...☕Cerita ini adalah fiksi belaka. Mohon maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian. Dimohon bijak dalam membaca, diresapi kata demi kata, agar tujuannya sampai pada hati pembaca☕...
AUTHOR POV
Ericko berada di Bandung selama satu minggu. Ia ingin menemani keluarga Kalena dalam menghadapi musibah ini. Bukan ingin menunjukkan rasa sok peduli. Melainkan benar-benar empati.
Dia tidak menerima panggilan dari kantornya, atau pun teman-temannya. Dia hanya fokus pada Kalena. Dia dan Zidan sepakat ingin membantu Mamah dan Papah Kalena bangkit dari kesedihan.
Detik berganti. Jam pun bergulir. Hari menyambut hari berikutnya. Hingga pekan kedua. Ericko dan Zidan berhasil membuat Papah dan Mamah Kalena tersenyum dan tertawa lepas.
"Rick, Papah dan Mamah berharap kamu tidak lupa dengan kami." ucap Mamah Kalena sambil memeluk Ericko.
"Erick tidak akan bisa lupa dengan kalian"
"Kamu menjadi anak kami mulai saat ini, menggantikan posisi Kalena"
Ericko tersenyum dan memeluk kedua orang tua itu. "Posisi Kalena tak akan bisa Erick gantikan. Namun, Erick pastikan, kalian tidak akan lagi bersedih."
Ericko tersenyum bahagia melihat pancaran aura kebahagian dari wajah keluarga Kalena. "Erick pamit Pah, Mah, A'. Erick janji kalau ada libur, Erick akan menyambangi kalian."
Mereka semua mengangguk. "Hati-hati di jalan, Nak." Papah Kalena memeluk Erick dengan erat. Erick membalas pelukan itu. Menyalami kedua orang tua yang sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri.
Zidan mengantarkan Erick hingga terminal. Tapi, mereka singgah di makam Kalena terlebih dahulu. Seperti saat sebelumnya, Erick menaburkan bunga dan air mawar di pusaran makam Kalena. Mendo'akan yang telah tiada agar dipermudah jalannya untuk meraih jannah-NYA.
"Baru dua minggu kamu tak memberi kabar padaku. Aku sungguh tersiksa. Beginikah kamu ketika aku tak memberi kabar padamu? Maafkan aku, Len. Rindu paling pahit adalah tentang merindukanmu, Sayang. Kamu menyiksaku. Bahkan kamu tidak memberikan aku kesempatan untuk melihat wajahmu. Meski hanya dalam anganku, Kalena. Aku sangat mencintaimu. Bahagialah kamu disana. Do'akan aku bisa menyelesaikan teka teki ini"
Zidan menautkan alisnya bingung mendengar ucapan Ericko yang terakhir. Namun, dia enggan bertanya. Ia mengedikkan bahunya isyarat tanda tak mau tahu lebih jauh.
Ericko harus segera bertolak kembali ke Jakarta. Ada sesuatu yang harus dia dengar dari seorang temannya.
Zidan mengantarkan hingga terminal. Memastikan mantan calon adik iparnya itu masuk dalam bus. Selanjutnya, dia pulang ke rumah.
Ericko sudan berada di dalam bus antar kota dalam provinsi itu. Dia duduk disebelah jendela. Menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi itu. Hujan tiba-tiba mengguyur kota Bandung. Ericko tersenyum melihatnya.
Seorang perempuan yang baru saja masuk bus memasang wajah cemberutnya karena kepalanya basah terkena air hujan. Dia celingukan mencari tempat duduk yang tertera pada tiket busnya.
Dia berjalan menuju kursi yang bersebelahan dengan Ericko. Dia menenteng barangnya yang banyak. Membuat Ericko memperhatikannya. Perempuan berambut hitam sebahu itu kesusahan saat akan memasukkan tas ranselnya ke atas kabin.
"Hish! Susah banget, sih!" kesalnya perempuan itu pada dirinya sendiri. Erick tidak begitu mempedulikannya. Dia hanya melihat tanpa menawarkan bantuan. Membuat perempuan itu, merasa kesal.
Saat perempuan itu berhasil menata barangnya di atas kabin, dia tersenyum senang. Akhirnya dia dapat duduk dengan tenang. Perempuan itu duduk tepat disebelah Ericko. Tiba-tiba dia menyodorkan tangan pada Ericko.
"Fennita!"
Erick menautkan alisnya bingung. Dan beberapa detik kemudian baru sadar dengan maksud dan tujuan perempuan itu. Bukannya menyambut tangan perempuan itu, justru sebaliknya, Ericko memalingkan wajahnya ke jendela.
