Gadis remaja yang bernama Raya itu melempar pandangannya pada Ares, dan ayahnya itu membalas tatapan anak sulungnya sambil mengendikkan bahu, seolah memberi isyarat bahwa, ia pun tidak tahu mengapa anak bungsunya yang bernama Yoni, tidak mengamuk saat berdekatan dengan Nayana, yang notabene adalah orang asing. Biasanya, Yoni akan tantrum jika didekati siapa saja selain orang dari keluarganya.
Namun, interaksi antara Naya dan Yoni saat itu tidak membuat anak kecil itu bereaksi secara berlebihan.
Naya, menatap wajah Yoni dengan intens, meraih tubuh kecil dan montok itu ke dalam pangkuannya.
"Kamu lucu banget, sih? Jadi, siapa namamu?" tanya Naya lembut. Ia duduk di jajaran kursi tak jauh dari meja Ares dan Raya.
"Nayoni!" kata gadis kecil itu membalas tatapan Naya.
"Eh, nama kita mirip ya? Nama Tante Nayana. Kamu Nayoni!" kata Naya sambil tertawa kecil.
"Apa? Nama Tante Nayana? Sama apanya? Jelas-jelas beda!" sahut Raya sambil melirik pada Ares-ayahnya, ia berharap laki-laki itu tidak marah atas komentarnya.
"Yoni, sudah makan?" tanya Naya, mengabaikan kelakar Raya, ia tahu anak itu bersaudara karena wajah mereka mirip.
"Belum dihabiskan. Ayo sini, Yoni! Habiskan makananmu!" kata Ares, sambil menunjukkan piring Yoni yang masih utuh.
"Oh, belum makan ya? Ayo, makan sana, bisa sendiri kan?" tanya Naya dan Yoni menggeleng.
"Wah, masih disuapin? Ayo sini, tante suapin!" kata Naya sambil menurunkan Yoni dari pangkuannya. Berniat menyuapi Yoni, karena ia juga merasa tidak terlalu sibuk. Apalagi anak itu sangat lucu hingga ia tertarik untuk mengasuhnya sebentar saja.
"Tidak usah! Biar makan sendiri saja!" kata Ares sudah menggamit tangan Yoni dan mendudukannya dikursi dekat Raya.
"Jangan ganggu orang! Tantenya mau kerja!" kata Ares tanpa melihat pada Naya yang terlihat kecewa, ia tahu Naya adalah pegawai di sana karena melihat seragam yang dikenakannya.
"Emang tante kerja ya, disini?" kata Yoni sambil menyuap nasi kemulutnya. Naya mengangguk dan tersenyum, kemudian pergi ke dapur.
Raya menatap kepergian Naya dengan senyum samar. Ia meletakkan ponselnya dan menghabiskan sisa air putih dalam gelasnya.
"Papa, bukankah tante itu cantik? Apa Papa tidak tertarik?" katanya.
Mendengar kata-kata Raya, Ares mengerutkan alisnya. Anak pertamanya ini memang pendiam, jarang bicara sejak kepergian mamanya, tapi sekali bicara ia akan mengeluarkan kata-kata pedas atau ceplas ceplos semaunya.
Sudah beberapa bulan ini Ares menjadi pelanggan di restoran sederhana yang menjadi tempat bernaung bagi Nayana dan beberapa karyawan lainnya. Akan tetapi ia merasa kalau Naya tidak pernah menganggapnya ada. Baginya, Naya hanya lah pelayan restoran biasa yang juga memperlakukan para pelanggannya dengan biasa pula.
Tentu saja Ares tidak pernah memperhatikannya, apalagi Naya juga sejak bicara dengan Yoni tadi menganggapnya seperti udara, yang tak terlihat. Mungkin karena wanita berjilbab itu sangat menjaga harga dirinya sebgai muslimah atau wanita yang bersuami. Sehingga ia tidak berinteraksi dengan lawan jenis secara berlebihan.
"Mana ada itu! Kita kenal saja tidak! Ada-ada aja kamu!" jawab Ares, sambil menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak tau harus berkata apa, karena ia memang tak pernah memperhatikan Naya, walau sering makan di sana.
Kalau ia datang, biasanya hanya memesan, duduk menunggu sambil menatap layar ponselnya, setelah hidangan tersedia, ia langsung menyantapnya tanpa banyak bicara. Ia sama sekali tak pernah melihat siapa yang sudah menghidangkan makanannya.
"Tapi Yoni tidak muntah waktu dipegang sama Tante itu! Anak manja ini tidak nangis, tidak ngamuk waktu dipangku sama tante itu, apa Papa tidak penasaran sama semua itu?" kata Raya.
"Apa kamu sudah selesai makan? Suapi adikmu! Jangan bicara hal aneh lagi!"
"Aku tidak mau! Biar anak manja ini makan sendiri?" kata Raya, dan kembali meraih ponselnya.
"Papa ..!" kata Yoni, dipipinya banyak sekali nasi yang menempel, tapi makanan di piringnya hampir habis, meski berantakan di meja itu.
Ares membereskan makanan anaknya, lalu menyuapinya makan sampai habis dengan sabar. Anak kecil itu tak henti-hentinya berceloteh dengannya.
"Hei, yoyo!" panggil Raya pada adiknya.
"Panggil nama adikmu dengan benar. Yoyo itu nama mainan!" kata Ares sambil merapikan Yoni, mereka sudah selesai makan, dan bersiap hendak pergi.
"Sstt..! Yoyo! Panggil Tante itu ajumma. Apa kamu tahu, Tante itu bisa jadi ibumu! Soalnya kamu tidak kumat, kan?" kata Raya pada Yoni sambil berbisik agar tidak didengar oleh ayahnya yang sedang membayar makanan mereka di kasir.
