Hari pertama sekolah memang sangat mendebarkan bagi siapapun, tak terkecuali bagi Kila. Gadis bernama lengkap Afifah Syakila itu datang dihari pertamanya sekolah di jenjang SMA dengan diantar oleh kedua orang tuanya. Kila tak sabar ingin segera menemui teman baru di kota baru mengingat dia dan keluarganya baru saja pindah dari kotanya yang lama. Dan tibalah Kila di sebuah sekolah SMA Swasta yang termasuk salah satu sekolah terbaik di kota itu.
"Ma, Pa, terimakasih ya, udah mau antar Kila di hari pertama Kila sekolah. Padahal Mama sama Papa super sibuk apalagi kita baru aja pindah." Kila merasa senang sekaligus merasa bersalah pada kedua orang tuanya. Kila cukup bahagia karena setelah sekian lama, akhirnya mereka bertiga bisa berkumpul kembali layaknya sebuah keluarga.
"Nggak papa, sayang. Ini hari spesialnya kamu. Jadi, sebagai orang tua kami ingin putri kami bahagia di hari pertamanya sekolah di kota yang asing ini." Mama menanggapi, kemudian keduanya mencium pipi Kila dilanjutkan dengan Kila mencium tangan mereka dan turun melambaikan tangan ke mereka yang mulai menjauhi menuju kesibukan mereka masing-masing.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Kila saat memasuki gerbang berharap hari pertamanya sekolah berjalan dengan baik.
Hari pertama sekolah, seluruh siswa baru dikumpulkan di aula sekolah. Mereka duduk terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Laki-laki di tiga kolom sebelah kanan, sedangkan perempuan di dua kolom sebelah kiri. Benar, tahun ajaran baru ini lebih banyak siswa laki-lakinya dibandingkan siswi perempuannya.
Syakila menatapi sekelilingnya berharap menemukan seseorang yang dia kenal dan hasilnya nihil. Kila pun berusaha berkenalan dengan seseorang disebelahnya, "Hai... Aku Syakila, kamu...?" Tanya Kila pada siswi cantik dengan rambut terurai di sebelahnya. Dengan antusias siswi itu menanggapi, "Oh, Hai, Aku Ira Christina. Panggil aja Ira, Kil. Hmm, kamu aku panggil akil boleh gak?" Tak disangka, siswi itu meminta nama panggilan tersendiri pada Kila yang kemudian permintaan itu disetujui dengan anggukan dari Kila. Merekapun mulai membicarakan banyak hal, perihal riwayat hidup. Sepertinya mereka akan menjadi sahabat akrab.
...****************...
Matahari sudah berada pada puncaknya, mengharuskan dijedanya seluruh kegiatan untuk keperluan istirahat sholat dan makan. Kila dan Ira harus berpisah dikarenakan keperluan ibadah, Kila menuju musholla sedangkan Ira tetap di aula bersama siswa lainnya yang beragama Kristen Protestan.
Kakak OSIS membimbing seluruh siswa muslim untuk masuk ke musholla, mengambil wudhu dan bersiap mengenakan perlengkapan sholat. Disaat murid lainnya sibuk berkenalan dan mencari kawan, Kila khusyuk mendengar murottal pengisi waktu untuk menuju azan.
Waktu azanpun tiba. Betapa takjubnya Kila mendengar azan berkumandang, pasalnya muadzinnya membawakan azan dengan irama nahawand yang sangat tepat untuk menenangkan hati dan pikiran dari letihnya rangkaian kegiatan perkenalan lingkungan sekolah ini. Nada khas nahawand yang sendu mampu menyihir siapapun untuk tidak berpaling mendengarkan kumandang azan itu dan bergegas untuk menjemput panggilan itu, melaksanakan sholat.
"Masya Allah... Azan nahawand. Merdu sekali. Siapa pemilik suara itu kira kira?" Batin Kila tak henti-hentinya kagum terhadap suara azan nan merdu itu seraya mendalami makna azan dan menjawabnya di dalam hati.
...****************...
Kebanyakan siswa sudah menyelesaikan sholat setelah imam mengucap salam. Mereka langsung merapikan perlengkapan sholatnya lalu bergegas memakai sepatu dan berkumpul kembali untuk dibimbing kakak OSIS menuju aula sekolah. Dilain sisi, tampak Kila sedang berkonsentrasi memuja nama tuhannya dalam dzikir, berkelanjutan dengan bersholawat kepada Baginda Rasulullah, lalu bermunajat kepada-Nya. Sampai akhirnya Kila tersadar bahwa dirinya di musholla sudah berbaur dengan sisa kakak kelas yang baru selesai sholat, bukan dengan siswa baru lagi. Kila menyusuri seluruh sudut musholla untuk mengenali adakah kakak OSIS yang bisa membimbingnya untuk kembali ke aula, sebab Kila lupa arah ke aula sekolah mengingat banyak ruang, lorong, dan belokan di sekolah ini.
