Kepalaku sekarang sedikit pusing memikirkan nasib Ria. Bagaimana jadinya jika seandainya ia tahu kalau senior itu sudah punya pacar? Dan terlebih lagi ia salah minta nomor hp untuk temannya bukan untuknya. Bahkan si senior sialan itu juga gak bilang apa-apa.
Padahal di perjalanan pulang mengantar Ria, dia sudah curhat panjang lebar tentang ketertarikannya pada senior itu sejak pandangan pertama berjumpa.
Kacau, semuanya benar-benar kacau, padahal itu urusan si Ria tapi entah kenapa aku jadi merasa agak bersalah, mungkin karena ada sedikit keterlibatan namaku di dalamnya.
Sekarang semua pemikiranku buyar karena chat yang masuk ke hp-ku.
Si asing : Del, nanti aku chat lagi ya
Aku ada sedikit urusan
"Peduli apa gue sama urusan lo bocah!" gumam batinku keras.
Aku : iya, lanjutkan saja urusan kamu
dulu
Si asing : oke
Begitu selesai melihat chat Vero, aku pun langsung mematikan data seluler agar tak ada lagi yang menggangguku. Jujur saja, aku masih sedikit tidak percaya jika itu Vero, cowok yang bersama senior Brahman di kantin tadi.
Gaya chat-nya benar-benar gak sesuai sama wajah dan sikapnya. Kalaupun iya itu orang yang sama, agak aneh saja rasanya. Masa iya wajah dan sikapnya kalem, tapi chat-nya kakak orang cerewet.
Pikiranku buyar untuk kedua kalinya saat mama memanggilku untuk makan. Aku pun segera keluar kamar dan menuju ruang makan.
"Loh kakak pulang ke sini?" tanyaku penasaran saat melihat kakakku membantu mama meletakkan hidangan di meja makan.
"Kenapa? Memangnya gue gak boleh pulang?!" tukas kakakku dengan nada kesal.
"Apaan sih aku kan cuma tanya!" balasku dengan ekspresi kesal.
"Sudah-sudah! Kalian itu mau makan atau tidak?! Hal sepele dibesar-besarkan!" sahut mama jengkel untuk mendamaikan kami.
"Tahu tuh, sensitif amat jadi orang," sambungku.
"Adel!" sela mama dengan nada sedikit keras.
Kakakku hanya menatap jengkel padaku, lagi pula aku hanya bertanya baik-baik tapi dia saja yang terlalu sensitif. Mungkin karena sering tinggal di rumah nenek, jadi kayak kekurangan kasih sayang orang tua.
Papa pun datang dari kamar sehingga kami berempat langsung makan bersama. Selesai makan aku pun balik ke kamar, sedangkan kakak membantu mama beres-beres.
Di kamar aku hanya tiduran saja, lagi pula gak ada juga yang mau dikerjakan. Belajar pun enggak, padahal ada pr matematika yang bisa dikerjakan. Tapi memang aku tipenya pemalas kelas kakap ya mau bagaimana lagi.
Tak lama pintu kamarku pun terbuka dan tampaklah sosok kakakku yang masuk kamar dengan lancang. Kalau bersaudara itu hal yang biasa dan wajar, untungnya belum punya pasangan saja di dalam kamar.
Kakakku langsung membaringkan badannya di ranjang, sementara aku hanya menatap tingkahnya dengan pandangan tak acuh.
"Kenapa?" tanyaku.
"Gue sedang bosan, pacar gue gak bisa dihubungi, sakit kepala nih gara-gara tuh bocah menghilang begitu saja," balas kakakku sambil memainkan ponselnya.
"Apaan sih, aku kira tadi kakak diusir dari rumah nenek!"
"Gila! Lo kira nenek tega usir gue?!
"Mana tahu nenek bosan lihat muka kakak!" ocehku tak mau kalah.
"Sudahlah, jangan bahas nenek lagi, gue ke sini mau bahas yang lain!"
"Bahas apa?" tanyaku sambil bangun dan duduk manis.
"Apaan sih, gak usah menatap kayak begitu juga!" oceh kakakku sambil memukul pahaku.
"Gimana sih mau cerita atau gak?! Kalau gak keluar saja!" ucapku dengan nada mulai kesal.
"Iya-iya! Gue mau cerita, lo dengar saja!
"Hmm," balasku datar sambil merebahkan badanku lagi.
Kakakku mulai bercerita ....
"Pacar gue itu jarang gak bisa dihubungi. Kalaupun gak bisa dihubungi berarti hp-nya mati, tapi itu palingan cuma sebentar saja. Tapi sekarang seharian ini hp-nya gak aktif, sudah berkali-kali gue hubungi tapi tetap saja gak aktif. Padahal hubungan kita baik-baik saja."
