"Kak Mar, tumben banget nyantai gitu? Emang udah beres tugas kuliahnya?"
"Masih sibuk gila! Sekarang lagi mager aja. Paling nanti bakal kerjain lagi pas kamu udah berangkat ke sekolah."
Tak lama terdengar suara pintu mengetuk berulang kali.
"Day...!! Boleh masuk enggak?"
"Maaf, tapi disini enggak ngasih sumbangan! Coba ke tempat lain aja!" Martha menjawab pertanyaan Nicole sambil menahan tawa.
Tanpa bertanya ulang, Nicole membuka pintu dan kesal dengan kelakuan Martha.
"Kak Martha pikir aku apaan? Orang yang minta sumbangan bencana? Day, ajari kakakmu agar tidak suka menjahili orang lain!" Nicole berbicara dengan raut muka yang justru membuat Martha semakin antusias menggodanya.
"Biarin aja. Dia palingan cuma menjadikanmu korban sebagai pengalihan rasa penatnya selama mengerjakan tugas kuliah."
"Sibuk banget ya Kak Mar? Terus kapan dong kita bisa main badminton bareng-bareng?"
Nicole sedikit kecewa tahu Martha sibuk dengan tugas kuliahnya. Padahal biasanya Martha juga ikut gabung ke gedung badminton di sekolah, mengingat dia juga salah satu alumni disana yang pernah tergabung dalam anggota ekskul badminton. Yah, bisa dibilang Martha adalah salah satu senior yang aktif di gedung badminton sekolah selama ini.
"Sabar sabar... Seminggu doang.. Setelahnya aku bakal perang melawanmu dan Frey. Cuma kalian berdua yang staminanya bener-bener gila."
"Stamina gila apanya. Kemarin aja ngeluh badan sakit semua. Aku sama Ren jadi repot ngurusin dia. Tapi tetep aja ga kapok! Masih pingin terus-terusan lawan Frey. Emang kalau jodoh susah dipisahnya."
"Jodoh apanya. Tiap ketemu marah mulu, nantangin mulu." Nicole menolak pendapat Daylon dan juga Martha.
"Sok-sok an enggak suka. Padahal mah aslinya—," Kak Martha masih terus menjahili Nicole.
"Terserah aja dah... Jodoh enggak ada yang tau juga. Ya kan Day?" Balas Nicole sambil memberi isyarat kepadaku.
Daylon yang bingung dengan maksud perkataan Nicole, langsung membalas perkataannya.
"Ha? Maksudnya?"
"Siapa namanya? Arlenia kan?" Jelas Nicole sambil tiba-tiba merangkulku dari samping.
"Ehh? Daylon? Deketin cewek? Enggak mungkin. Udah berapa cewek yang dia cuekin selama ini, dan dia ternyata bisa tertarik ke cewek? Jadi penasaran sama si Arlenia ini jadinya." Martha menanggapi seolah tidak percaya dengan perkataan Nicole.
Daylon kesal kenapa Nicole membawa-bawa Arlenia dalam topik pembicaraan ini.
"Aku tinggal dulu, Kak! Semua ruangan udah aku bersihin juga. Enggak perlu bawain bekak juga."
"Oke Day..! Eh Nic, yang sabar ya! Nanti kalau semua udah beres, kita main ganda kayak biasanya. Aku, Frey lawan kamu sama Daylon."
"Oke! Santai aja, Kak Mar!"
Dalam perjalanan, Daylon dan Nicole saling bercerita dengan penuh tawa layaknya dua orang sahabat pada umumnya. Seakan-akan mereka tidak peduli apa yang dipikirkan orang lain ketika mereka tertawa seperti itu.
"Eh Day.. Jemput Ren dulu apa enggak?"
"Oh jadi ini alasanmu menjemputku lebih pagi dari jam berangkatku biasanya? Oke, boleh deh."