Setelah bertanya kepada kakak kelas yang tampaknya rohis sekolah ini, Kila pun memberanikan diri untuk ke aula sekolah sendirian. Kila tidak enak menyuruh kakak kelas tadi mengantarkannya karena dia buru-buru, sepertinya jam pelajaran akan dimulai.
Bermodalkan tekad dan keberanian, Kila langsung pergi menuju aula. "Kayaknya, lewat sini, deh, kalau kata kakak yang tadi," ucap kila menebak arah.
"Abis dari kantor guru, belok kanan, terus...?" gumam Kila. Akhirnya Kila lupa dengan arah selanjutnya. Ingatannya dengan hal-hal yang rumit tidak akan bertahan lama. Masih banyak lagi jalan dan belokan yang diberitahukan kakak rohis tadi. Namun, belum ada setengahnya, Kila lupa dan bingung dengan urutan arahnya.
"Balik ke kantor guru aja, deh," pikir Kila. Sudah di depan kantor guru, Kila malah segan untuk bertanya dengan guru yang ada di sana. Karena terlihat semua guru sedang sibuk berkutat dengan buku-buku di meja mereka.
Semenit kemudian, Kila memutuskan untuk pergi lagi ke aula mengandalkan ingatan yang samar tentang arahnya.
BUK
Saat Kila berbalik, ia malah bertabrakan dengan seseorang. Perawakannya tegap dan lebih tinggi dari Kila, jadi Kila menabrak dada bidangnya, ya yang ditabrak Kila adalah seorang pria.
"Aduh, maaf, Pak. Saya tadi nggak liat jalan. Maaf, Pak, berkas yang Bapak bawa jadi berjatuhan. Biar saya bantuin, ya, Pak?" Kila menawarkan bantuan, lagian salahnya juga berbalik arah tiba-tiba. Namun tangannya sudah duluan merapikan berkas yang jatuh itu.
Bersamaan dengan aksi Kila, pria yang dipanggilnya dengan sebutan "Pak" itu juga mengumpulkan berkas yang dijatuhkan Kila. Sampai pada lembar terakhir, tangan Kila kalah cepat dan malah memegang tangan pria itu.
Tanpa sadar mereka saling menatap. Kila menelusuri bola mata hazel pekat milik pria itu. "Mata yang indah," batin Kila.
Buru-buru pria itu berdiri untuk memutuskan kontak mata itu. Lalu Kilapun ikut berdiri setelah mengambil perlengkapan sholatnya yang sempat terjatuh juga tadi.
"Maaf tadi saya nggak sengaja tersentuh tangan bapak," ucap Kila spontan. Sebenarnya ia juga tidak pernah bersentuhan dengan lelaki bukan mahramnya. Jadi, Kila cukup terkejut saat dia yang malah menyentuhnya, walau dengan tak sengaja. Ditambah, Kila dengan liar menelusuri bola mata indah milik pria itu, meski refleks.
"Tidak apa-apa. Kalau begitu saya tinggal dulu," ucap pria itu segera menyudahi.
"Pak, mohon maaf. Saya boleh bertanya sesuatu?" tanya Kila mencegah pria itu beranjak dari hadapannya.
"Apa itu?"
"Sebenarnya, saya siswi baru disini, Pak. Harusnya saya sudah ikut dengan siswa yang lain ke aula, tapi saya ketinggalan karena terlalu lama di musholla. Terus, karena saya lupa arah aulanya saya coba tanya kakak kelas yang ada di musholla tadi, tapi kakak itu memberi penjelasan sangat cepat, Pak, jadi saya lupa lupa ingat. Dari penjelasan kakak kelas tadi, setelah sampai sini, saya tidak tahu lagi arah selanjutnya menuju aula. Jadi, apakah bapak bisa beritahu saya setelah dari sini saya harus lewat mana lagi?" jelas Kila detail pada si pria dengan name tag yang bertengger di bajunya bertuliskan Irsyad Maulana, dan Kila mengabaikan gelar setelah namanya karena menurut Kila itu tidak penting.
