Perseteruan

Sepuluh menit sudah Kila berkutat di dapur. Membuat teh kelat untuk nenek sekaligus membuat teh manis untuk dirinya. Tak lupa juga ia membawa cemilan sehat yang tersedia di dapur untuk nenek, kemudian diletakkannya di nampan. Kila ini bisa dibilang cucu yang sangat perhatian pada neneknya.

"Nek, diminum dulu," ucap Kila menawarkan. Nenekpun langsung menyesap teh yang dibuatkan cucunya itu perlahan. Meski bukan teh hangat, tapi bukan sepenuhnya air mendidih yang Kila tuang di teh itu. Ada sedikit air minum dingin untuk memastikan itu tidak terlalu panas untuk lidah neneknya. Kini neneknya sudah berganti ruang, duduk di ruang keluarga dan diikuti Kila duduk disampingnya.

"Nek," ucap Kila tiba-tiba. Nenekpun jadi menaruh perhatian pada cucunya itu.

"Kenapa sayang?" respons nenek.

"Nama beliau Irsyad Maulana."

"Nama siapa?" tanya nenek heran dan takut salah mendengar.

"Nama beliau," jawab Kila singkat.

"Ooh, nama yang bagus," tanggapan nenek.

Hening sejenak.

"Nek," panggil Kila lagi.

"Iya?"

"Nggak jadi, Nek."

"Kamu kenapa?" Tanya nenek atas sikap Kila. Pasalnya, Kila tidak seperti biasanya.

"Nggak papa," jawab Kila singkat lagi.

"Nek," seru Kila lagi.

"Kenapa sih, sayang. Cerita sini."

"Sebenarnya ...," ucap Kila dengan nada menggantung.

"Kenapa?"

"Sebenarnya ada hal lain yang mengganggu Kila dari beliau," ucap Kila. Baru ingin menyesap tehnya, kini nenek tidak lagi memegang gelas yang berisi teh kelat buatan cucunya itu karena nenek ingin memperhatikan penuh cerita cucunya. Mengingat, ini bukan Kila yang biasanya. Dan nenek sedikit khawatir, karena Kila terlihat agak bersemangat untuk menceritakan "beliaunya" itu, si pria yang merupakan gurunya itu. Nenek khawatir, ada perasaan berlebihan yang akan ditaruh Kila kepada pria itu.

"Kila kagum sama suara beliau. Waktu beliau mengumandangkan adzan, Kila nggak bisa berpaling dari adzan itu. Adzannya sangat merdu. Siapapun yang mendengarnya pasti akan langsung menuju sumber suara, menjemput panggilan, menunaikan shalat di musholla sekolah. Terus ...," ucap Kila agak ragu diakhir.

"Terus?" tanya nenek memiringkan sedikit kepalanya.

"Um, Kila nggak tau hal ini boleh atau enggak. Kila sempat terpaku lihat mata beliau. Warnanya hazel pekat, mata yang indah."

"Kamu menatap langsung ke matanya?"

"Eh, bukan. Itu, Kila nggak sengaja menatap matanya. Ada sesuatu di mata beliau yang buat Kila menatapnya lekat lekat. Tapi, nenek kan juga tahu kalau Kila suka memperhatikan bagian mata semua orang yang Kila jumpai, bukan beliau aja."

"Tumben banget kamu cerita tentang laki-laki."

"Iya, tumben."

Suara yang terlontar bukan tanggapan dari neneknya. Suara itu datang dari sepasang suami istri yang baru saja turun dari tangga kemudian duduk di ruangan keluarga bersama Kila dan neneknya. Ya, mereka orang tuanya Kila, mama dan papanya.

Dengan bertambahnya orang di ruangan keluarga itu, suasana bukannya makin hangat malah menjadi dingin.

Kila sempat senang saat mereka memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama, Kila, nenek, mama dan papanya. Karena, selama ini Kila selalu tinggal berdua dengan sang nenek. Mamanya yang memutuskan untuk pindah rumah karena nenek ingin tinggal di kota kelahirannya ini. Mama Kila pikir, setidaknya mereka harus tinggal bersama layaknya keluarga yang utuh untuk menyenangkan hati ibunya di sisa hidup ibunya itu. Tapi kenyataannya berbeda. Mamanya sibuk mengurusi pekerjaan, bukan pekerjaan rumah melainkan pekerjaan dari kantor perusahaan kecilnya itu dan sering pergi keluar kota. Sedangkan papa Kila super sibuk membesarkan usaha miliknya yang baru buka cabang di kota kelahiran neneknya itu.

"Iya, dari tadi di rumah. Kan hari ini Hari Minggu, jadi mama sama papa mutusin buat rehat sejenak dari pekerjaan dan kumpul keluarga. Iya, kan, Pa?" ucap Riska, mama Kila.

