Raka telah melewati tantangannya. Tinggal menunggu hasilnya saja. Dewan juri meminta mereka, para peserta untuk pulang ke rumah masing-masing dan menunggu pengumuman yang akan mereka sampaikan melalui pihak sekolah.
Tanpa diketahui oleh pihak sekolah dan juga para peserta yang lain. Telah terjadi perdebatan mengenai hasil lomba.
Tak ada satupun anggota yang masuk dalam kriteri pemenang hadiah tambahan. Sebab, untuk mendapatkan hadiah tambahan tersebut, nilai yang diperoleh harus sempurna. Alias tak ada satu pun yang salah atau bisa dikatakan 100 semua. Sedangkan Raka, ada satu mata pelajaran nilainya di bawah itu.
Dewan juri segera menghubungi perwakilan perusahaan yang menjadi sponsor acara tersebut. Mengajak mereka berdiskusi, apakah hadiah tambahan akan tetap diberikan atau ditarik karena tidak ada satupun peserta yang memenuhi syarat.
Dion, adalah perwakilan dari perusahaan tersebut. Namun, ia tak bisa memutuskan sebelum mendapatkan Acc dari pimpinannya atau pemilik perusahaan yang menyediakan hadiah tambahan tersebut.
"Kami sedang menghubungi bapak Zidan selalu pemilik, Pak. Beliau yang berhak memutuskan. Apakah anak ini berhak mendapatkan hadiah tambahan tersebut atau tidak. Sebab sesuai syarat dan ketentuan dia tidak masuk. Hanya bisa masuk juara lomba saja dan hanya mendapatkan hadiah sesuai yang tertera, tetapi tidak untuk hadiah tambahan. Namun, semua itu tergantung pemimpin kami. Mungkin beliau ada penilaian khusus, kita tidak tahu," jawab Dion selaku wakil Zidan di tempat ini.
"Baik, Pak," jawab Ketua Dewan Juri.
"Tetapi semua peserta paham kan, hadiah tambahan ini hanya diberikan kepada mereka yang memenuhi kriteria?" tanya Dion memastikan.
"Kami rasa sudah, Pak. Sebelum lomba dimulai, kami selaku panitia sudah membaca kembali dan meminta pada seluruh peserta agar membaca dengan baik ketentuan untuk hadiah tambahan dari perusahaan. Kami rasa mereka semua sudah paham. Namun, jika boleh kami meminta, pikirkanlah kembali, sebab anak ini sungguh istimewa, Pak. Jika anda tidak percaya, bisa diuji kembali!" pinta Ketua Panitia penyelenggara acara tersebut.
"Bapak benar, awal saya mengikuti jalannya perlombaan ini, saya sudah tertarik dengan anak tersebut. Dia luar biasa, kecerdasan dan ketangkasanya di atas rata-rata. Saya menyukainya. Semoga atasan saya bisa melihat sisi keistimewaan anak ini, Pak. Kita doakan saja semoga hadiah tambahan ini adalah rezeki anak tersebut," balas Dion dengan senyum tampannya.
"Oke, Terima kasih banyak atas waktunya, Pak. Kami berharap keputusan pak pemimpin, bisa kami dapatkan sebelum pengumuman hasil lomba kami bacakan," ucap Ketua Dewan Juri.
"Siap, Pak. Malam ini pak Zidan akan tiba di hotel, semoga saja beliau mau langsung memeriksa file yang sudah saya kirimkan," jawab Dion penuh harap.
"Semoga saja, Pak. Oia Pak, sebelumnya kami mau bertanya satu lagi?" tanya Pak Dewan Juri.
"Silakan, Pak!" jawab Dion.
"Apakah pak Zidan berkenan menyerahkan hadiah secara langsung dan menyampaikan sepatah dua patah kata nanti. Di acara penyerahan hadiah nanti, maksud saya? " tanya Pak Ketua Panitia.
"Seharusnya bisa, Pak. Karena pas tanggal itu, beliau tidak ada jadwal rapat. Tak ada jadwal ke luar kota atau pun luar negeri. Saya harap sih bisa, semoga nggak ada jadwal dadakan, " jawab Dion sembari memeriksa jadwal Zidan yang ada di tabletnya.
Kepala panitia dan juga ketua dewan juri tersenyum. Mereka terlihat bahagia. Sebab, jika yang menyerahkan hadiah kepada peserta adalah pemilik sponsor langsung, pasti rasanya akan berbeda. Dibanding dengan wakilnya. Pasti ada kebanggaan tersendiri bagi Panitia, Dewan juri atau bagi para peserta itu sendiri.
"Kami sangat berharap, beliau bisa hadir di acara penyerahan hadiah, Pak," ucap Pak Kepala Panitia
"Siap, Pak. Bisa atau tidaknya nanti saya kabari. Soalnya saya sendiri tidak bisa memprediksi waktu beliau, Pak. Harap maklum, " jawab Dion.
