...☕Cerita ini adalah fiksi belaka. Mohon maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian. Dimohon bijak dalam membaca, diresapi kata demi kata, agar tujuannya sampai pada hati pembaca☕...
"Sedang apa kamu disana, Len?" tanya Zamroni yang mengetahui keberadaan Kalena di ruangannya.
Salah tempat dan salah waktu. Hal yang sedang Kalena alami saat ini. Tiba-tiba tubuhnya menjadi beku dan kaku. Bak patung yang diserang oleh badai salju. Dingin dan membeku. Ingin segera berlari tapi tak memiliki daya untuk hal itu.
Keringat dingin mulai menyembul keluar dari pori-pori di dahinya. Bibirnya kelu tak dapat mengucapkan satu patah kata pun. Kakinya gemetaran menopang beban tubuhnya. Dia mencoba kembali ke alam sadarnya, bahwa ada pertanyaan yang harus segera dijawabnya.
"Sedang apa kamu disana, Len? Apa kamu menguping pembicaraan kami?" tanya Zamroni lagi.
"Eee ... anu ..." jawab Kalena tergugup.
Alex menoleh padanya. Tersenyum penuh arti ke arah Kalena. Tapi, bagi Kalena senyuman Alex adalah senyuman membunuh. Entah mengapa Kalena merasa takut setiap kali Alex tersenyum seperti itu. Tersenyum tapi tidak tulus, hanya sebuah bentuk kepalsuan.
"Ada apa, Len? Apakah ada sesuatu yang urgent? Ada sesuatu yang harus kamu sampaikan kepada atasanmu?" kini Alex ikut mencecar pertanyaan untuk Kalena.
"Ss ... saya ingin ... "
"Apa kamu mendengar apa yang kami diskusikan, Len?" tanya Zamroni memotong ucapan Kalena.
Kalena kembali didera rasa gugup yang teramat sangat. Bagaikan demam panggung saat ia akan tampil. Alex memberi tatapan tajam kepada Zamroni. Memberikan kode agar Zamroni bisa menjaga mulutnya. Jangan sampai rahasia mereka semakin diketahui oleh Kalena.
"Pulang lah Len, terlalu larut jika kamu menunggu kami. Saya dan bos mu masih ingin berlama-lama disini," terang Alex seakan tahu apa yang ingin Kalena sampaikan.
Tanpa pikir panjang, Kalena langsung balik badan dan keluar dri ruangan itu. Dia menuju meja kerjanya dan langsung meraih botol minumnya dengan tangan gemetaran. Dia meminum dengan cepat air di dalam botol itu. Seperti orang yang telah menyelesaikan lomba marathon.
Kalena terburu-buru untuk mengambil tasnya. Hingga isinya tumpah ke bawah meja. Seseorang berjalan mendekatinya membuatnya semakin cepat mengambil barang-barangnya yang terjatuh.
"Len!" paggil perempuan itu.
Kalena tercekat dan segera mendongak. Lalu menghembuskan napas keras.
"Kenapa, sih?" tanya perempuan itu lagi.
"Nggak papa, lo bikin kaget gue! Ada apa Ris?" tanya Kalena pada Riris teman sekantornya itu.
"Ini gue mau nyerahin laporan buat besok. Kan besok gue izin," terang Riris.
Kalena langsung menerima map berisi laporan itu. Menyimpannya di laci meja dan.segera menarik tangan Riris untuk keluar dari kantor. Mereka menuju parkiran mobil.
"Pulang bareng gue aja, ya?" pinta Kalena. Membuat Riris mengerutkan dahinya.
"Kenapa?"
"Nggak papa, ya?"
"Oke, deh. Tumpangan gratis nggal boleh ditolak!" seru Riris.
Mereka pulang bersama dalam satu mobil. Kalena diliputi kebimbangan yang luar biasa. Dia takut karena mendengar rencana Zamroni dan juga Alex. Akhirnya karena tak tahan, Kalena meminta saran pada Riris.
Kalena meminta saran, bagaimana jika dia resign dari kantor? Riris menanyakan alasannya keluar dari pekerjaan yang telah digelutinya selama kurang lebih empat tahun itu. Dulu, Kalena memang butuh pekerjaan karena harus membiayayi adiknya yang terkena gagal ginjal.
Tapi, adiknya sudah meninggal. Kebutuhan hidup keluarganya juga tak seberat dahulu. Dia beralasan ingin mencari pengalaman baru karena sudah bosan menjadi sekretaris. Riris menyerahkan kembali keputusan itu pada Kalena.
*****
Kalena mencoba menghibungi Ericko untuk meminta pertimbangan atas keputusannya. Namun sayang, Ericko tak bisa dihubungi. Akhirnya malam itu, dengan berbekal kenekatan Kalena menulis surat pengunduran dirinya.