Saat itu Raya melihat Naya yang sedang mengelap satu meja tak jauh dari tempatnya berdiri,
Yoni diam tanpa ekspresi, anak kecil polos itu tentu tak tahu apa maksud kakaknya dengan kata-kata kumat dan orang yang bisa menjadi Ibu. Selama ini, anak kecil itu pun tak tahu kalau dirinya menderita alergi atau phobia terhadap orang asing. Ia akan kumat jika berdekatan dengan orang yang belum pernah dekat dengannya.
Raya kembali mengarahkan pandangan Yoni pada Naya. Lalu, dia membawa Yoni mendekatinya dan meminta agar Yoni mau digendong Naya.
Yoni menurut, lalu ia mendekati Naya dan menarik roknya. Tingkah anak kecil itu membuatnya merasa terusik. Lalu, Naya menoleh kebelakang, dan mendapati Yoni yang sedang memegangi roknya.
"Eh, ada anak manis disini ..., ada apa, Sayang?" kata Naya seraya berjongkok, mensejajarkan tubuh pada Yoni sambil tersenyum dan mengusap rambut kuncirnya.
"Apa, kamu mau pulang?" kata Naya lembut. Yoni pun mengangguk.
"Hemm ...!" Naya mencium pipi gembil Yoni, "Hhati-hati di jalan, ya? Besok kesini lagi!" kata Naya, dan Yoni tersenyum lucu padanya.
Adegan itu dilihat oleh Ares dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan, ada rasa heran campur takjub dibuatnya. Sungguh hal langka kalau Yoni tidak muntah-muntah disentuh Naya. Biasanya, alerginya kambuh setiap kali disentuh orang yang baru saja ditemuinya.
"Benarkan, Pa. Anak manja itu tidak kumat disentuh tante itu!" kata Raya begitu Ares berdiri didekatnya, bersiap-siap pergi menuju mobil. Lalu, setelah semua orang masuk ke mobil, mereka pergi dengan cepat dari restoran itu.
___
Hari sudah hampir mendekati waktu ashar, saat Naya sudah menyelesaikan pekerjaannya dan ia bersiap untuk pulang. Jadwal ship siangnya sudah selesai. Ia segera berpamitan dengan pemilik restoran atau Bos-nya, sebagai bentuk kesopanan.
Sampai di pinggir jalan, ia berniat menaiki angkutan umum seperti biasanya. Rudian tidak bisa menjemputnya, karena suaminya itu juga sibuk bekerja. Ia akan menjemput Naya kalau ia menjalani ship sore saja.
Tiba-tiba sebuah mobil minibus keluaran brand ternama berhenti di depannya. Salah satu jendela kaca mobil terbuka perlahan dan sebuah wajah muncul disana.
"Tante mau pulang? Ayo bareng!" kata Raya, ia terlihat tersenyum ramah dari balik jendela yang terbuka.
Naya melihat hal ini tak percaya, kok bisa kebetulan seperti ini, baru saja mereka bertemu saat makan siang tadi.
"Ayo, gak apa biar sekalian, siapa tahu kita satu arah!" kata Ares dari balik kemudi.
Walau agak ragu, Naya tetap masuk ke dalam mobil. Setelah duduk di samping Raya, ia melihat Yoni yang tengah tertidur. Ia tersenyum dan membelai pipinya dengan lembut. sementara mobil terus melaju.
"Dimana rumahmu?" tanya Ares tanpa melirik Naya, pandangannya lurus ke jalanan.
Naya menunjukkan alamat dan jalan yang mengarah pada perumahan tempatnya tinggal bersama suaminya. Rumah yang jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain berhimpitan, hanya terbatas bata saja dan halaman yang kecil.
"Tante seneng ya, lihat Yoyo?" kata Raya mencoba memecah kesunyian.
"Yoyo, siapa Yoyo?" tanya Naya heran.
"Yoni,.Tante, maksudnya?" jawab Raya sambil tertawa. Mereka baru saja kenal, tapi sudah terlihat akrab.
"Oh! Kalau tante punya anak, pasti sudah sama besarnya dengan Yoni!" kata Naya, sambil melirik anak kecil di sampingnya.
"Oh! Jadi, Tante belum punya anak?"
"Belum!"
"Oh!"
Tak membutuhkan waktu lama, Naya menghentikan mobil Ares dan mengatakan kalau mereka sudah sampai rumahnya.
"Terimakasih, Pak" kata Naya begitu turun dari mobil. Ares hanya mengangguk dan Raya tersenyum tipis. Ia yang sudah berinisiatif pada ayahnya untuk mengajak Naya ikut serta, saat ia melihat perempuan itu berdiri di jalanan dan terlihat sedang menunggu angkutan umum.
Saat Naya baru saja menginjakkan kaki di teras rumahnya, ada sebuah suara yang mengagetkan dirinya.
"Siapa itu tadi?" tanya sebuah suara dari belakang Naya, begitu mobil Ares telah menjauh.
"Bukan siapa-siapa. Jangan salah sangka! Orang itu cuman mengantarku pulang tadi, kebetulan kita searah!" kata Naya setelah menoleh kebelakang dan melihat Rudian--suaminya, berdiri di dekat motornya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Hajime Nagumo
bukankah cemburu itu tandanya cinta
2021-12-14
10
El_Tien
gitu laki-laki ya...
2021-10-27
13
Suharnik
Jangan salah faham dulu Rudian, belum apa2 udah cemburu duluan
2021-10-27
14