"Kalau boleh tahu, nama kamu siapa? Kenapa kamu bisa lama dari musholla? Apa tidak ada temanmu yang kamu kenal dan memintanya untuk menunggumu tadi? Terakhir, apa kamu sudah bilang dengan kakak OSIS yang membimbing mu bersama siswa lain untuk menunggumu?" tanya Irsyad mengintrogasi.
"Saya Kila, Afifah Syakila, Pak. Saya di musholla karena baru selesai sholat, Pak. Sebenarnya, yang membuat saya lama di musholla karena saya terlalu fokus untuk amalan dzikir setelah selesai sholat. Saya tidak bermaksud riya atau menyombongkan diri, Pak, tapi memang seperti itu alasan saya lama di musholla dan tertinggal dengan yang lain. Kalau teman, ada. Tapi beda agama, Pak. Kalau yang seagama belum sempat kenalan tadi waktu di musholla.
Masalah tidak bilang ke kakak OSIS, saya yang salah, Pak. Saya tidak ingin membuat masalah dengan kakak OSIS. Soalnya, setiap siswa baru yang ingin bicara selalu digalakin, Pak. Saya pikir nanti jika terlambat karena sholat pasti kakak OSIS nya bakal maklum, tapi ini sudah terlalu lama karena saya lupa arah ke aula. Tapi nggak papa, resiko saya tanggung karena ini konsekuensinya."
Setiap sekolah punya masa perkenalan lingkungan sekolah untuk siswa baru. Kebanyakan acara itu sekolah menyerahkan ke OSIS untuk "membimbing" siswa baru dengan ketegasan berlebihan, lebih ke arah marah dan tidak ingin dibantah. Tapi Kila sudah terbiasa dengan itu, karena tidak jauh dari pengalaman di rumahnya selama ini.
"Baiklah, saya mengerti. Saya juga habis dari musholla. Saya mau ke aula setelah ini, untuk antar berkas. Kamu bisa ikut saya."
"Wah, kebetulan sekali. Terimakasih banyak, Pak."
"Iya, sebentar, ya. Saya ke meja saya dulu untuk ambil beberapa berkas yang kurang."
"Baik, Pak, akan saya tunggu."
"Niat ingin tanya arah, malah dianterin. Beruntungnya aku, Alhamdulillah...," batin Kila. Kila tahu kalau kita lebih mendahulukan Allah dibanding urusan dunia, Allah pasti akan memudahkan setiap langkah kita. Seperti Kila yang bertemu dengan Irsyad dan dituntun langsung ke aula.
Tak lama setelah beberapa berkas telah diambil, Irsyad menunjukkan arah seraya memperkenalkan tempat tempat yang ada disekitar sekolah. Irsyad paham betul, gadis seperti Kila pasti pelupa terlebih dengan sekolah yang sangat rumit denahnya ini.
"Um..., Pak. Omong-omong, bapak tahu siapa muadzin musholla dzuhur tadi?" tanya Kila disela jeda dari obrolan.
"Ooh itu, memangnya kenapa?" Irsyad bukan langsung menjawab, malah balik bertanya.
"Bukan apa apa, sih, Pak. Saya seperti tersihir kagum dengan kumandang adzan tadi. Adzan yang sangat indah. Apalagi, nahawand yang sendu membuat tiap orang damai mendengarkannya." ujar Kila dengan penuh kejujuran.
"Ooh, begitu. Benarkah sangat indah? Bukannya tiap adzan indah?"
"Iya, Pak. Tapi adzan ini berbeda. Saya benar-benar kagum padahal sudah beberapa kali saya dengar adzan lain yang indah. Adzan dzuhur tadi seperti ada sihir didalamnya."
"Haha, kamu berlebihan."
"Benar, Pak. Tapi memang begitu yang saya rasakan."
"Kalau begitu, terimakasih." Irsyad berkata seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Terimakasih? Kayak bapak aja yang adzan tadi." ucap Kila keheranan.
"Loh, belum saya bilang tadi, ya. Itu tadi, saya muadzinnya."
Kila langsung mematung mendengar kalimat Irsyad yang mengaku kalau Irsyad lah muadzinnya. Kila merutuki diri karena dirinya seperti membuat pernyataan kagum pada Irsyad secara terang-terangan. Malunya Kila, bisa-bisanya dirinya seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Zul
jdi pengen jumpa kyk gitu jadinya y
2021-12-21
3
Pofi Oppo
hahah, malu x kalo aku itu.
2021-09-09
3
Muhammad Zulfikar
next thor!!!!!
2021-08-25
3