Detik jarum jam serasa semakin cepat berjalan. Tak terasa malam semakin larut. Namun, mata dan pikiran Zidan masih terfokus pada video itu. Video tentang Raka. Tentang anak yang mirip dengannya. Membuat pikiran Zidan melayang penasaran. Bahkan sampai bertanya, 'mungkinkah?'
"Ah, nggak mungkin?" tepis Zidan. Suaranya terdengar getir. Seperti sedang menahan sesuatu.
"Mungkin kami hanya mirip saja," tambahnya lagi. Berucap pada dirinya sendiri.
Zidan mengigit pelan punggung tangannya. Berusaha melupakan kejadian yang mulai menghantuinya. Kejadian sebelas tahun silam. Di mana ia pernah melakukan kesalahan yang fatal. Melakukan sesuatu yang bisa di katakan adalah kejahatan.
"Jika benar anak itu adalah putraku. Aku pasti tidak akan melepaskannya. Aku berjanji tak akan membiarkannya hidup sengsara lagi, karena apa yang aku miliki adalah miliknya." Janji Zidan pada dirinya sendiri. Matanya menatap kosong, melamun.
Zidan diam. Memikirkan kenyataan ini sungguh membuat otaknya kram. Dion benar-benar bisa membuatnya tak bisa tidur, sungguh.
"Dion benar-benar bikin aku nggak bisa tidur, awas saja besok!" ancamnya kesal. Membanting ponselnya ke kasur. Kemudian ia pun beranjak dari pembaringan dan mengambil minum di kulkas kamar di mana ia berada.
Untuk menepis keresahannya Zidan menyalakan televisi. Tetap saja, layar itu seperti menanyangkan adegan Raka ketika lomba. Otak Zidan memunculkan senyuman Raka. Kelingan mata anak itu. Senyuman manisnya juga tak ketinggalan.
"Astaga, anak ini bener-bener mengangguku. Anak siapa sih dia sebenarnya?" gumam Zein kesal.
Zidan beranjak dari tempatnya duduk. Lalu membuka pintu kamar hotel yang terhubung langsung dengan balkon. Zidan duduk di salah satu sofa yang tersedia di sana. Kembali kenyataan yang menggoyahkan jiwanya. Menghantuinya sanubarinya. Berkali-kali ia mengembuskan napas, tetap saja bayangan itu tetap menempel di matanya.
Diingatnya lagi biodata Raka. Anak itu tidak memiliki ayah. Hanya ada nama ibu yang tertera di sana. NANDITA KANAYA. Sayangnya, Zidan tak tahu nama gadis yang dulu pernah ia nodai. Tak tahu di mana rumahnya. Asal-usulnya. Sebab, ketika ia mengetahui bahwa anak buahnya salah sasaran, saat hampir setahun kejadian itu terjadi.
Fakta salah sasaran itu terungkap. Ketika di suatu pesta, tak sengaja dia dikenalkan oleh seseorang dengan gadis yang seharusnya menjadi sasarannya. Gadis yang diketahui adalah adik kandung pria yang telah menghancurkan masa depan adiknya. Pria yang telah mengakibatkan nyawa adiknya melayang. Gadis yang seharusnya menerima amarahnya. Gadis yang seharusnya menerima kesalahan kakaknya.
Zidan baru tahu jika gadis itu kuliah di Amerika. Lalu, siapa gadis yang ia makan kalau itu? Tentu saja pertanyaan itu langsung menyerang jiwa Zidan dan menimbulkan rasa ketakutan yang tiba-tiba teramat sangat.
Zidan menghela napas dalam-dalam. Rasanya kebodohan itu kembali menyeruak, mencolok matanya. Menampar wajahnya dan meremas otaknya. Sungguh Zidan merasa seperti penjahat yang tak bertanggungjawab.
Mau bagaimanapun Zidan adalah manusia biasa, yang memiliki hati. Melihat adiknya bunuh diri karena dinodai oleh pria biadap itu saja, emosinya meledak. Jiwanya sakit. Hatinya remuk. Lalu bagaimana dengan gadis itu. Apakah dia juga bunuh diri seperti adiknya? Menghabisi nyawanya sendiri karena trauma? atau mungkin ia menjadi gila? Tentu saja ketakutan ini menghantui Zidan selama ini.
Zidan tak tinggal diam dan membiarkan gadis itu menanggung nasibnya sendiri. Dengan cepat pria ini pun meminta anak buahnya untuk mencari keberadaan gadis itu. Sayangnya sampai detik ini Zidan belum mengetahui di mana gadis itu berada.
Namun, pria ini tetap berharap, suatu hari nanti ia bisa bertemu dengan wanita itu dan dengan segenap jiwa dan raganya Zidan siap mempertanggungjawabkan kesalahannya.
****
Keesokan harinya.....
Seperti biasa, setiap pagi sehabis salat Shubuh. Raka memulai rutinitasnya, mengantarkan bunga-bunga segar untuk toko-toko langganan sang Bunda yang ada di pinggiran pemakaman, yang tak jauh dari rumahnya.
