4

Hari ini, genap sebulan ia menjadi menantu di rumah itu. Jihan disibukkan dengan kegiatan amal ibu mertuanya. Dia di serahi tanggung jawab memimpin yayasan amal. Toko pakaiannya ia serahkan pada sepupunya untuk diurus, ia hanya sesekali datang kesana saat luang.

Chris?

Masih sama dinginnya. Jihan tahu ibu mertuanya memberinya banyak kegiatan untuk menghindari kesedihannya. Mengalihkan perhatian atas sikap acuh anaknya. Meskipun sebenarnya ia sudah muak terus di abaikan.

"Kapan papa pulang, ma? kenapa keluar negeri lama sekali?"

"Cat rindu papa, hmm?" tanya sang nenek.

Mereka sedang ada di restoran untuk makan malam.

"Hmm! Papa sudah pergi seminggu, apa papa tidak ingat kita?"

Ya, Chris sedang ada di Vietnam. Cabang perusahaannya di sana mengalami masalah.

"Jangan begitu, sayang. Papa pasti juga rindu. Tadi nenek telepon katanya dua hari lagi pulang."

"Benar? Yey!"

Jihan tersenyum, sejujurnya ia sangat senang saat melihat kelucuan Catrin. Hanya saja kekacauan isi kepala dan hatinya membuat senyum itu tampak terpaksa.

Tidak ada komunikasi berarti melalui ponsel. Jihan kapok mengirimi pesan saat semua pesannya hanya di abaikan. Saat minggu kedua ia berusaha menarik hati suaminya. nyatanya ia tidak di anggap. Chris bahkan tidak membaca pesannya meskipun sedang online.

"Wah ... tidak disangka kita bertemu di sini, ibu Mesi."

Dua orang mendongak saat sebuah sapaan seorang wanita terdengar. Jihan tentu saja tidak kenal, tapi ibu mertuanya pasti kenal karena wanita itu menyebut namanya.

"Oh ... ibu Flo ... dengan anak anda?"

Mertuanya bangkit menyambut, menatap kenalannya ramah. Seorang laki-laki muda berdiri agak di belakang. Menatap Jihan tampa kedip.

"Iya ... Jouji baru saja pulang dari jepang. Aku memintanya menemani makan malam."

"Kenapa tidak bergabung saja? tidak apa kan, ji?" tanya mertuanya pada Jihan.

"Tentu ma."

Risih, tentu saja Jihan risih. Pria bernama Jouji yang kini duduk di hadapannya terus menatapnya. Bahkan kedua ibu di sana menyadarinya. Namun entah mengapa Jouji seakan tak peduli.

"Jou ... are you oke?"

Jouji menoleh sekilas pada mamanya sebelum menyuap makanannya. Menggangguk sebagai jawaban. Ibunya melirik Jihan dan ibu Chris dengan sedikit salah tingkah.

Pasalnya, mereka cukup di kenali dan berada di halayak ramai. Beberapa pengunjung lain bahkan terang-terangan memperhatikan.

"Ma, Jihan ke toilet sebentar," pamit Jihan.

"Ikut!"

Catrin ikut bangkit, namun Jihan membujuknya untuk tinggal karena takut terjadi apa-apa saat Jihan masuk ke bilik toilet.

"Kemana?" tanya ibu Jouji saat melihat anaknya bangkit setelah beberapa saat Jihan pergi.

"Cari angin mom."

Ibunya hanya menghela nafas. Jouji itu sangat pendiam. Hubungan mereka juga bukan jenis yang hangat. Karena Jouji besar bersama neneknya. Ibunya sibuk dengan karir keartisannya.

.

Jihan menghela nafas. Menatap pantulan wajahnya di kaca saat memcuci tangannya. Kekesalan jelas terlihat akan tingkah anak dari teman mertuanya itu.

Ketika membuka pintu, kekesalannya yang sempat menurun kembali naik. Keningnya berkerut dalam sesaat sebelum memasang wajah datar. Menemukan Jouji bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada.

Jihan hendak menghiraukannya. Sayangnya, pergelangan tangannya di tarik pelan namun dalam genggaman yang kuat.

