5

Catrin menangis keras di kamarnya. Bangun tidur biasanya langsung memeluk mamanya. Pagi ini, ia terbangun sendirian.

Neneknya membuka pintu dan memeluknya, mengernyit heran mendapati cucunya sendirian.

"Mama! mama mana?!"

"Ayo ke kamar mama, jangan menangis. Mungkin mama sedang tidak enak badan."

Maka neneknya menggendongnya. Keluar dan menaiki tangga ke lantai tiga. Catrin yang baru bangun tidur masih terisak pelan.

Dari kejauhan kening neneknya sudah mengerut. Kamar Jihan terbuka. Tidak biasanya, ia mempercepat jalannya. Benar saja, kamar itu kosong. Bahkan kasurnya tampak rapi seperti tidak di tiduri semalam.

Catrin turun, berlari menuju kamar mandi. Sementara neneknya memasuki walk in closet. Jihan tidak ada meskipun semua barangnya masih di sana.

"Mama! mama!"

Neneknya keluar dan menenangkan Catrin yang menangis keras di lantai. Bahkan ia sampai menjerit histeris memanggil Jihan.

Chris sedang memasang dasinya saat mendengar tangisan histeris anaknya. Secepat kilat keluar menuju kamar Jihan. Memeta seluruh keadaan kamar sebelum berjalan ke arah anaknya.

Belum ia sampai, sang ibu bangkit berdiri. Sorot mata ibunya luar biasa dingin dan tajam menusuk. Persis dirinya dalam keadaan marah.

"Mom?"

"Apa yang terjadi semalam? sudah mama katakan perlakukan dia dengan baik kan?"

Chris tidak menjawab, ia merogoh ponsel di saku celananya dan menghubungi Jihan. Sayangnya ponsel yang di hubungi tidak aktif.

"Dia sudah tahu untuk apa ia di sini."

"Apa? Apa yang kamu katakan padanya?!"

Chris berjalan mendekati anaknya, mengabaikan ibunya. Ia menggendong anaknya. Sedikit kepayahan karena Catrin terus memberontak.

"Cat ... ssttt, papa di sini. Tenang ya ... kita akan cari Mama. jadi berhenti menangis, hmm?"

Catrin tidak menjawab, dia terus terisak namun tidak lagi memberontak. Melihat anaknya sedikit tenang, Chris meraih ponselnya lagi dan menelpon asisten pribadinya.

Kehebohan jelas terjadi, ini pertama kalinya Catrin menangis tidak terkendali dan ibu Chris terlihat marah besar.

Semua pelayan dan satpam rumah di interogasi. CCTV sudah di periksa. Jelas Jihan keluar di malam hari. Tengah malam saat satpam depan tertidur. Hal itu tentu menambah kemarahan Chris dan ibunya.

"Telfon Bayu, temukan Jihan secepatnya!"

Perintah ibunya mutlak. Bayu adalah kepala dari tim keamanan perusahaan. Seorang mantan tentara yang mengundurkan diri.

"Ini berlebihan mom, dia tidak sepenting itu untuk__"

"Dia amat sangat penting!"

Potong ibunya, menekankan setiap kata. Menatap nyalang anaknya.

Chris menggeram dalam diam. Tim keamanan perusahaan hanya menangani hal penting terkait perusahaan dan anggota inti keluarganya. Dia benci harus mengakui bahwa Jihan memiliki otoritas untuk hal ini. Sejak awal ia sudah membenci pertemuan anaknya dan Jihan. Karena ia terpaksa harus menikahinya.

.

Di tengah kegemparan yang terjadi di kediaman Chris, berbeda dengan Jihan yang duduk tenang di sebuah kursi tepi pantai. Menikmati udara sejuk pagi hari. Jilbab panjangnya tertarik ke belakang tertiup angin.

Mata itu menatap kosong hamparan luas lautan. Otak cerdasnya sedang memproses apa yang sedang ia hadapi. Ia membuka genggaman tangannya, mengangkat benda yang sedari tadi ia pegang. Sebuah kartu nama.

Ya Rabb ... apa yang harus aku lakukan? Aku bersalah telah pergi tampa diketahui suamiku. Tapi mengingat dia bahkan tidak menganggapku istrinya ... bolehkan aku meminta ini berakhir?

Jihan menyalakan ponsel yang sengaja ia matikan itu. Puluhan pesan langsung masuk dari mertuanya.

Mengabaikan pesan lain, Jihan mengetik nomor di kartu nama dan segera menyimpannya. Membuka aplikasi WA dan mengirim pesan.

