padaku. Kau diwawancarai hari ini." Yuni mengatakan sesuai apa yang terjadi.

Yuni pun terkejut kemarin. Saat dirinya mengajukan lamaran milik Naya—yang sebenarnya ia yang tulis—pada direktur timnya. Tidak disangka setelah direktur itu mengecek CV milik Naya. Langsung mengatakan, lamaran itu diterima.

"Maka dari kau mandi sekarang."

"Tunggu. Aku belum menyiapkan apapun."

"Jawab saja apa yang direktur tanyakan."

Yuni menggandeng lengan Naya, menariknya ke kamar untuk mandi. Kemudian ia bersiap-siap dengan setelan kerja.

Beberapa menit berikutnya, Naya juga sudah selesai dengan pakaian yang baru dibelikan oleh Yuni. Kemarin sebelum acara minum-minum Yuni mampir ke store ternama dan membelikan setelan terbaru untuk Naya. Sudah dikatakan bukan jika semua pakaian Naya itu sudah lama. Sebagai teman yang pengertian tentu ia membelikannya.

Naya bercermin melihat penampilan barunya, dengan atasan kemeja tali dan bawahan celana hitam formal. "Tapi..."

"Kau bisa menggantinya dengan gaji pertama kerja," ucap Yuni sambil memoles bibirnya dengan lipstik.

"Ayo. Kenapa kau malah berdiam diri di depan cermin begitu. Hari pertama bekerja harus tepat waktu. Itu menunjukkan bahwa dirimu disiplin." Yuni membawa Naya ke depan meja rias. Ia membantu mendadani Naya.

"Baiklah," ucap Naya kemudian pasrah.

...----------------...

Naya menunggu di panggil, saat ini ia berada di ruang resepsionis. Sedangkan Yuni sudah masuk ke ruangannya untuk bekerja.

Tiba-tiba perasaan jadi gugup. Ini memang pertama kalinya Naya diwawancara kerja. Semoga wawancara berjalan lancar.

"Kau di sini?" Suara langkah wanita mendekat dengan anggun.

Naya menengok, ia terkejut—tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang kemarin mengobrol dengannya. Naya berdiri dan menyapa, "Ibu Dona."

Wanita itu adalan Dona.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Dona.

"Aku dipanggil interview," jawab Naya.

"Kau akan bekerja di sini?" tanya Dona dengan wajah sumringah.

"Iya... Sebenarnya teman saya yang mengajukan," jawab Naya tersenyum kikuk.

Wanita itu tampak lebih anggun saat ini. Entah karena Naya melihat seperti itu. Naya tersenyum saat wanita itu menatapnya lembut

"Permisi—Ah," seorang wanita yang Naya ketahui adalah penjaga resepsionis itu sedikit terkejut saat mengetahui ada Dona yang sedang berbicara dengannya.

Naya menengok ke Dona. Dona tersenyum saat Naya menangkapnya seperti melakukan sesuatu.

"Nona Kanaya, silahkan ikut dengan saya." Resepsionis wanita itu membungkuk dan berjalan duluan.

Naya mengikuti resepsionis wanita di belakangnya setelah berpamitan dengan Dona. Naya mengikuti langkah wanita itu.

Tadi jika Naya tidak salah lihat, Dona memberi tanda pada wanita resepsionis itu. Apa wanita ini kenal dengan Dona?

"Maaf, apa anda tahu Ibu Dona?" tanya Naya akhirnya.

"Beliau—biasanya beliau datang." Resepsionis itu terlihat menyembunyikan sesuatu.

"Oh..." Hanya itu respon dari Naya.

Sepertinya memang begitu, Dona sering pergi kemana pun sendiri. Tadi ia juga tidak melihat beliau bersama dengan seseorang.

Naya sampai di lantai 30, resepsionis itu mengetuk pintu kaca buram dan masuk, Naya masih mengikutinya dari belakang.

"Direktur. Nona Kanaya sudah datang,"

Terlihat seseorang dibalik kursi besar itu memutar menghadap dua wanita di ruangan besar ini.

Pria yang Naya kira usianya masih muda sekitar 29-30an tahun.

Resepsionis itu meninggalkan ruangan direktur setelah pria itu mengizinkan keluar dan tinggallah Naya dengan direktur ini.

Direktur itu berdiri dan berjalan ke sofa. "Silahkan duduk."

Naya duduk bersebrangan dengan direktur.

"Kanaya Wulandari."

"Iya."

Pria itu membuka lembaran kertas pertama dan matanya bergulir membaca barisan sampai bawah. Kemudian pria itu menatap matanya.

Naya menangkap manik hitam milik pria itu.

"Tidak perlu wawancara apapun." Pria itu meletakkan lembaran kertas di meja. "Anda bisa langsung bekerja detik ini juga." Pria itu tersenyum.

"Ya?" Naya bingung.

Pria itu mengulurkan tangannya dan Naya menerima, menjabat tangan pria itu.

"Selamat bekerja. Anda sudah menjadi bagian dari Diranta."

Kemudian pria itu melanjutkan, "perkenalkan saya adalah direktur tim marketing, Stev Diranta."

2021©IKKD

Terpopuler

Comments

Septy Cweet

Septy Cweet

berarti sebelumnya emng udah kenal mereka....

2021-11-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!