"Iya. Jadi mulai seterusnya, tiap hari Minggu mama sama papa selalu di rumah." ucap papa Kila, Gilang, meneruskan.

"Ooh. Tapi minggu lalu mama papa kemana?" tanya Kila ke Riska dan Gilang.

"Minggu lalu kan masih sibuk sibuknya pekerjaan, kamu juga ngerti dong, Sayang. Kita kan juga baru aja pindah. Jadi berlakunya mulai Hari Minggu ini." Riska menjawab seraya mengusap kepala Kila untuk sedikit menenangkan.

"Ooh, gitu. Mulai Hari Minggu ini katanya, kan? Kenapa tadi nggak sarapan dan makan siang bareng, Ma, Pa? Urusan pekerjaan lagi?" Seketika tangan Riska terhenti mengusap kepala anaknya itu. Kemudian berdiri dari duduknya dengan suasana hati yang panas.

"Kamu ngerti, dong, Sayang. Kerjaan mama papa banyak. Nggak bisa ditinggal gitu aja. Pekerjaan yang kami bangun dari nol dan penuh perjuangan ini, nggak mungkin kami biarin. Apalagi mempertahankannya lebih sulit daripada membangunnya. Urusan sarapan dan makan siang itu nggak penting. Toh kami juga udah disini, kan?" ucap Gilang. Nada tingginya perlahan menjadi pelan.

"Ooh," jawab Kila singkat.

"Kamu ngerti, kan?" giliran Riska berucap. Ada nada tegas didalamnya.

"Kila mana ngerti urusan pekerjaan kalian. Mama sama papa juga harus ingat kalau Kila masih SMA. Kila nggak ngerti itu, mama papa nggak pernah ada untuk menampakkan diri ke Kila, ke nenek juga. Waktu Kila pertama sekolah aja perhatian, sampai antar Kila ke sekolah segala. Biasanya di kota kita dulu tinggal, mama papa nggak tau kalau Kila mulai masuk SD, SMP, atau hari-hari Kila mau berangkat sekolah juga nggak diantar. Jangankan diantar, Kila pergi sekolah pun mama papa pasti nggak tau, kan? Tau nggak sih, Ma, Pa. Kila seneng banget akhirnya kita bisa tinggal bareng, satu keluarga. Tapi itu terjadi nggak lama, setelah pindahan dan antar Kila ke sekolah mama papa nggak pernah muncul. Ngasih kabar juga nggak. Sama aja kayak dulu sebelum pindah kesini. Nggak ada yang berubah. Gimana nanti kalau sampai ada apa-apa sama nenek? Ma, Mama sendiri, kan, yang bilang kita pindah ke sini untuk membuat nenek bahagia di sisa hidupnya? Jangan buat upaya kalian untuk pindah ke kota kelahiran nenek ini jadi sia-sia." ujar Kila panjang lebar.

Nenek memegangi punggung Kila kemudian diusapnya lembut. Dari sentuhan nenek, Kila jadi sadar sudah berlebihan bicara seperti itu kepada orang tuanya sendiri. Kila pun menyesap teh yang dibuatnya tadi untuk meredam amarah, kemudian beristighfar di dalam hati. Dilihatnya bukan hanya mamanya saja yang berdiri, tapi papanya pun juga.

"Oiya, Ma, Pa. Terimakasih banyak untuk kerja keras kalian hari ini. Kila sayang kalian." Ujar Kila agak ketus, kemudian kembali ke kamarnya di bawah dekat ruang keluarga. Bukan karena Kila marah ia meninggalkan ruang keluarga. Tapi karena sadar ia sedang marah, makanya ia segera ke kamarnya untuk mengambil wudhu. Kila percaya, amarah itu datangnya dari setan. Karena setan terbuat dari api, maka untuk mengalahkan api kita memerlukan air. Dengan berwudhu dan beristighfar bisa membuat siapapun menjadi tenang dari amarah.

...****************...

Terpopuler

Comments

Zul

Zul

orang tua macam ap ni

2021-12-21

3

Muhammad Zulfikar

Muhammad Zulfikar

next thor!!!!!!!!!!!!