Fennita Malik, seorang dokter umum yang berusia matang, yaitu 27 tahun. Anak dari pengusaha Zamroni Malik dan Isnaeni. Kelahiran Sukabumi, namun tumbuh dan menjadi dewasa di Jakarta.
Dia sedang dalam perjalanan kembali pulang setelah minggat dari rumahnya. Ayahnya, Zamroni membuatnya malas berada di rumah. Pasalnya, Fennita dipaksa untuk menikah dengan pria bernama Dion. Yang mana, yang Fennita tahu bahwa, pria bernama Dion itu adalah seorang playboy kelas ikan sepat.
Fennita menarik lagi uluran tangannya karena tak kunjung mendapatkan respon dari Ericko. "Sombong amat!" Fennita duduk di samping Ericko.
Perlahan namun pasti. Satu per satu kursi dalam bus itu akhirnya terisi. Waktu keberangkatan pun semakin pendek. Dan setelah melakukan pengecekan jumlah penumpang yang dilakukan oleh kondektur, akhirnya bus itu pun berangkat menuju kota tujuan.
Ericko merogoh saku jaket yang dipakainya. Sebuah nomor muncul di layar ponselnya. Dia segera mengangkatnya. Tanpa ba-bi-bu, suara lelaki di ujung telepon itu memberitahukan informasi yang ingin diketahui oleh Ericko.
"Aku sedang meruntut peristiwanya. Aku mengulik salah satu teman kantor Kalena. Namun, ini masih belum cukup menjadikan bukti atas kasus Kalena. Teman Kalena mengatakan bahwa, hari itu Kalena menyerahkan surat pengunduran dirinya. Menurut temannya itu bukan hal yang aneh, karena dari jauh hari Kalena memang ingin keluar dari perusahaan itu"
Ericko masih mendengarkan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh temannya. Dia tak ingin memotong informasi dari temannya. Karena hal inilah yang akan membawanya mengungkap tragedi yang dialami oleh Kalena.
"Yang membuatku agak curiga adalah, Kalena meminta saran bagaimana baiknya? Dia seakan bimbang. Dia juga bilang pada temannya kalau dia resign dari perusahaan itu dan terjadi apa-apa dengannya bagaimana? Pertanyaan Kalena inilah yang membuatku meyakini bahwa ada yang tidak wajar dengan kematian Kalena. Tapi ..., kenapa dia dibunuh? Huft ... aku pusing Rick," tutur teman Ericko mengaitkan potongan teka-teki yang berhasil dikumpulkannya.
Ericko ikut menghela napas. Memejamkan matanya dan mencoba membayangkan jika dia berada di posisi Kalena. Seketika hatinya berkecamuk hebat.
"Ada yang aneh, bukan? Kenapa Kalena takut jika itu sudah menjadi keputusannya. Malam sebelumnya dia tidak bercerita apapun padaku. Apakah hal ini terjadi setelah kami selesai berkomunikasi? Kalena pernah masuk dalam daftar panggilan tak terjawabku. Apakah dia ingin mengutarakan sesuatu padaku? Tapi, apa? Hal apa yang kamu ketahui hingga kamu meninggal? Oke, Rick. Tenang. Fokuskan pikiranmu. Kamu perlu masuk ke dalam perusahaan itu dan menjadi orang kepercayaan disana agar bisa mendapatkan titik terang kematian Kalena."
Ericko sudah bertekad. Mencari tahu tentang kematian Kalena. Meninggal secara misterius dan ditemukan dalam keadaan gantung diri. Bukan hal yang pantas dilakukan oleh orang yang dalam batas waras.
Saat sedang berpikir, Fennita yang entah sejak kapan tertidur, menggunakan bahu Ericko sebagai sandarannya. Ericko menggerakkan bahunya naik turun, dengan tujuan agar Fennita terbangun. Sayangnya, Fennita tidak akan mudah terbangun hanya karena hal seperti itu.
"Ya Allah, ini perempuan nggak ada jual mahalnya banget sih sama lelaki. Ya masa baru sekali ketemu sudah berani menyandarkan kepalanya di bahuku?" Ericko mendengus kesal.
Kondektur bus datang dan meminta tiket. Ericko memberikan tiketnya. Lalu mencoba membangunkan Fennita kembali. Fennita menggeliat dan membuka mata.
"Manusia apa kerbau kamu itu? Hah ... dasar!"
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Ney Maniez
👍
2022-06-03
0
Titiek Yeti
jgn sampai berjodoh ya thor mereka berdua
2022-01-23
0
Heny Ekawati
fennita suka sama ricko
2022-01-04
0