"Siap, Pak. Kami tunggu kabar baiknya," balas salah satu dari mereka. Kemudian mereka saling berjabat tangan dan kedua orang tersebut pun berpamitan meninggalkan tempat rapat tersebut.
Kini tinggalah Dion sendiri, mempelajari daftar riwayat lomba yang pernah Raka ikuti. Pria ini tersenyum. Entah mengapa ia merasa ada kebanggaan tersendiri di hatinya. Melihat anak seusia Raka bisa secerdas ini. Raka terlihat bersemangat dan antusias mengikuti lomba ini. Anak ini juga terlihat selalu mempunyai cara tersendiri untuk membabat habis soal-soal yang di sodorkan oleh Panitia padanya. Ketangkasannya sering membuat orang takjub. Kecerdasannya membuat Dion terpesona. Dion berharap, pemimpinnya bisa melihat sisi keistimewaan anak ini.
***
Di sisi lain ada Raka yang terlihat melamun. Diam, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Sebab, kalau boleh jujur bocah tampan ini diam-diam mengharapkan hadiah tambahan itu. Agar tak membebani sang ibunda tercinta. Raka tahu jika usaha ibunya saat ini bisa membawanya sekolah sampai S1. Namun, sang ibu harus tetap bekerja keras dan Raka tak menginginkan itu. Raka ingin membayar sekolahnya sendiri, tanpa harus membuat ibudanya bekerja keras untuk itu.
Beasiswa ini adalah harapan satu-satunya untuk saat ini. Dengan beasiswa itu, ia tinggal belajar dengan giat. Tanpa memikirkan biaya lagi untuk sekolahnya nanti.
"Hayo, kenapa melamun!" kejut sang Bunda sambil menepuk pundak Raka. Tentu saja Raka terkejut, namun tetap tersenyum.
"Eh, Bunda. Nggak, Raka hanya pengen bikin rumah pohon di situ!" jawab Raka berbohong, tetapi ia tetap menunjuk pohon mangga yang ada di depan pandangannya.
Nandita ikut menatap pohon itu. Kemudian ia melirik raut wajah anaknya. Nandita tersenyum. Sebab ia tahu jika putranya ini sedang berbohong padanya.
"Gimana acara lombanya kemarin? Seru nggak?" pancing Nandita sambil mengelus rambut lurus bocah tampan ini.
"Seru, Bun. Raka foto sama pak Bupati, wakilnya juga, terus ada bapak dari perusahaan itu, terus ama pak... siapa lagi ya? Lupa!" jawab Raka. Senyum dan binar kebahagiaan begitu memancar indah dari raut wajah bocah tampan ini. Tetapi, nuluri seorang ibu jarang bisa dibohongi. Nandita yakin jika Raka sendang menghawatirkan sesuatu.
"Raka tahu nggak kalau hidup, mati dan rezeki itu itu Tuhan yang atur," ucap Nandita. Wanita ayu yang berprofesi sebagai penjual bunga ini terlihat sangat bersahabat jika begini.
"Tahu, Bun! Tapi?" Raka diam, wajahnya terlihat muram.
Benar kan apa yang dipikirkan Nandita. Bahwa putranya sedang menghawatirkan sesuatu.
"Raka memikirkan sesuatu atau lagi menginginkan sesuatu?" tanya Nandita lembut.
"Apa Bunda bakalan marah kalau Raka jujur?" tanya Raka sedikit takut.
"Tentu saja tidak, Putraku. Apa Raka pernah lihat Bunda marah?" Nandita melirik sang putra dengan lirikan persahabatan.
"Sebenarnya Raka takut nggak menang, Bun," ucap Raka lirih. Namun, suara serak itu terdengar jelas di telinga Nandita, sang ibu. Menandakan bahwa Raka memang memendam beban di hatinya.
"Nggak menang nggak pa-pa, Sayang. Kan kamu udah usaha. Udah maksimal kan kata bu guru hari itu. Nggak pa-pa nggak usah sedih. Ingat rezeki itu rahasia Allah. Kalau semua itu udah digariskan untuk Raka. Raka pasti dapet. Kalau nggak ya nggak pa-pa. Masih banyak pintu rezeki yang lain, yang memang dikhususkan untuk Raka. Raka paham kan maksud Bunda?" Nandita mengelus kepala sang putra, agar anak ini mengerti apa yang ia sampaikan. Apa yang ia maksud. Supaya sang putra jangan sampai tenggelam pada harapan yang mungkin tidak akan ia dapatkan.
Bersambung....
Jangan lupa like komen n sharenya ya. Makasih🥰🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Kuro
pemimpinnya apakah ayahnya Raka?
2022-11-04
0
neli nurullailah
suka. mari kita lanjutkan
2021-12-10
0
💫ReNieta
Maaf cintaah...aq br mluncur ni...ketinggalan ya 😬...
Ayo Raka...jgn patah semangat...go..go..💪❤
2021-10-19
0