"Jangan panggil tante dengan nama itu" kata Ares sambil menyuapi Yoni makan dari piringnya.
"Kenapa?" tanya Yoni dengan nada manja khas anak kecil, menatap papanya dengan tatapan mata penuh tanya.
"Kita bukan orang Korea!"
"Kita orang apa, Papah?" tanya Yoni sambil mengunyah.
"Kita orang beriman, kita orang Islam!" jawab Ares tenang. Sebenarnya, pria itu tidak masalah dengan panggilan yang disematkan oleh anaknya pada Naya, hanya saja, ia tidak tahu apakah Naya setuju atau tidak dengan panggilan itu,
"Hmm ..." Yoni menanggapi dengan acuh tak acuh, masih meneruskan makannya.
"Kata Kakak bilangnya, panggil Tante itu bagus! Kan, kakak yang bilangnya juga ..., Kakak!" kata Yoni lagi membela diri dengan kalimat yang rancu.
Wajah manisnya cemberut mengalihkan pandangan berkeliling, mencari keberadaan Naya.
"Gak ada, tantenya juga! Ayo makan!"
"Tante ... Mana tante Yoni?"
"Eh, itu bukan tantemu!" sahut Ares.
"Tantenya kerja, jangan menganggu!"
Yoni kembali mengedarkan pandangan. Sepertinya anak kecil itu tidak percaya dengan papanya yang mengatakan kalau Naya tidak ada. Entah ada ikatan apa yang muncul di antara anak tersebut dan Naya, orang yang sebenarnya cukup asing baginya.
Namun, bagi Yoni, sikap Naya adalah sebuah kehangatan yang berbeda, ia tidak pernah dekat dengan wanita dewasa atau orang lainnya, selain dari keluarganya seperti, nenek-nenek, para kakek, paman, papanya, dan juga Raya.
Semua orang yang mengetahui phobia, yang diderita Yoni akan memilih menghindari anak kecil itu, daripada menanggung akibatnya. Tidak sembarang orang bisa berdekatan dengannya, walau Yoni anak yang lucu dan menggemaskan, bagi kebanyakan orang.
"Ayo cepat makan, Papa mau ke kantor lagi!' kata Ares kembali memasukkan sesuap nasi ke mulut Yoni.
Kriing...! Tiba-tiba terdengar suara telepon dari balik saku celana Ares. Ia segera mengangkatnya dan menerima panggilan itu dengan wajah gelisah. Bahkan, lebih gelisah lagi begitu ia mengakhiri bicaranya ditelepon. laki-laki itu seperti terlibat dalam masalah.
Kebetulan Naya melintas pada saat yang bersamaan dengan Ares yang mengakhiri panggilan di teleponnya.
"Ajumma!" kata Yoni sambil menghamburkan diri dalam pelukan Naya.
"Siapa yang ngajarin panggil tante begitu?" jawab Naya sambil berlutut. Hingga ia bisa menatap secara dekat wajah imut Yoni.
"Kak Laya" jawab Yoni.
"Kak Raya ..?" kata Naya dan anak kecil itu mengangguk.
"Kamu tidak perlu mendengarnya Kalau kamu tidak suka dengan panggilan itu!" sahut Ares membenarkan ucapan Yoni karena masih cadel.
"Oh! tidak masalah Pak! Pasti kakaknya pandai bahasa Korea ya? Ajumma itu artinya tante!" kata Naya sambil tertawa kecil. Mengingat ia juga suka nonton drama Korea di televisi.
"Panggil tante saja ...!" kata Ares lagi, sambil mencubit kecil pipi Yoni.
"Tidak apa, Pak, biarkan saja kalau mereka suka!"
"Eum ... Maaf, bisa saya titip Yoni sebentar?" tanya Ares mengalihkan atensi Naya.
"Eh! Maksudnya gimana ya, Pak. Tapi saya ...!" jawab Naya ragu, ia berdiri dan mengalihkan pandangan ke arah Ares sejenak, lalu menatap ke arah dapur, Ia memikirkan pekerjaannya yang masih banyak.