Nicole merasa kalau dia ingin sekali sesekali berjalan bersama ketiga sahabatnya itu. Sudah cukup lama semenjak Daylon disibukkan dengan persiapan lomba badminton nasional dengan mengajukan Nicole, Frey, Ren, dirinya, dan juga beberapa anggota badminton lainnya. Sementara itu Ren juga sedang disibukkan dengan persiapan mengikuti tes JLPT (tes untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi dalam bahasa jepang), karena Ren bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke Jepang sekaligus ingin menjadi pengajar bahasa indonesia di sana. Nicole sendiri juga harus terus belajar untuk mengejar beasiswa kuliah di Jerman. Karena itulah, Nicole merasa bahwa mereka tidak akan selalu bersama lagi seperti saat ini, dan harus sesering mungkin bersama selagi masih ada waktu.
Kira-kira masih selisih sepuluh rumah dari rumah Ren berada. Perasaan Daylon kembali merasakan hal yang sama ketika melihat perempuan keluar dari sebuah rumah yang cukup megah baginya. Merasa tidak asing, Daylon langsung nemanggilnya.
"Len?!"
Arlenia yang mendengar panggilan Daylon menoleh untuk beberapa saat kemudian memalingkan kembali wajahnya ke depan. Entah kenapa dia bersikap seperti itu kepada Daylon. Tak lama kemudian, Arlenia memberi isyarat agar berbicara agak jauh dari rumahnya saja. Daylon dan Nicole kemudian mengikuti instruksi yang diberikan Arlenia dan berjalan hingga menjauhi rumah Arlenia.
"Kenapa harus disini, Len?"
Arlenia hanya diam saja sambil memegang lengannya. Daylon kemudian mencoba memegang bahu kirinya, dan dia terlihat kesakitan saat disentuh. Karena penasaran, Daylon tanpa sadar langsung menyingkap lengan baju Arlenia dan terlihat ada bekas luka di sekujur lengannya.
"Len?!! Kenapa bisa begini!"
Arlenia tidak bisa menahan tangisnya setelah mendengar perkataan Daylon hingga air mata pun mulai menetes satu per satu. Nicole langsung menarik Daylon sejenak, dan berbisik kepadanya.
"Sepertinya ada masalah antara dia dan keluarganya. Apa dia cerita soal hal ini sebelumnya?"
"Tidak sama sekali."
Daylon kemudian mendekati Arlenia dan menatap kedua matanya dengan lembut.
"Len.. Kamu bisa cerita semua kepada kami. Kebetulan rumah teman kami, Ren, dekat dengan rumahmu. Kamu bisa bercerita setelah bertemu juga dengan Ren. Kita juga bakalan bantu mengobati luka-lukamu itu."
Arlenia hanya mengangguk mendengar perkataan Daylon. Nicole pun hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan oleh Daylon. Nicole sendiri tidak pernah berpikir kalau masalah Arlenia bisa sampai dengan keluarganya juga.
Daylon, dan Nicole kemudia memanggil Ren di depan rumahnya.
"Eh tumben banget kalian datang men—"
Ren menghentikan perkataannya setelah melihat Arlenia terlihat usai menangis dan sedang bersama kedua sahabatnya itu.
"Kalian masuk saja ke dalam. Sekalian aku buatin teh." Ren langsung berinisiatif setelah melihat kondisi di hadapannya.
"Ren, selama ini kamu tahu kalau bertetangga dengan Arlen?" Nicole tiba-tiba bertanya.
"Maafkan aku Arlen, tapi aku sendiri baru tahu kalau aku dan dia bertetangga. Aku jarang melihat melihatnya saat aku berada di depan rumah." Ren menjelaskan dengan penyesalan karena tidak pernah tahu bahwa Arlenia adalah salah satu tetangganya.
"Rumahnya di blok 15, Ren."
"Hah? Rumah megah itu? Ah.. Maaf aku sedikit terkejut." Ren kaget mendengar perkataan Nicole.
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi?" Lanjut Ren dengan wajah serius.
"Kami menemukan luka di sekujur lengan kirinya," jelas Daylon.