.

Jouji yang sedang berada di ruang make up tersenyum ketika menerima pesan Jihan. Tidak menjawab pesannya, Jouji malah langsung menelepon.

"Kenapa tidak langsung bertemu?"

Aku tidak akan melakukannya.

Jouji bangkit dan segera keluar dari ruangan. Mencari tempat sepi.

Katakan? apa maksud perkataanmu saat kita pertama kali bertemu, kamu mengenal baik Chris?

"Seburuk apa sikapnya padamu?"

Jeda sesaat, Jouji menatap luar gedung dari tempatnya berdiri dengan amarah terpendam.

"Bagaimana ia memperlakukanmu, seperti itulah ia. Chris tidak pernah mencintai selama hidupnya. Dia adalah iblis kejam yang memandang orang lain sebagai bisnis semata."

Perkataan Jouji membuat Jihan terdiam beberapa saat.

Masa lalu seperti apa antara kalian?

Jouji tergelak rendah. Tangannya terangkat ke goresan yang ada di lehernya. Sebuah bekas luka yang memanjang.

"Pernahkah kamu mencari tahu dimana ibu kandung anaknya?"

Aku tidak ... tidak! Aku tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Masa lalu seseorang tidak harus__

"Prinsipmu boleh juga. Tapi akan membuatmu seperti pecundang yang tidak tahu apa-apa."

Aku ...

"Mantan istrinya ... saat ini ada di rumah sakit jiwa."

Hening lama antara mereka. Jihan terkejut bukan main. Jouji yang mengetahui reaksinya hanya menunggu apa yang akan ia dengar.

Aku ... aku rasa pembicaraan ini sampai disini. Seseorang berjalan ke arahku.

Jouji menatap ponselnya lama setelah panggilan di tutup sepihak. Dia jelas mendengar suara ombak meski tidak terlalu keras. Perkataan Jihan membuatnya yakin bahwa dia sedang tidak ada di rumah. Sepagi ini ... saat harusnya ia mengurus anak tirinya.

"Dia lari dari rumah? menarik sekali. Cukup berani untuk melawannya."

Jouji meninggalkan tempat itu, kembali ke ruangan make up melanjutkan pekerjaannya. Surai panjang merah itu ia sisir kebelakang dengan jari-jarinya. Menebar pesona saat berpapasan dengan model lain.

Bajingan tampan yang mempesona. Itu adalah julukan rekan-rekannya.

.

Jihan menatap pria tinggi dengan setelan jas abu-abu di hadapannya. Potongan rambut cepak dengan alat komunikasi terpasang di telinganya. Memberi gekstur hormat sebelum menatap kedua bola mata jihan.

"Mari saya antar pulang Nyonya, Nona muda sedari tadi menangis mencari anda."

"Kamu siapa?"

"Tim keamanan pusat perusahaan, anda bisa memanggil saya Bayu, Nyoya."

Jihan mengangguk namun tetap diam ditempatnya.

"Nyonya ... semua orang sedang menunggu anda."

"Semua?" sinis Jihan

Bayu tampak mengerti keadaan. Namun ia hanya tersenyum.

"Sudah berapa lama kamu bekerja dengan Chris?"

"Sejak ayah beliau masih memimpin. sekitar 11 tahun."

"Kamu pasti sangat loyal."

Bayu tampak sedikit bingung sesaat meski pada akhirnya paham apa yang di maksud Jihan. Bahwa jika ia tidak akan memberikan informasi apapun jika Jihan yang bertanya.

"Nyonya ... ayo kembali."

Jihan memalingkan wajah. Menatap mobil yang terparkir beberapa meter. Jelas bukan mobilnya. Karena ia meninggalkan mobilnya asal di pinggir jalan sebelum naik taksi.

"Bagaimana caramu menemukanku? tidak ada yang tahu aku disini?"

Bayu tidak menjawab, namun tentu saja Jihan tidak bodoh.

"Harusnya aku tidak menyalakan ponselku tadi." lanjutnya.

Menghela nafas, Jihan bangkit. Tidak berjalan ke arah mobil Bayu melainkan ke arah lain. Banyu mengaktifkan alat komunikasi dan berbicara pada rekannya yang ada di mobil untuk mengikuti mereka dari jauh.

Bayu juga mengirim lokasi mereka pada tuannya. Karena sudah dipastikan dia tidak akan bisa membujuk Nyonya besarnya itu sendirian.

