Istri Kedua Keluarga Diranta

Istri Kedua Keluarga Diranta

Pagi Naya - satu.

Pagi hari di rumah sederhana, seorang wanita dengan pakaian piyama bangun tidurnya. Ia sibuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk kerja.

“Naya, dimana celana yang kau pinjam semalam?”

Suara nyaring wanita muda lainnya terdengar berada di kamar. Wanita itu menanyakan barang miliknya yang kemarin dipinjam teman satu atapnya itu—Naya.

“Aku cuci.”

Jawaban Naya membuat wanita yang sedang repot bersiap-siap untuk segera berangkat kerja itu dengan cepat membuka pintu kamarnya. Kepalanya terlihat menyembul dari balik pintu untuk menyembunyikan bagian bawah yang belum tertutupi.

“Ah yang benar saja. Kau ini! Sudah ku bilang, jangan dicuci. Aku akan pakai itu untuk berangkat ke kantor!”

Seolah santai dengan perasaan yang tidak bersalah, Naya yang sudah selesai masak itu pun menikmati sarapannya dengan mata yang menatap lawan bicara di depan.

“Celananya kotor. Makanya aku cuci. Kau pakai saja celanaku sebagai gantinya.”

“Ya sudah.”

Temannya itu tanpa malu berjalan mendekat ke meja makan dengan bawahan transparan—hanya memakai pakaian dalaman. Ia memutuskan bergabung untuk sarapan bersama Naya.

“Aku sudah mengirim lamaran kerjamu ke perusahaan Diranta.”

Teman Naya itu berucap dengan bangga, seolah ia sudah membantu orang yang sudah sekarat—alias pengangguran.

“Yuni! Aku sudah bilang tidak tertarik bekerja di perusahaan tempatmu bekerja itu.”

“Kau ini! Membuang berlian dan memilih batu kerikil. Jika kau juga bekerja di tempatku. Tidak hanya posisimu yang bagus tapi upahmu juga banyak. Tidak seperti pekerjaan yang kau lakukan sekarang. Untuk menjadi relawan juga tak apa. Tapi ini, kau menjadikan pekerjaan mengajarmu itu yang utama.”

Yuni mengutarakan kalimat panjang ini juga tidak akan mempan, Naya yang berhati mulia seperti malaikat, tidak akan mengubah keputusannya. Bukan sembarang, Yuni dengan lancang mengirim lamaran untuk Naya bekerja di sebuah perusahaan besar karena Naya salah seorang wanita dengan lulusan S1 di universitas ternama dan mendapat gelar cumlaude, menyia-nyiakan gelar sarjananya dengan hanya menjadi seorang pengajar di pendidikan kanak-kanak? Tidak masuk akal. Naya seharusnya mendapatkan hasil jerih payahnya menjadi seorang wanita karir.

“Sudahlah. Ini pilihanku.”

Naya beranjak ke tempat pencucian piring.

Yuni mendengus. “Jika aku jadi kau. Aku akan naik pangkat dengan cepat di Diranta. Sayang sekali, aku ini hanya lulusan biasa dengan IPK pas-pasan. Lulus dengan tepat waktu saja, aku sudah bersyukur.”

Yuni mulai membuat kisahnya, seolah-olah ia adalah manusia yang paling menderita. Tapi memang iya, Naya memiliki jalan hidup yang beruntung menurut Yuni, walaupun tidak untuk hal materi. Temannya itu tidak hanya pintar, tapi juga cantik. Saat kuliah, awal-awal waktu ospek saja Naya sudah diincar oleh para laki-laki, apalagi Kakak Tingkatnya. Lagi-lagi Naya menyiakan itu, dari awal hingga tamat kuliah, Naya tidak pernah berpacaran. Naya menolak semua laki-laki yang ingin menjadikannya seorang kekasih.

“Kenapa melamun cemberut begitu? Kau ingin terlambat kerja? Susah naik pangkat karena tidak disiplin baru tahu.”

Naya sudah selesai membersihkan semua peralatan bekas masak dan sarapannya. Kemudian ia melihat Yuni masih diam walaupun sudah selesai sarapan.

“Ah! Dasar. Jangan mengingatkan aku seperti itu dong.” Yuni semakin memberangus kesal.

“Sudah sana. Cari celanaku di lemari.”

Naya mengambil piring bekas sarapan milik Yuni dan mencucinya.