"Iya, saya mengerti, kalau pekerjaan kamu pasti banyak! jangan kuatir! Saya akan minta izin dulu dengan Bu Nha!" kata Ares.
Laki-laki itu berlalu ke ruangan sebelah tempat yang sering digunakan pemilik restoran untuk beristirahat dan menghabiskan waktu luang bersama keluarganya, mengingat restoran itu menjadi satu dengan rumah pribadinya.
Ares membutuhkan bantuan Naya untuk menjaga anaknya karena ia harus pergi ke kantor dengan segera, dan ia harus memintakan izin untuk Naya. Karena Naya harus meluangkan waktu kerjanya untuk menjaga anaknya.
Restoran sederhana itu cukup luas dengan beberapa sekat dari tembok rendah, setinggi dada manusia dewasa. Dikarenakan dulunya hanyalah rumah pribadi, yang kemudian diperluas sesuai dengan berkembangnya restoran itu hingga menjadi besar.
Naya melihat ke arah ruang sebelah, tampak Ares sedang bercakap-cakap dengan bu Nha dan suaminya. Mereka tampak akrab, bahkan, percakapan mereka diselingi canda tawa.
Tak lama kemudian Ares kembali menemui Yoni dan Naya.
"Yoni, kamu disini dulu sama tante Naya, ya? Papa ada perlu keluar sebentar. Papa gak bisa bawa Yoni kesana, soalnya berbahaya!" kata Ares pada Yoni, ia berjongkok sambil mengusap-usap punggung anaknya.
Yoni sudah tampak mencebikkan bibirnya hampir menangis, tapi Naya segera menggendongnya.
"Sama Tante ya? Sudah izinkan saya kan, Pak?" tanya Naya pada Ares. Ia benar-benar menjaga pandangannya, dari laki-laki yang bukan muhrimnya.
Ares mengangguk.
"Maaf, ya. Saya jadi merepotkan!" kata Ares sungkan. Ia pun menatap Naya sekilas.
"Oh, iya! Gak apa, Pak! Asal jangan lama-lama, saya nggak enak sama Bu Nha!" jawab Naya.
Setelah kepergian Ares, Naya membawa Yoni duduk disalah satu meja berbentuk bundar, di sudut ruangan. Lalu melepaskan tas kecil dari punggungnya, dan menyimpan tas berisi perlengkapan kebutuhan Yoni itu di sana.
Yoni tampak tenang, tapi masih melihat kepergian papanya, dengan tatapan tak terima kalau dirinya ditinggalkan.
Kedua manusia itu pun asyik bermain dan bercerita, hingga lebih dari satu jam lamanya. Anak kecil itu terlihat mengantuk. Naya mencoba menidurkannya dalam pangkuannya.
"Anak Pak Ares, akhirnya tidur juga!" kata Bu Nha, yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.
"Bude kenal ya, sama Papanya Yoni. Kok keliatannya akrab?" tanya Naya.
"Kenal. Dia kerja kontak di perusahaan Mitra Air Bersih yang di jalan sebrang, di jalan Sudirman!"
"Oh!" jawab Naya.
"Cuma, oh? Gak penasaran, kamu Nay? Orangnya ganteng, kan?"
"Bude, saya ini masih punya suami! Gak berminat sama laki-laki lain, ganteng atau tidak, gak ada pengaruhnya, kecuali artis!" kata Naya sambil tertawa.
"Aku juga punya suami, tapi ya tetep aku bilang pak Ares itu ganteng. Duda kaya lagi!"
"Terus, buat apa tau, soal dia duda atau bukan, Bude? Gak ada gunanya juga lah, buat saya!"
"Kamu ini, Nay? Gak punya niat apa balas suamimu? Dia udah nyia-nyiain perempuan sebaik kamu!"
