Hari ini Hari Minggu. Minggu yang cerah, membuat orang ceria. Tapi tidak untuk Kila. Hari ini adalah hari yang kelabu untuk Kila.
Sudah satu bulan Kila bersekolah, namun Kila masih belum sempat menyampaikan terimakasih kepada Irsyad. Berlebihan memang, tapi Kila tahu ungkapan rasa terimakasih itu sangat penting untuk disampaikan. Itu yang membuat Kila menjadi kelabu.
Ada beberapa kata yang mudah dilafalkan di mulut tapi sulit diucapkan dengan tulus. Seperti kata; maaf, terimakasih, i love you, semangat untuk menjalani hari, dan sebagainya. Ketika tulus mengucapkannya, hubungan dua insan akan lebih hangat. Ditambah perhatian kecil lainnya, komunikasi dengan kata paling sederhana sekalipun sangat berarti untuk membuat suasana hangat antar insan.
Kila di rumah bersama dengan sang nenek, sosok paling berharga dalam kehidupan Kila. Nenek yang dimaksud adalah nenek dari orang tua mamanya. Nenek inilah satu-satunya neneknya, tidak ada lagi kakek atau nenek dari kedua orang tuanya. Neneknya yang merawat Kila sejak lahir, meskipun mamanya juga andil, tetapi yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan Kila adalah neneknya. Nenek sudah seperti ibu kandung sendiri bagi Kila melebihi ibu kandungnya yang sebenarnya.
Papa dan mamanya sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing. Satu hari itu saja mereka bertiga bisa bersama, itupun karena nenek menyuruh mereka menemani Kila di hari pertama Kila sekolah. Hari selanjutnya, Kila hanya tinggal dengan nenek. Kila juga berangkat ke sekolah dengan menaiki angkutan umum, bukan diantar seperti kebanyakan siswa lainnya.
"Nek, Kila mau curhat dong sama nenek." Kila mendekati neneknya yang sedang duduk di kursi halaman belakang mereka.
"Ya ampun, kamu ini kayak nggak biasa aja curhat sama nenek. Biasanya juga cerita," celetuk nenek.
"Hehe, nenek hafal aja, deh. Jadi malu,"ujar Kila sedikit malu-malu.
"Ya, namanya kamu udah sama nenek lima belas tahun. Ya nenek hafal lah, kalau kamu ada yang aneh, nggak kayak biasanya."
"Hehe," tawa Kila.
"Sebenarnya, mau cerita tentang laki-laki, Nek," ucap Kila sembari memainkan kuku-kuku jarinya tanda ingin memulai percakapan dengan perlahan. Belum apa-apa, nenek malah menggoda cucunya dengan mencolek pipi kanannya.
"Bukan masalah percintaan, sih, Nek. Tapi ini mengganggu Kila. Soalnya, orangnya udah baik banget sama Kila, Nek."
"Emang, apa yang laki-laki itu udah lakukan ke kamu, sampai kamu bilang baik begitu?" tanya nenek.
"Kila udah cerita ke nenek tentang kakak OSIS yang itu, kan? Tapi sebenarnya belum lengkap, Nek. Kila ragu bilang ke nenek, apalagi bahas laki-laki," awalan Kila.
"Jadi kan, Nek. Kila sebenarnya hampir dihukum itu gak jadi karena diselamatkan dengan dibela sama laki-laki ini. Beliau juga sebenarnya yang menuntun Kila ke aula waktu itu." Kila melengkapi perkataannya mengenai peristiwa waktu itu yang sebelumnya pernah Kila ceritakan kepada nenek, namun tidak sampai menceritakan sosok Irsyad.
Sebegitu terjaga dirinya tentang laki-laki, karena sudah terdidik neneknya. Ia tidak pernah ingin memikirkan laki-laki, makanya saat menceritakannya dengan nenek, Kila tidak menceritakan bagian Irsyad. Awalnya Kila tidak ingin kepikiran, tapi karena Kila terus kepikiran jadinya mau tidak mau harus Kila sampaikan pada neneknya. Kila percaya dengan menceritakannya ke nenek akan membuatnya tidak kepikiran terus, karena setiap Kila punya masalah pasti nenek selalu punya solusi. Masalahnya adalah, sosok Irsyad ini sudah seperti pahlawan penyelamat Kila, dan Kila masih belum tenang kalau belum berterimakasih kepada Irsyad.
"Beliau? Kenapa panggilannya begitu?" tanya nenek.