Yuni sudah masuk kembali ke kamar. Mencari celana milik Naya yang cocok untuk dipasangkan dengan atasannya. Melihat isi lemari Naya dengan pakaian yang lawas dan tidak ada yang menarik sama sekali membuat Yuni merasa hidup Naya ini sangat pelit untuk membeli pakaian baru saja. Walaupun begitu jika Naya memakai baju lawas miliknya ini tidak terlihat buruk. Mungkin lihat dulu orang yang memakainya secantik apa. Tapi benar, jika Naya ikut ajang Miss-Miss kecantikan di televisi itu, pasti Naya jadi juaranya kan? Sudah dikatakan kalau Naya tidak hanya cantik, dia juga pintar. Beruntung Yuni menjadi temannya dan tinggal bersama dengannya.

Yuni sudah berpakaian rapi dengan setelan yang biasa ia kenakan untuk ke kantor. Ia melihat Naya masih membersihkan meja makan. Jika dibandingkan dengan Yuni yang berangkat kerja jam 7 kurang, Naya lebih banyak waktu. Naya berangkat jam 8 biasanya.

Naya berbalik. “Sudah?”

Yuni mengangguk dan berjalan ke pintu, mengambil sepatu kerjanya di rak lalu ia kenakan.

Saat sudah menggapai gagang pintu, Yuni berbalik. “Oh ya. Kalau kau nanti pergi ke supermarket. Titip beras merah oke? Berat badanku mulai naik. Aku akan diet.” Setelah mengatakan itu, Yuni memberikan kecupan jauh untuk berpamitan.

Saatnya Naya yang bersiap untuk berangkat kerja. Ia masuk kamar dan melihat lemari yang belum ditutup dengan isi miliknya yang sudah tidak serapi semalam. Ia sudah membereskan lemari pakaiannya kemarin.

“Pasti terburu-buru,” Naya akan merapikan lemarinya dahulu lalu kemudian mandi.

Berbeda dengan Yuni yang sudah mandi lalu sarapan. Jika Naya, ia akan sarapan dulu karena Naya yang memasak, lebih tepatnya Yuni tidak pandai memasak. Satu keberuntungan lagi untuk Yuni yang tinggal bersama Naya. Kalau tidak, Yuni akan kerepotan sendiri dan ia akan menjalani hidup repot yang tidak sehat karena akan sering makan makanan cepat saji.

Setelah selesai merapikan isi lemarinya, Naya menyiapkan pakaian untuk kerja hari ini. Atasan kemeja wanita polos dengan v-neck tali dan celana hitam formalnya. Sudah sangat pas, sederhana namun elegan. Pakaian ini harga murah tapi kalau Naya yang memakainya pasti akan terlihat mahal seperti merek ternama.

Naya menghabiskan 30 menitnya untuk mandi dan memakai pakaian yang sudah ia siapkan. Ia mulai memoles wajahnya dengan make up sederhana. Kemudian menyisir rambut hitam sepanjang punggung dengan bawahnya yang bergelombang alami itu dengan tangan. Membubuhkan lip tint merah muda lagi, kemudian mengambil tas yang sudah berisi ponsel, dompet, beberapa make up—jika nanti luntur.

Setelah memastikan setiap tempat, seperti sudah mematikan kompor, kran air mandi maupun westafel, dan kunci semua jendela, kemudian ia keluar dan mengunci rumahnya. Meletakkan kunci itu di pot tanaman.

Naya berjalan ke tepi jalan raya menunggu busway datang. Beberapa menit kemudian, bus itu datang. Jarak TK tempat Naya mengajar tidak terlalu jauh, ia hanya menghabiskan 15 menit di perjalan.

Sampai di depan taman kanak-kanak—TK Dandelion—yang sudah ramai, terlihat banyak anak-anak yang bermain di perkarangan depan. Setelah turun dari busway, masuk melewati beberapa orang tua dan sedikit membungkuk untuk menyapa mereka.

Anak-anak itu beberapa menyambut berlari ke arah Naya.

“Selamat datang, Ibu Guru.”

Anak-anak serempak mengucapkan salam pada Naya.

Naya merangkul mereka yang berada di dekatnya dan menuntun untuk masuk ke kelas.

“Yuk masuk yuk.”

Menyuruh anak-anak yang lainnya yang masih bermain untuk masuk juga.

2021©IKKD

Terpopuler

Comments

Ryan Jacob

Ryan Jacob

semangat Thor ditungggu karya-karyanya

2024-03-06

0

Septy Cweet

Septy Cweet

kayaknya bagus...

2021-11-22

1

re

re

Mulai

2021-10-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!