2021-08-25

3

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Malu
3 Dibela
4 Nenek
5 Perseteruan
6 Orang Tua Egois
7 Wali Kelas Pengganti
8 Bertatap Kembali
9 Sahabat Usil
10 Berterimakasih yang Rumit
11 Keluarga Irsyad
12 Kelas Cinta
13 Mimpi Buruk
14 Perhatian yang Berlebihan
15 Ruang Klarifikasi
16 Agenda Ta'aruf
17 Kembali Menaruh Hati
18 Benar-benar Jatuh Hati
19 Keluarga Kila
20 Hujan Turun
21 Hujan Cinta
22 Terjauhi
23 Minggu Bersama Nenek
24 Bertemu Tanpa Sengaja
25 Makan Siang Bersama
26 Kembali
27 Terimakasih yang Berwujud?
28 Nenek, Ia Pergi?
29 Sendu
30 Orang yang Paling Berharga
31 Berbagai Kejadian
32 Si Ketua OSIS
33 Kejadian Mengejutkan
34 Tak Mampu Berkata
35 Awal Suasana Ujian
36 Ketetapan Hati
37 Pembagian Rapor
38 Tidak Restu?
39 Orangtua Egois dan Dua Sahabat
40 Berduka
41 Mulai Retak
42 Dua Pikiran yang Mendominasi
43 Menyita Pikiran
44 Menyampaikan
45 Ketua OSIS sekaligus Tetangga
46 Akrab dengan Ibu Kos
47 Momen Bersama Sahabat
48 Kedatangan dan Perdamaian
49 Guru yang Ternyata Anak Pemilik Kos
50 Sudah Seperti Keluarga
51 Sebuah Pengakuan
52 Rumit
53 Pembicaraan Serius?
54 Perasaan yang Terbalas
55 "Selamat Ulang Tahun, Kila."
56 Menjaga Hati
57 Harusnya....
58 Waktu yang Ditunggu Semakin Dekat
59 Berjuang untuk Kemenangan yang Sudah Pasti Tidak dapat Diraih.
60 Akad
61 Bermuka Dua?
62 "Kak Irsyad"
63 Kejadian Manis Saat Menyusuri Pantai
64 Mengetahui Perasaan Satu Sama Lain
65 Masalah
66 Nasehat Sahabat
67 Memperbaiki Masalah
68 Permulaan
69 Menjaga Komunikasi
70 Hal Ganjil
71 Kila Jatuh Sakit
72 Momen Bersama
73 Keanehan Kila
74 Keanehan yang Terungkap
75 Video Call Pertama
76 Menahan Rindu
77 Kila Berkegiatan
78 Tidak Ingin Bertemu?
79 Orang Balik Layar
80 Harus Mengurangi Komunikasi?
81 Lulus Lebih Cepat
82 Jadilah Diri Sendiri!
83 Kembali Pulang
84 Melepas Rindu
85 Si Polos
86 Menginap
87 Belajar Jadi Istri yang Baik
88 Kencan dengan Kekasih Halal
89 Kondisi Rumah
90 Tak Seperti Biasanya
91 Review Rumah
92 Sensasi yang Seperti Nyata
93 Beberes Sebelum Pindahan
94 Berbincang
95 Seperti Pengantin Baru
96 Mengetahui Lebih
97 Bertemu dan Bersapa
98 "Pak Irsyad!"
99 Terlalu Membebaskan
100 Suasana Dingin di Rumah
101 Pertengkaran Pertama
102 Berpisah Sementara
103 Teringat dengan yang Sudah Pernah Terjadi
104 Tamu Dadakan
105 Sikap Dingin
106 Kembali ke Kamar
107 Bukan Prioritas
108 Kembalikan Kehangatan Rumah!
109 Meluruskan Kesalahpahaman
110 Kebetulan?
111 Tersinggung
112 Di Rumah dengan Sahabat
113 Risa Berhadapan dengan Yuli
114 Wisuda
115 Foto Bersama
116 Bersikap Seperti Biasa
117 Obrolan Sebelum Tidur
118 Keikhlasan
119 Orang Baik
120 Fakta si "Kenalan"
121 Akrab dengan "Keluarga Irsyad"
122 Cincin Pernikahan
123 Hal yang Ingin Dibicarakan
124 Bukti
125 Keluarga Nabila
126 Penjelasan
127 Kian Mesra
128 Cemburu
129 Hampir Berpapasan
130 Berpapasan
131 Terbongkar?
132 Rumah
133 Menjaga Jarak
134 Perih
135 Maksud Diri
136 Kembali
137 Dialog Penyelesaian
138 Mengumpulkan Semua Pihak
139 Masalah Terselesaikan?
140 Melihat Nenek di dalam Irsyad
141 "Bahkan Mahkotaku Masih Terjaga"
142 Membahasnya Lagi
143 Berulah
144 Terlalu Baik
145 Siap Memberikan Hak?
146 Jangan Bunuh Diri
147 Janji
148 Menjadi Orang Tua
149 Epilog