Ren kemudian meminta Arlenia apakah boleh untuk melihat apa yang terjadi dengan badannya. Karena Arlenia setuju, kemudian Ren dan Arlenia pergi sejenak ke kamar mandi untuk memastikan apa yang terjadi. Daylon dan Nicole hanya menunggu sambil meminum teh buatan Ren.
"Sebenarnya ada banyak hal yang membuatku penasaran tentang dirinya. Ngomong-ngomong, apa saja hal yang mungkin diceritakan saat dia bersamamu di kantin?" Tiba-tiba Nicole menjadi penasaran dengan masalah Arlenia.
"Dia hanya bercerita soal tiga perempuan yang mengejarnya."
"Lalu? Apa yang dikatakannya?"
"Perempuan-perempuan itu mengejarnya karena kesal dengan sikapnya yang tidak mau disentuh seperti gadis suci. Dia juga selalu menjadi anak yang kurang bersosialisasi di dalam kelas. Karena itulah, dia selalu menjadi target pembully-an di kelasnya." Daylon menjelaskan semua yang dia dengar dari Arlenia saat itu.
"Aku rasa luka ini lah penyebab dia tidak pernah mau disentuh temannya." Nicole menyimpulkan setelah mendengar penjelasan Daylon.
"Kau benar. Aku pun berpikir hal yang sama."
Tak lama kemudian, Ren dan Arlenia kembali. Arlenia masih menunjukkan wajah tersedu-sedunya.
"Lukanya hampir di seluruh bagian tubuhnya. Sudah jelas kalau itu luka dari penyiksaan. Aku sendiri tidak tahu, tapi yang jelas keluarganya yang melakukan itu. Apa aku salah, Arlen?" Jelas Ren sambil bertanya memastikan kebenaran kepada Arlenia.
Arlenia mencoba menata emosinya dan menahan tangisnya. Kemudian dia berkata kepada mereka bertiga.
"Ay..Ayahku.. Selama ini aku dianggap sebagai penyebab ibu meninggal. Dan itu memang benar. Ayahku juga selalu memarahi karena hal yang tidak jelas, dan selalu mengungkit nama ibuku di akhir kemarahannya. Aku juga enggak punya saudara yang bisa menenangkanku. Aku juga tidak ingin teman kelas tahu luka-lukaku. Tapi mereka justru mengucilkanku karena itu." Jelas Arlenia sambil menahan isak tangisnya.
Mereka bertiga diam sejenak setelah mendengar hal itu, rasanya seperti mereka tidak percaya ada seorang ayah yang setega itu kepada anaknya sendiri.
"Kalau emang kamu saat ini enggak punya siapapun sebagai tempat bersandarmu. Kami semua siap menerimamu sebagai teman." Daylon memecah keheningan itu dengan perkataannya.
"Aku pun ingin berteman denganmu, Arlen," sahut Ren.
"Aku pun berpikir hal yang sama." Nicole juga menyetujui dengan apa yang dikatakan Daylon.
Mendengar hal itu, Arlenia tidak bisa lagi menahan tangisannya. Mungkin bagi beberapa orang, pertemanan menjadi hal yang lumrah terjadi dan biasa mereka rasakan. Tetapi bagi Arlenia, ini pertama kalinya ada seseorang yang mau menerimanya dalam kondisi seperti saat ini.
Setelah semua itu, Daylon kemudian memperkenalkan Ren dan Nicole kepadanya. Mereka kemudian saling berbincang-bincang dan saling tertawa.
"Eh gila! Kita lupa kalau mau sekolah. Ini udah jam tujuh kurang lima belas menit."
"Gila! Day! Len! Cepetan berangkat, biar aja si Ren telat sendiri. Siapa suruh ga siap-siap dari tadi." Nicole menggoda Ren dengan membuat Daylon dan Arlenia ikut meninggalkan Ren bersama dengannya.
"Eh kurang ajar! Bentar woy!" Ren panik sambil menyiapkan buku-bukunya dengan tergesa-gesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Satya pratama
Nyesel bngt g baca Dari dulu
2021-10-18
1