Ia pun melanjutkan, "tadi malam terakhir gue chatting sama dia jam 20.00 karena dia ada urusan. Tapi sampai sekarang dia gak bisa dihubungi, aneh bangetkan?! Padahal hubungan kita baik-baik saja."
Begitulah curhatan panjang lebar kakakku. Tentu saja sebagai pendengar yang baik aku tidak sedikit pun memotong kalimatnya.
"Menurut lo gimana Del?" tanya kakakku.
"Mungkin dia gak ada kuota," balasku seadanya.
"Bullshit banget, 3 hari yang lalu gue sendiri yang temani dia isi kuota!"
"Terus gak kakak tanya sama teman-temannya?" tanyaku makin penasaran.
"Sudah gue tanya, tapi pada gak tahu jawabannya! Mau gak mau gue labrak juga dia ke sekolah!" balas kakakku sambil membanting hp-nya. Untung dibanting ke kasur, kalau gak pasti ganti hp baru dia.
"Memang kakak gak satu sekolah?"
"Gak, dia sekolah di SMA Medika. Ah! Lo kan juga di SMA Medika?! Kok gue bisa lupa sih sama lo!"
"Di SMA-ku?! Memang siapa orangnya?! Mana tahu aku kenal," jujur saja sekarang aku benar-benar penasaran siapa pacar kakak. Walau tahu dia punya pacar tapi kakak gak pernah kasih tahu siapa orangnya dan kayak gimana pacarnya.
"Dia senior lo, gue gak yakin lo kenal karena masih anak baru, tapi cowok gue anak basket populer namanya Brahman. Gimana? Pernah dengar gak lo namanya di sekolah?!"
"Anjrit! Ini cowok bukannya senior yang minta nomor Ria dan tolong kami tadi? Cowoknya kakakku? Aku harus bilang apa?! Nanti dikira Ria atau aku cewek kecentilan lagi. Padahalkan cowok senior itu yang mendekat sendiri. ******-******!" oceh batinku merana.
"Aku gak tahu, tapi biar besok aku cari tahu yang mana orangnya. Kalau ketemu sekalian aku intai mana tahu dia dekat sama cewek lain," sumpah aku gak tahu harus jawab apa. Tapi setidaknya ini jawaban terbaik agar kakakku gak datang ke sekolah.
"Serius lo ya! Cari tahu tuh cowok, kalau ketahuan selingkuh, lihat saja! Habis keduanya! Berani-beraninya main-main di belakang gue. Memangnya pacaran dua tahun itu sebentar sampai berani-berani selingkuh! Jangan lupa lo cari ya!" tukas kakakku panjang lebar.
"Iya kak, tenang saja aku tolongin kok!" aku pun mengacungkan jempol. Padahal dalam hatiku merana tak rela menolongnya.
Gimana seandainya kalau kak Brahman itu memang selingkuh? Kalau iya gak masalah toh gak ada urusannya denganku. Tapi gimana seandainya sikap Brahman itu berubah pada kakakku karena ada hubungannya dengan Ria atau aku yang terburuknya?!
Sekarang aku benar-benar penasaran dan berharap itu gak ada hubungannya dengan kami berdua. Walaupun Vero mengaku dia sendiri yang sebenarnya pengen minta nomor hp-ku, tapi tetap saja hatiku gak tenang.
Sekarang kepalaku benar-benar pusing memikirkan Ria, takutnya ia benar-benar berhubungan dengan senior kacau itu. Aaah, hati dan otakku sekarang mengoceh tak karuan.
"Ya sudah, gue balik ke kamar dulu," sahut kakakku lalu bangun dari tidur damainya sambil memainkan hp. Terlihat wajahnya lebih tenang dari sebelum dia cerita. Kalau gak wajahnya ya ampun, coba saja kalau marah mirip inun (hantu film The Nun).
Aku berencana menghubungi Ria, tapi gagal karena sepertinya akan lebih baik cerita langsung padanya di sekolah. Karena jika lewat hp takutnya kakakku tiba-tiba mendengarnya dan naik pitam.
Gak ada yang lebih buruk selain kakakku yang marah-marah cuma karena hal konyol seperti masalah cowok. Jelas banget bakalan bikin malu, apalagi kalau ada yang tahu aku ini adiknya. Cukup Andin saja yang tahu, anak sekelas aku gak perlu ikutan tahu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
KIA Qirana
Jangan beli kuota, mahal
beli jaringan aja 🤣🤣🤣♥️♥️♥️💕💕❤️❤️🌷🌷💕💕♥️♥️
2021-10-14
1
Dania
Eka Sapta
2021-09-14
0
Qirana
Like This
2021-09-13
0