Apa-apaan!

Jelas Jihan kesal. Ia menarik tangannya namun cengkraman itu malah menguat.

"Lepas!"

Jouji diam saja, ia hanya menatap ke bola mata kelam itu.

"Lepas, orang-orang melihat!" bisik Jihan semakin kesal.

"Bagaimana ... kamu bisa dengan gampang menikah dengan iblis itu?"

"Apa yang ... "

"Selamat datang di nerakamu. Jika butuh pertolongan, kamu bisa menghubungiku."

Tangannya di lepaskan, Jouji pergi dengan meninggalkan banyak pertanyaan di benak Jihan. Jihan membuka genggaman tangannya. Sebuah kartu nama, Jouji memang meletakkan sesuatu di tangannya sebelum pergi.

Jihan menunduk dalam, meninggalkan area dengan banyak mata yang memperhatikan.

.

Di perjalanan pulang, Jihan memikirkan perkataan Jouji tadi. Ia melirik ibu mertuanya yang duduk di sampingnya. Ingin bertanya, namun ragu-ragu. Akhirnya ia hanya termenung sambil mengelus kepalan Catrin yang tertidur di pelukannya.

"Cepat sekali berita menjadi viral,"

"Huh? berita apa, ma?"

"Tentang makan malam kita, tapi ... apa Jouji mengganggumu? ada beberapa foto kalian di media sosial."

Maka Jihan segera meraih ponselnya dan membuka instagram. Benar saja, akun-akun gosip banyak yang memelintir berita.

"Jouji itu ... "

"Dia seorang model pendatang baru disamping anak seorang aktris."

"Benarkah? saya jarang nonton televisi jadi tidak tahu."

Ibu mertuanya tersenyum.

"Jangan kawatir, ibu akan mengatasinya."

Jihan menghela nafasnya. Bagaimana bisa sebuah foto memunculkan banyak berita. Bahkan sebelum ia menikah sudah banyak yang tidak menyukainya. Dengan adanya gosip baru pasti akan menghancurkan namanya.

Dibalik kekawatiran itu, Jihan memikirkan respon Chris. Apa yang akan suaminya itu pikirkan?

Jihan berharap ia akan di tanyai, selayaknya suami yang akan meminta penjelasan. Alih-alih hanya diam, bahkan Jihan yakin, bahwa suaminya sama sekali tidak peduli. Keluarga ini punya kekuasaan, mudah bagi mereka mengendalikan pemberitaan.

.

Dua hari berlalu, Chris benar-benar pulang di malam harinya. Tepat ketika makan malam. Cutrin tentu saja menyambut ayahnya. Ibu mertuanya hanya melanjutkan makan.

Jihan?

Ia hanya duduk dengan kaku di kursinya. Tahu bahwa percuma jika ia menyapa, hal seperti yang lalu akan terjadi. Maka kali ini ia hanya diam saja. Seolah tidak ada yang datang.

Ibu mertuanya menatapnya sesaat, tampak tertegun dalam diam. Selanjutnya ia hanya membiarkan.

"Kita perlu bicara, temui aku di atas."

Jihan berhenti mengunyah, ia menggigit bibir dalamnya dengan gugup. Menoleh dan menatap punggung Chris yang berlalu.

Jantung jihan berdebar kencang. Ini pertama kalinya ia masuk ke dalam kamarnya dengan Chris juga disana. Chris berbalik, menatap Jihan tajam.

"Apa yang dikatakan Jouji padamu?"

Dingin dan tajam, sarat kekuasaan dan penuh intimidasi. Jihan bahkan bergetar di tempatnya.

"Tidak ada, hanya penasaran kamu bisa menikahiku."

Hening lama, membuat suasana tercekik yang menyiksa.

"Kalian saling kenal?" lanjut Jihan, memberanikan diri menatap mata tajam itu.

"Berhati-hati dengan langkahmu. Jangan membuat masalah di rumah ini."

"Aku__"

"Cukup patuhi dan mulai saat ini, berhenti datang ke kantor meskipun anakku yang meminta. Itu menggangguku."