Jihan sadar Bayu mengikutinya. Dia tidak ambil pusing juga. Bayu tidak bisa memaksanya. Dia tidak akan berani menyentuhnya.

Jihan tahu, waktu tenangnya tidak banyak tersisa. Ia yakin Chris atau mertuanya sedang membawa si kecil Catrin untuk membujuknya pulang. Mereka sangat tahu kelemahannya saat ini, bahwa ia tidak bisa menolak keinginan anak itu. Jihan sadar, dia sudah terlanjur menyayangi anak tirinya. Selayaknya Azam, anak kandungnya.

.

Chris menghembuskan nafas lega saat mendapat pesan dari Bayu. Catrin masih di dalam gendongannya. Anak itu tertidur karena lelah menangis.

"Bagaimana?"

Chris menatap ibunya sesaat sebelum menjawab.

"Bayu sedang bersamanya."

"Ayo jemput menantuku!"

.

Disinilah mereka, duduk di restoran tepi pantai. Catrin tidak mau beranjak dari pangkuan Jihan sedikitpun. Bahkan saat Jihan hanya terus diam dan mengabaikan semua pertanyaan.

Ibu Chris ingin sekali bicara berdua namun Catrin tidak bisa di ajak kerja sama. Maka jadilah suasana amat canggung di antara mereka. Hanya ada denting sendok dan garpu.

"Mom, kita harus kembali. Ada__"

"Bagaimana kalau kita melakukan liburan kecil ke bali? jemput Azam juga. Sesekali kita perlu rekreasi." potong ibunya.

Chris menghela nafas. Ia jelas ingin pergi dari situasi ini. Chris juga sudah ada janji dengan rekan bisnisnya.

"Mom, beberapa menit lagi ada__"

"Arjun bisa menggantikan. Batalkan semua jadwalmu untuk tiga hari kedepan."

"Mom, apa - apaan!"

Ibunya meletakkan sendok dan garpu dengan kasar. Menatap Chris nyalang. Kedua mata yang memiliki bentuk sama itu saling melempar pandang tidak suka. Mereka benar-benar keras kepala.

"Duduk di kursimu sendiri Catrin."

Perkataan dengan nada sangat datar itu keluar dari bibir Jihan. Sontak kedua ibu dan anak yang tadi bersitegang menatapnya. Tampa bantahan ia menurunkan Catrin dengan kedua tangannya. Anak itu tampak memandang mamanya sendu. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Apa yang kamu lakukan?"

Jihan mengabaikan pertanyaan Chris yang sarat akan kemarahan. Bangkit berdiri dan berjalan keluar dari restoran. Merogoh ponselnya dan menelfon seseorang.

"Assalamualaikum Mer, kamu dimana?"

"Jawab saja ... "

"Hmm, aku segera ke sana. Assalamualaikum!"

Jihan mematikan sambungan dan masuk ke dalam salah satu taksi yang terparkir.

"Jalan, pak!"

"Maaf bu, tapi di depan..."

Jihan mengangkat wajahnya. Melihat dengan jelas Bayu dan beberapa pengawal pribadi keluarga mereka ada di sana. Berdecak kesal, ia melihat dari sudut matanya Chris sudah berdiri di sisi pintu mobil.

Jihan menurunkan kaca mobil, tidak ingin menoleh. Mau tidak mau Chris yang menurunkan harga dirinya untuk membungkuk.

"Singkirkan pengawal anda, Tuan!"

Sedikit tersentak dengan panggilan asing itu, Chris menggeram rendah.

"Keluar!"

Nada Chris rendah dan mengancam. Sayangnya Jihan tidak terpengaruh sama sekali. Tidak ada rasa takut seperti orang lain saat mendengar nada itu. Supir taksi bahkan sudah bergetar di kursinya.

"Saya memiliki keperluan pribadi, bisakah anda memakluminya, Tuan?"

Kali ini dengan berani Jihan menatap mata tajam itu dengan sinis. Mereka saling melempar tatapan untuk melihat siapa pemenangnya.

Menghembuskan nafas, Chris akhirnya mengalah. Ia menegakkan tubuhnya dan mundur selangkah. Memberi kode pada Bayu agar menyingkir.

Terpopuler

Comments

Yani

Yani

Di Cris bener" aya 😡😡 sampsai segitu emang salah apa Jihan ?

2023-08-16

0

suharwati jeni

suharwati jeni

seru.
suka sama ceritanya

2023-03-15

0

Haikal Ispandi

Haikal Ispandi

aku sukaa sipat perempuan yg tegas
gak silau hartaa,akusih yessss

2022-12-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!