Naya berjalan mendahului Rudian masuk ke dalam rumah, menyimpan tasnya di sofa dan menghenyakkan tubuhnya disana. Ia menatap Rudian yang juga menatapnya dengan tajam, lalu duduk di hadapannya.
"Apa kamu berbohong padaku? Mana mungkin orang yang bukan siapa-siapa, tapi mengantarmu pulang? Kok, aku curiga!" katanya.
"Kenapa harus curiga? Kok, tumben, Abang sudah pulang, biasanya maghrib baru pulang?" tanya Naya mengalihkan pembicaraan dan malas membahas soal Ares--orang yang mengantarnya pulang.
"Jangan mengalihkan perkataanku! Pasti ada yang kamu sembunyikan, kalau tidak, buat apa kamu mengelak?"
"Aku tidak bohong, Bang ...! Yang mengantarku tadi, pelanggan di restoran, dia namanya Raya, dia perempuan, Bang! Aku juga tidak kenal sebelumnya! Tapi aku baru kenal sama anaknya!" kata Naya tersenyum tipis, mengingat wajah Yoni yang lucu.
"Berarti kamu sering ketemu, dong. Awas saja kalau kamu selingkuh!"
"Apa maksud, Abang? Aku tidak akan melakukan perbuatan keji atau berzina, Bang! Aku tahu itu dilarang dalam agama. Naudzubillah ... Astaghfirullah," kata Naya, sambil melangkah ke kamar mandi.
"Aku hanya mengingatkan, Naya! Jangan berbuat macam-macam, hanya karena kamu tidak suka dengan permintaan ibu, soal poligami, lalu kamu begitu ...!" kata Rudian dengan suara keras, ia masih tetap duduk di sofa.
Naya menghentikan langkahnya. Ia kembali menghampiri Rudian, dan membungkukkan badan kearahnya.
"Apa maksud Abang, apa kata-kata ibu yang bisa membuatku tidak suka? Apa Abang benar-benar mau poligami?"
"Itu... Ya... itu kan, ibu yang minta aku buat menikah lagi!" kata Rudian tanpa ekspresi.
"Oh, ya! Bang, walau aku tidak suka, tapi aku tidak akan selingkuh! Apa Abang curiga oadaku, atau berusaha menutupi sesuatu?" Naya berkata sambil menegakkan badannya lagi, hatinya mulai panas.
Rasa lelah setelah bekerja belumlah sirna, tapi kepulangan suaminya yang diluar kebiasaan justru membuat mereka bertengkar.
Sebenarnya hubungan rumah tangga mereka baik-baik saja selama empat tahun, hanya dua tahun belakangan ini yang membuat rumah tangganya mulai dipenuhi banyak masalah, terutama soal anak.
Panggilan Sayang yang selama ini melekat sebagai panggilan kesayangan pada Naya, pun mulai tak terdengar lagi dari mulut Rudian akhir-akhir ini.
"Sudahlah, aku sebagai suami hanya mengingatkan saja, Naya!"
"Atau jangan-jangan, Abang cemburu?"
"Buat apa aku cemburu. Aku hanya benci melihatmu diantar laki-laki lain. Kupikir kamu mendahuluiku selingkuh, padahal aku belum memulainya!" kata Rudian pergi mendahului Naya ke kamar mandi dan menutup pintunya.
"Apa, jadi Abang berniat selingkuh? Istigfar Bang. Istigfar!"
Dok! Dok! suara pintu kamar mandi digedor Naya, meluapkan rasa kesalnya.
"Bang! Apa itu tadi maksudnya, mendahului selingkuh, bahkan sebelum memulai. Apa kanda benar-benar selingkuh? Tapi bukankah menikah lagi lebih baik dari pada berbuat kotor seperti itu? Bang!"
"Ahk ... Tidak, tidak, keduanya tidak ada yang lebih baik! Memangnya siapa Abang mau beristri dua? Ingat, Bang! Penghasilan kita itu pas-pasan!"
Rudian diam di kamar mandi, ia tidak bergeming walau Naya mengoceh di luar pintu sambil berteriak padanya.
-
Sementara di dalam mobil Ares.
"Papa, bukankah aneh, kalau Yoni tidak kambuh?" Tanya Raya masih dengan rasa penasarannya.
"Tidak aneh. Mungkin memang ada beberapa orang asing, yang tidak membuat Yoni mual atau marah!"
"Menurutku ini aneh. Dasar anak manja. Kenapa harus punya alergi seperti itu, apa karena dia tidak punya ibu sejak lahir?"
Ares tak menjawab, menurutnya kejadian antara Naya dan Yoni hari ini hanya kebetulan.
Andai saja ada diantara baby sitter yang pernah bekerja padanya, bisa seperti Naya, yang tidak membuat alergi pada anaknya. Maka ia tidak akan kerepotan seperti sekarang kalau tidak ada ibunya. Ia harus mengantar dan menjemput Raya sekolah, sedangkan, ia juga harus mengurus Yoni jika bekerja.
Biasanya, yang menjaga Yoni adalah ibunya. Namun hari ini, ibunya, Rasti, sedang berada di luar kota menengok keponakannya yang baru melahirkan. Biasanya Yoni selalu diasuh olehnya, karena hanya ibunya lah yang cocok mengasuh Yoni. Anak perempuannya itu baik-baik saja selama bersama neneknya.
Ares, sudah menyerah untuk mencari pendamping yang bisa mengurus anak-anaknya. Bukan karena ia sudah tidak memiliki keinginan terhadap perempuan, tapi kondisi anaknya lah yang memaksanya menyerah. Walaupun, ia sendiri lelah, harus mengurus keluarga dan pekerjaan tanpa bantuan seorang pembantu atau pasangan, tapi ia masih baik-baik saja dan sanggup mengurus mereka.