Tak ada lagi yang bisa mengubah keputusannya. Empat tahun menjadi sekretaris Zamroni bukanlah hal yang mudah dan menyenangkan. Peringaian Zamroni adalah buruk di matanya. Hanya sedikit orang yang tahu tentang hal itu. Dan dirinya adalah salah satu orang terpilih untuk mengetahuinya.
Sedang di kantor, Zamroni sudah tidak nyaman lagi membicarakan urusannya dengan Alex. Dirinya gusar dan takut kalau nanti Kalena akan membeberkan rencana mereka.
"Bagaimana kalau dia macam-macam, Lex?" tanya Zamroni.
Alex memutar gelasnya yang berisi minuman beralkohol itu, "Tenanglah kawan, dia tak akan berani membeberkannya!"
"Bagaimana dengan pencalonanku nantinya, Lex? Aku tetap gusar. Aku takut rencana kita porak poranda,"
"Hmm ... lakukanlah sesuatu jika memang dia mulai mengancam rencana kita, Zam. Sudahlah, kita cukupkan saja ngobrol kita. Pulanglah dan tenangkan dirimu. Istrimu pasti senang menyambutmu."
"Oke, bantu aku melakukannya kalau aku mengalami kesulitan!"
"Iya, tenang saja. Oh ya bagaimana kabar, Fennita?"
Zamroni tertawa saat Alex menanyakan kabar putri semata wayangnya itu. Bahkan dia sendiri tidak tahu bagaimana keadaan putrinya.
"Kenapa? Masih niat untuk menjodohkan Fennita dengan Dion?"
"Tentu saja, dua perusahaan besar akan bersatu menjadi satu? Bukankan itu akan menjadikan terobosan yang luar biasa?"
Zamroni mengangguk setuju, "Baiklah, kalau begitu. Kita atur nanti bagaimana baiknya"
Akhirnya mereka berpisah pulang ke rumah masing-masing.
*****
Pagi hari seperti biasa, Kalena pergi ke kantor untuk bekerja. Menjalankan rutinitasnya sebagai sekretaris di perusahaan Malik Group. Seperti biasa, Kalena akan menyiapkan laporan yang akan diserahkannya pada Zamroni.
Zamroni datang lebih awal. Dia menyapa Kalena dengan sumringah. Entah apa yang membuatnya bahagia. Kalena langsung mengikutinya.
"Kopi saya mana, Len?" tanyanya. Membuat Kalena bingung dan baru menyadari bahwa belum ada secangkir kopi hitam kesukaan bosnya itu.
"Oh, mungkin baru dibuatkan OB pak, coba nanti saya konfirmasi lagi," tutur Kalena. Membuat Zamroni mengangguk.
"Terus kenapa laporannya hanya kamu peluk, begitu? Atau kamu mau saya peluk?" ucapnya tanpa ada tedeng aling-aling. Membuat Kalena bergidik ngeri.
Kalena cepat-cepat meletakkan laporan yang dibawanya di atas meja kerja Zamroni. Lalu mulai membacakan jadwal Zamroni untuk satu hari itu. Selesai menbacakan agenda rutin itu, Kalena meletakkan amplop putih panjang di depan Zamroni. Membuat bosnya mengerutkan dahi.
"Saya ingin mengundurkan diri dari perusahaan ini, Pak," ungkapnya tenang.
Zamroni terdiam sesaat dan akhirnya mengangguk. Kalena segera keluar dari ruangan bosnya kerika urusannya selesai. Segera menghubungi OB agar kopi aegera diantarkan ke ruangan bos besar.
Kalena tetap melakukan tugasnya dengan baik. Dia menunggu saat jam kerja selesai. Dia dipanggil bagian keuangan untuk menerima pesangonnya. Dia bertemu dengan Riris dan mengungkapkan kekhawatirannya akan keputusannya.
"Katanya izin!" sapa Kalena
"Nggak jadi, acaranya batal," terang Riris
Setelah selesai bercengkrama sebentar dengan Riris, Kalena langsung pulang menuju kontrakannya dengan hati lega. Tapi juga diliputi was-was. Saat turun dari mobil dan hendak membuka pintu, tiba-tiba saja dirinya merasa ada yang berdiri di belakangnya.
Grep!
Seseorang membekapnya dengan kain yang sudah diolesi obat bius. Membuat tubuhnya tiba-tiba saja mengantuk dan ringan. Dan akhirnya dia pingsan.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Triple R
kalen di bunuh
2022-12-11
0
Ney Maniez
😲
2022-06-03
0
Heny Ekawati
cerita ini ad hub dg bagas dan anin gk
2022-01-04
0