Nyeri luar biasa. Rasanya hatinya di iris ribuan pisau. Bagaimana wajah itu mengatakan hal yang menyakitinya dengan tampa rasa bersalah.

Apakah ini neraka yang dikatakan Jouji?

Jihan termenung. Dia bingung, tidak tahu salahnya apa sehingga ia di perlakukan seperti ini. Chris melewatinya menuju pintu.

"Jangan melewati batasanmu, cukup menjadi ibu yang baik untuk Catrin."

Bunyi debuman pintu yang di tutup menyadarkan Jihan. Setetes, dua tetes sampai wajahnya basah oleh air mata. Jihan tetap berdiri di tempatnya. Ia baru menyadari pikirannya selama ini benar.

Maka, dengan cepat ia menghapus air matanya. Berjalan keluar kamar dan membuka pintu kamar sebelah dengan keras. Menatap Chris yang sedang duduk di belakang meja. Chris ternyata sudah menyulap kamar itu menjadi ruang kerjanya sekaligus.

Mata tajamnya mematap Jihan dengan dingin, ingin mengusir dengan kemarahan sebelum perkataan Jihan membungkamnya sesaat.

"Aku ini ... istri atau hanya pengasuh bagimu?"

Sudut bibirnya terangkat sedikit sebelum menjawab dengan kejam.

"Pengasuh anakku."

Hening

Jihan menurunkan pandangannya. Cukup tertegun dengan kenyataan yang menamparnya.

"Jadi ... kebaikan dan perhatianmu di awal hanya sandiwara? Wah ... bagaimana bisa aku terjebak oleh kalian?"

Sarat akan cemoohan. Jihan hanya menahan mati-matian air matanya. Sakit hati dan kemarahan membuat sorot matanya berubah dingin.

"Bukankah menguntungkanmu? aliran danamu lancar dan tugasmu hanya membesarkan Catrin. Bahkan ibuku memberimu kejayaan dan kehormatan."

"Bukankah islam melarang membantah suamimu? jadi patuhi aku dengan baik. Jika hal itu tidak cukup aku bisa mengalihkan beberapa saham atas namamu. Bukankah itu harga yang pantas?" lanjut Chris.

Jihan terkekeh sinis. Tidak menyangka dirinya di manfaatkan seperti ini hanya karena Catrin menyukainya.

Seharusnya kamu tidak membuatku menyukaimu. Jika hanya untuk Catrin. Bagaimana bisa sekejam ini?

Namun kata - kata itu hanya bisa ia telan sendiri. Cara orang-orang kaya ini mengambil keputusan berbeda dengan cara pikirnya.

"Lalu ... apa kamu pikir aku sepolos itu sehingga akan diam saja?"

Chris menatapnya sinis dan mencemooh.

"Memang apa yang bisa kamu lakukan?"

Pertanyaan itu membuat amarah Jihan meledak.

"Benar, aku menikahi iblis dan mulai saat ini aku harus bersiap dengan nerakaku. Sayangnya ... aku akan membawamu terbakar bersama." ucap Jihan dingin.

"Wanita sok alim sepertimu apa yang akan kamu lakukan? Perbuatan dosa adalah kelemahanmu."

Jihan menatap suaminya nyalang. Ingin sekali memaki namun ia masih ingat akan Tuhannya.

Maka, Jihan hanya menahannya. Berbalik dan keluar dengan bantingan pintu yang cukup keras.

Menyisakan Chris yang menatap lurus pintu yang tertutup. Ada desir aneh saat melihat sorot kemarahan dari netra kelam itu untuk pertama kalinya. Sorot mata yang tidak biasanya dari sosok wanita yang amat disayangi anaknya itu.

Terpopuler

Comments

Yani

Yani

Kejam banget kamu Cris

2023-08-16

0

Rusiani Ijaq

Rusiani Ijaq

wah sungguh kejam nih, tunggu aja gimana jika iblis bucin. mau lihat

2023-06-12

0

Kinay naluw

Kinay naluw

panteslah Jihan merasa di tipu lah di beri perhatian, di nikahi tapi di jadiin pengasuh anak.

2022-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!