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Prolog
2
Malu
3
Dibela
4
Nenek
5
Perseteruan
6
Orang Tua Egois
7
Wali Kelas Pengganti
8
Bertatap Kembali
9
Sahabat Usil
10
Berterimakasih yang Rumit
11
Keluarga Irsyad
12
Kelas Cinta
13
Mimpi Buruk
14
Perhatian yang Berlebihan
15
Ruang Klarifikasi
16
Agenda Ta'aruf
17
Kembali Menaruh Hati
18
Benar-benar Jatuh Hati
19
Keluarga Kila
20
Hujan Turun
21
Hujan Cinta
22
Terjauhi
23
Minggu Bersama Nenek
24
Bertemu Tanpa Sengaja
25
Makan Siang Bersama
26
Kembali
27
Terimakasih yang Berwujud?
28
Nenek, Ia Pergi?
29
Sendu
30
Orang yang Paling Berharga
31
Berbagai Kejadian
32
Si Ketua OSIS
33
Kejadian Mengejutkan
34
Tak Mampu Berkata
35
Awal Suasana Ujian
36
Ketetapan Hati
37
Pembagian Rapor
38
Tidak Restu?
39
Orangtua Egois dan Dua Sahabat
40
Berduka
41
Mulai Retak
42
Dua Pikiran yang Mendominasi
43
Menyita Pikiran
44
Menyampaikan
45
Ketua OSIS sekaligus Tetangga
46
Akrab dengan Ibu Kos
47
Momen Bersama Sahabat
48
Kedatangan dan Perdamaian
49
Guru yang Ternyata Anak Pemilik Kos
50
Sudah Seperti Keluarga
51
Sebuah Pengakuan
52
Rumit
53
Pembicaraan Serius?
54
Perasaan yang Terbalas
55
"Selamat Ulang Tahun, Kila."
56
Menjaga Hati
57
Harusnya....
58
Waktu yang Ditunggu Semakin Dekat
59
Berjuang untuk Kemenangan yang Sudah Pasti Tidak dapat Diraih.
60
Akad
61
Bermuka Dua?
62
"Kak Irsyad"
63
Kejadian Manis Saat Menyusuri Pantai
64
Mengetahui Perasaan Satu Sama Lain
65
Masalah
66
Nasehat Sahabat
67
Memperbaiki Masalah
68
Permulaan
69
Menjaga Komunikasi
70
Hal Ganjil
71
Kila Jatuh Sakit
72
Momen Bersama
73
Keanehan Kila
74
Keanehan yang Terungkap
75
Video Call Pertama
76
Menahan Rindu
77
Kila Berkegiatan
78
Tidak Ingin Bertemu?
79
Orang Balik Layar
80
Harus Mengurangi Komunikasi?
81
Lulus Lebih Cepat
82
Jadilah Diri Sendiri!
83
Kembali Pulang
84
Melepas Rindu
85
Si Polos
86
Menginap
87
Belajar Jadi Istri yang Baik
88
Kencan dengan Kekasih Halal
89
Kondisi Rumah
90
Tak Seperti Biasanya
91
Review Rumah
92
Sensasi yang Seperti Nyata
93
Beberes Sebelum Pindahan
94
Berbincang
95
Seperti Pengantin Baru
96
Mengetahui Lebih
97
Bertemu dan Bersapa
98
"Pak Irsyad!"
99
Terlalu Membebaskan
100
Suasana Dingin di Rumah
101
Pertengkaran Pertama
102
Berpisah Sementara
103
Teringat dengan yang Sudah Pernah Terjadi
104
Tamu Dadakan
105
Sikap Dingin
106
Kembali ke Kamar
107
Bukan Prioritas
108
Kembalikan Kehangatan Rumah!
109
Meluruskan Kesalahpahaman
110
Kebetulan?
111
Tersinggung
112
Di Rumah dengan Sahabat
113
Risa Berhadapan dengan Yuli
114
Wisuda
115
Foto Bersama
116
Bersikap Seperti Biasa
117
Obrolan Sebelum Tidur
118
Keikhlasan
119
Orang Baik
120
Fakta si "Kenalan"
121
Akrab dengan "Keluarga Irsyad"
122
Cincin Pernikahan
123
Hal yang Ingin Dibicarakan
124
Bukti
125
Keluarga Nabila
126
Penjelasan
127
Kian Mesra
128
Cemburu
129
Hampir Berpapasan
130
Berpapasan
131
Terbongkar?
132
Rumah
133
Menjaga Jarak
134
Perih
135
Maksud Diri
136
Kembali
137
Dialog Penyelesaian
138
Mengumpulkan Semua Pihak
139
Masalah Terselesaikan?
140
Melihat Nenek di dalam Irsyad
141
"Bahkan Mahkotaku Masih Terjaga"
142
Membahasnya Lagi
143
Berulah
144
Terlalu Baik
145
Siap Memberikan Hak?
146
Jangan Bunuh Diri
147
Janji
148
Menjadi Orang Tua
149
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!