Menyerah bukan berarti kalah, tapi seandainya ia masih bisa menemukan wanita yang memang bisa beradaptasi dengan Yoni, tentu ia pun ingin menjadikannya sebagai istri.
"Papa tidak penasaran dengan Tante tadi? Papa, aku pikir, Tante itu _ _ " ucapan Raya terputus.
"Hus. Diam, jangan lagi ngomongin orang!" Ares menyela anaknya.
Seketika suasana di mobil itu menjadi hening, sampai mereka tiba di rumah.
-
Sementara itu di tempat yang berbeda. Naya sedang melanjutkan kegiatannya memasak untuk makan malam bersama suaminya. Begitulah aktifitasnya di sela-sela waktunya bekerja. Saat ia mendapat shift pagi, maka ia bisa memasak untuk makan malam. Tapi saat ia mendapatkan ship sore, maka hanya bisa memasak sarapan.
Suasana masih kaku dan canggung, setelah pertengkaran tadi dengan suaminya. Aroma kemarahan masih menyelimuti hati mereka berdua. Rudian benar-benar tak suka melihat istrinya diantar seorang pria. Apalagi laki-laki yang mengantar Naya pulang tadi, terlihat lebih baik dari dirinya.
Ini pertama kalinya Rudian melihat Naya diantar seseorang menggunakan mobil pribadi. Biasanya ia hanya menggunakan ojek, atau angkutan umum lainnya.
Saat makan malam, Rudian masih penasaran dengan kejadian itu, tapi wajah Naya terlihat enggan membahasnya. Jadi, ia memilih membicarakan topik lain.
"Tadi, ada kejadian di pabrik, karyawan pada demonstrasi minta kenaikan gaji. Jadi, mereka mogok kerja masal! Makanya aku pulang lebih awal" katanya panjang lebar.
Pernyataan Rudian itu membuat Naya heran, ia pun bertanya, "Kalau memang ada waktu, kenapa tidak menjemputku?"
"Itu juga mau jemput. Eh, ternyata sudah ada laki-laki lain yang nganter. Wajar, kan, kalau aku kesal?"
"Maaf! Tadi itu anaknya yang ngajak bareng, aku sudah nolak, tapi anaknya yang maksa!" kilah Nayana.
"Wah, kamu akrab ya? Sudah lama kenal?"
"Eh, aku sudah bilang, baru saja kenal sama anaknya hari ini!" kata Naya cemberut, "Sudah, aku malas membahasnya ... Buat apa dijelaskan kalau Abang tidak percaya?"
"Terserah! Kamu sudah tahu, kan, mana yang baik mana yang buruk?" kata Rudian, menyudahi makan malamnya.
Naya mengangguk.
"Abang juga dong, harus hati-hati! Di pabrik banyak cewek cantik, dulu teman-temanku waktu masih kerja di pabrik juga begitu, kalau orang yang tidak kuat-kuat iman, bisa mudah terjerumus dan tergoda!"
Mendengar kata-kata Naya, Rudian tiba-tiba terbatuk-batuk. Naya menyerahkan air minum dan menepuk-nepuk punggung suaminya lembut.
"Oh, iya! Malam ini aku ada perlu, Tio mengundangku main catur dirumah barunya. Jadi gak usah nunggu aku pulang, tidur duluan saja!" kata Rudian sambil menggeser kursi dan meninggalkan meja.
"Cuma mau main catur, Bang?"
"Ya! Kan cuma main catur, bukan main perempuan! Aku mungkin pulang malam."
Naya mengerti, ini sudah jadi kebiasaan suaminya beberapa bulan terakhir, pergi bersenang-senang dengan teman-temannya. Kalau sudah bilang seperti itu, artinya Naya akan tidur sendiri sampai lewat tengah malam, dan tidak perlu menunggu suaminya pulang.
"Aku bawa kunci cadangan, kamu tidur lebih awal, ya!" kata Rudian sambil berlalu, menyalakan sepeda motor yang baru saja lunas cicilannya. Lalu, pergi meninggalkan Naya sendirian.
Setelah Rudian, wanita itu langsung kembali ke dalam, dan memberskan sisa makan malam mereka. Besok, ia harus segera pergi bekerja pagi-pagi sekali, hingga semua pekerjaan rumah, harus ia bereskan di malam hari. Terkadang Naya mencicil meracik masakannya dimalam hari, hingga setelah subuh, ia bisa dengan cepat membereskan masakan untuk sarapan.
"Ya Allah, beri aku kesabaran, apa keadaan rumah tangga yang sudah lama terbina, akan sama seperti ini juga. Tidak ada lagi keromantisan di dalamnya?" gimana Naya pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba ada perasaan tidak enak, selain itu ada juga rasa diabaikan oleh suaminya yang tidak tahu kerepotannya setiap hari.
Ia tetap harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, tapi ia juga harus mengurus rumah dengan segala perintilannya seorang diri, seolah semua bukan kewajiban suami. Lalu, apa sebenarnya fungsi suami dalam rumah tangga kalau seperti ini, bukankah lebih baik hidup sendiri?
"Rasanya sama saja kalau aku hidup seorang diri tanpa suami!" katanya.lagi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sudah mulai ada kejenuhan. coba di refresh lagi.
2023-04-01
1
Hajime Nagumo
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-03-29
10
Hajime Nagumo
jangan salah sangka
2021-12-12
12