"Umm, iya, Nek. Soalnya beliau ternyata seorang guru di sekolah Kila. Kila juga belum tahu waktu itu, tapi waktu dikasih tahu Ira sama Risa, Kila jadi tahu kalau beliau seorang guru. Tapi waktu beliau nolongin Kila, Kila tetap sopan, kok, manggil dia dengan sebutan 'Pak'. Kila pikir dia cuman staff biasa di sekolah, karena setelannya juga rapi, jadinya Kila panggil 'Pak' aja, deh, Nek."
"Bagus, pintar sekali cucu nenek. Nenek bangga sama kamu," puji nenek seraya mengusap lembut kepala Kila.
"Duh, nenek. Kila bukan anak kecil lagi, tahu. Udah jadi anak SMA," respons Kila pada nenek. Dia menggembungkan pipinya seperti anak kecil. Nenek pun mencolek pipi yang digembungkan Kila.
"Kamu, ya ... sok malu-malu. Dalam hati masih senang, kan, diperlukan seperti anak kecil?" ujar nenek. Kila malah menggeleng malu-malu seraya mengukir senyum di bibirnya. Dengan sigap nenek memeluknya sesaat.
"Ih, nenek, kan. Kapan nih Kila bisa lanjutin ceritanya? Manja banget jadi nenek, peluk peluk cucunya terus."
"Biarin. Biar nenek puas. Nanti kalau nenek nggak ada, kan Kila nggak punya nenek buat dipeluk. Jadi nenek mau puas-puasin dulu manja ke cucu sendiri," ucap nenek ikutan manja, bukan dengan nada sedih.
"Haha, ada-ada aja nenek, ih."
"Udah, ya, Kila lanjutin. Sampai mana tadi, kan, Kila jadi lupa. Oh, iya, udah ingat. Kata nenek, kan, kalau orang udah berbuat baik ke kita, kita harus ucapin terimakasih atau memberikan sesuatu sebagai balasan karena udah ditolong. Nah, itu permasalahannya. Kila belum sempat bertemu dengan beliau, dan mengucapkan terimakasih langsung, Nek. Menurut nenek, Kila harus gimana?"
"Kamu kenapa belum sempat ketemu sama dia?"
"Pertama, karena Kila kalau jam istirahat selalu sama Ira dan Risa, kalau nggak ya di musholla. Pas dhuha, pas dzuhur, Kila nggak ada juga jumpa beliau. Di kantor guru, Kila belum pernah jumpa. Pas lihat beliau di koridor, Kila lihat beliau selalu buru-buru, mungkin untuk masuk kelas buat mengajar. Dan pas pulang sekolah, Kila kan langsung pulang jadi nggak ada mencari beliau juga. Kila lebih utamakan nenek yang sendirian di rumah, jadi cepat-cepat Kila pulang." Kila menjelaskan waktu-waktu yang ia sempatkan untuk mencari Irsyad. Nenek tampak mengangguk paham menanggapi Kila yang bercerita. Inilah kelebihan nenek. Nenek sangat responsif terhadap cerita Kila. Ia tidak hanya mendengarkan, tapi juga menatap mata Kila kalau bercerita, menanggapi juga di sela sela tanda memahami apa yang cucunya itu ceritakan.
"Kamu mungkin niatnya cuma mau bilang terimakasih aja. Kasih makanan atau apa gitu, kek, jangan cuma terimakasih aja. Mungkin dia tahu kalau kamu cuma ngomong gitu doang, dia mikirnya nggak penting buat dia." Nenek menanggapi pertanyaan cucunya, Kila. Ada sedikit nada bercanda di situ.
"Ih, nenek. Orangnya kelihatan baik kok, nggak mungkin mikir gitu. Tapi kayaknya bener deh kata nenek. Kila kasih barang apa ya buat ucapan terimakasih, atau sekalian makanan juga?" tanya Kila lagi meminta pendapat neneknya.
"Ya, dua-duanya aja kalau bingung."
"Oh, ya udah, deh. Kila ikutin saran nenek aja. Makasih ya nenekku tersayang." Kila mengakhiri percakapan dengan mencium pipi nenek. Kemudian ia berjalan menuju dapur untuk membuatkan neneknya teh kelat. Sudah kebiasaan neneknya meminum teh kelat buatan Kila di jam ini.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Zul
sedih jg yb 1 1 ny neneknya
2021-12-21
3
Muhammad Zulfikar
next thor!!!!!!!!!!
2021-08-25
3