"Balas apanya, Bude? Bang Rudian gak berbuat macam-macam kan? Kenapa harus di balas?"
Dalam hati wanita paruh baya itu menyesal karena ternyata, Naya masih belum tau kebenaran tentang suaminya. Padahal, setahu dirinya, Rudian menyembunyikan seorang perempuan simpanan yang jauh lebih seksi dari istrinya.
"Iya sih! Kalau perbuatannya baik, ya dibalas dengan baik juga. Kamu ini polos banget ya, Nay," kata bu Nha.
Sepertinya wanita itu tahu sesuatu. Ia kenal dengan keluarga Sarita, karena ibu mertua Naya itu adalah temannya, jadi wajar kalau ia tahu tentang keluarganya.
Kring...! Suara ponsel Naya berbunyi mengagetkan mereka berdua.
Naya segera mengangkatnya agar tidak membangunkan Yoni. Ia melihat ID yang melakukan panggilan, itu panggilan dari Rudian.
"Halo, Bang?" sapa Naya setelah menempelkan telepon ditelinga, suaminya yang menghubunginya. Sedangkan bu Nha beranjak meninggalkannya.
"Hari ini aku gak kerja lagi. Masih demo di pabrik! Jadi, sekarang masih mogok kerja!" kata Rudian dari balik telpon.
"Oh, jadi sampai kapan demo terus?"
"Mana kutahu. Oh iya, cepat pulang! Nanti ibu mau mampir ke rumah, jadi jangan lupa bawa makanan sekalian, kita makan malam bersama mumpung ada ibu!"
"Iya, Bang! Tapi jemput aku ya, jam tiga!"
Telepon ditutup setelah Rudian menyanggupi untuk menjemput Naya.
Hari sudah cukup siang, jam makan siang sudah tiba. Suasana restoran sudah mulai ramai. Naya masih duduk di meja yang terdekat dengan dapur. Tangannya sudah terasa agak pegal, karena ada Yoni dalam pangkuannya. Tubuh Yoni yang montok terasa lebih berar saat tidur.
"Maaf, ya. Saya lama!" tiba-tiba Ares datang dan berkata pada Naya, hingga mengagetkannya..
Setelah menegur Naya seperti itu, Ares berlalu dari sana. Ia membawa satu buah paper bag, berjalan kearah bu Nha yang duduk dimeja kasir, menyerahkan tas itu padanya. Lalu kembali mendekati Naya.
"Apa Yoni rewel?" tanyanya sambil membereskan tas Yoni.
"Tidak, dari tadi main terus dan mewarnai, tadi sudah minum susu, terus tidur!" kata Naya menjelaskan.
"Terimakasih, saya tadi meninjau dilapangan, ada masalah. Jadi repot kalau harus bawa Yoni!" kata Ares.
Yoni terbangun, mendengar suara papanya. Anak kecil itu merengek sebentar dan merentangkan tangan minta digendong papanya. Wajahnya masih lesu dan masih terlihat mengantuk. Ares membawa Yoni dalam gendongannya. Lalu pamit setelah mengucapkan terimakasih pada Naya. Ia harus segera kembali ke kantor.
Naya tidak lagi memikirkan Yoni, ia kembali fokus bekerja melayani pembeli yang mulai ramai memenuhi restoran. Para pelanggannya lebih banyak para pegawai pabrik dan kantor juga para pekerja lainnya. Restoran itu dekat dengan lingkungan perusahaan dan juga perkantoran serta swalayan besar. Tempat yang strategis untuk memenuhi kebutuhan makan siang.
Sementara Ares menuju tempat parkir sambil menggendong Yoni.
"Ya Allah, seandainya ada wanita seperti dia yang bisa selalu menjaga anakku seperti tadi," batin Ares saat sudah menjalankan mobilnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ya memang ada, ares. itu naya kan cocok dengan yoni.
2023-04-03
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
PPLP?
2023-04-03
2
Ujung Pena
❤️❤️❤️❤️
2022-03-07
9