Raka sangat senang melakukan aktivitasnya ini. Baginya ini adalah salah satu caranya berbakti pada sang Bunda yang selama ini selalu sabar menghadapinya. Membimbingnya menjadi anak yang cerdas dan juga santun. Bukan hanya itu, kini prestasi yang sering bocah ini dapatkan juga tak lepas dari campur tangan wanita yang hanya lulusan SMA ini.
Nandita selalu menyempatkan diri untuk menemaninya belajar. Membantunya mencari cara untuk menyelesaikan soal-soal, yang mungkin belum Raka pahami dengan benar di sekolah. Trik-trik menghafal dan berhitung yang diajarkan Nandita buktinya sukses membuat pola pikir anak ini berkembang dengan baik.
Nandita tak hanya memberikan bekal ilmu formal pada sang putra. Wanita ini juga memberikan pendidikan budi pekerti. Sehingga Raka menjadi pribadi yang santun dan baik hati. Mudah memaafkan kesalahan orang lain dan tak khufur dengan nikmat yang ia dapat.
Raka sang anak baik hati ini juga tak pernah mengeluh dengan tugasnya. Selalu bergerak cepat jika bunda ataupun sang nenek memintanya untuk membantu.
Seperti pagi ini. Ia pun menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik.
Selepas mengantarkan bunga-bunga segar itu, tak lupa Raka langsung memberikan uang yang ia di dapat dari penjualan bunga kemarin. Sayangnya perut tak bersahabat membuatnya terburu-buru.
"Assalamualaikum .... Bunda! uangnya Raka taruh di laci, sekalian sama catatannya. Raka kebelet Bun, daaa," ucap Raka sembari berlari masuk ke kamar mandi.
"Waalaiakumsalam... iya," jawab Nandita yang lembut. Tersenyum seperti biasa. Tanpa melihat sang putra yang terlihat terburu-buru. Sebab, saat ini sedang asik menyiapkan sarapan di dapur minimalis rumah mereka.
"Astaga anak itu. Kelakuannya, selalu saja. Kebelet banget baru lari, menggemaskan sekali," guman Nandita. Masih terlihat fokus dengan masakan yang ia masak.
Beberapa saat kemudian, dengan masih mengelus perutnya, bocah tampan ini duduk di meja makan. "Ah.... leganya!" ucap Raka.
Nandita yang mendengar sang putra sudah merasa nyaman, langsung menyaut, "Makanya jangan nunggu kebelet. Kebiasaan deh!" ucap Nandita sambil menyerahkan sepiring nasi goreng pada putranya.
"Raka udah buang air tadi, Bun. Pas mandi. Kok ini mules lagi ya," jawab bocah bagus ini.
"Loh kok bisa, emang Raka jajan apaan?" tanya Nandita, menilik penuh curiga.
"Apa ya, lupa Raka," jawabnya lugu. Nandita hanya tersenyum.
"Diinget, yang sekiranya bikin Raka sakit jangan dibeli ya," ucap Nandita memperingatkan.
"Siap, Bun! Siap! Oia Bun, uti Tika kok nggak pulang-pulang sih, Bun. Raka kangen ni!" ucap Raka sembari memakan cemilan yang ada di meja makan.
"Ya lama, kan ziarah nya sembilan hari. Orang sembilan tempat yang didatangi," jawab Nandita.
"Raka pengen ikut sih sebenernya, cuma uti nggak kasih." Raka cemberut. Sedangkan Nandita hanya tersenyum.
"Uti mau kumpul ama temen-temennya. Menikmati masa tua, kalau Raka ikut yang ada Raka malah ngrepotin uti," canda Nandita, padahal Raka tak pernah merepotkan utinya. Malah selalu membatu dan menjaga wanita tua itu. Nandita tahu bagaimana sayangnya Raka pada wanita tua yang menolongnya Sebelas tahun silam itu.
"Bun."
"Hemm."
"Do'ain Raka ya, Bun. Semoga Raka menang dan bisa dapat hadiah tambahan itu. Lumayan Bun, beasiswa sampek S1. Biar Raka nggak ngrepotin Bunda lagi," ucap Raka, masih berharap bisa mendapatkan hadiah tersebut. Ternyata nasehat Nandita belum sepenuhnya masuk pada memori bocah ini. Nyatanya Raka masih terbayang dengan harapan tersebut.
Bersambung...
Jangan lupa like komen n share ya.. makasih🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Kuro
💪💪💪💪💪
2022-11-04
0
Yasni Faisal
aku penasaran brapa sih usia Raka,,
2021-10-06
0
rani85
berarti umur raka antara 10 atau 11 thn. . jk di liat dr zidan yg mengingat kejadian itu sebelas thn yg lalu. . tingkat sekolahnya antara sekolah dasar atau SMP kls 1 an klo liat kecerdasan raka bs jd raka ikut kls akselarasi. . tebak2 berhadiah😁😁
2021-09-30
1