Saat jam makan malam, seperti biasa. Sesibuk apa pun pekerjaan ku di kantor, aku selalu berusaha menjadi ibu yang terbaik buat putraku. Dan malam itu aku sedang memasak di dapur, untuk makan malam kami berdua. Meski aku seorang Single parent, namun sebisanya membahagiakan Alexander selalu berusaha aku lakukan.
"Mommy, ini!" ucapnya kepadaku, menyodorkan sebuah amplop warna putih. Seusai kami makan malam.
"Apa ini Sayang? Dari siapa?" tanyaku mengerutkan kedua alis ku. Sebab tulisan di bagian depan, yang kubaca adalah nama sebuah Universitas di kota kami tinggal saat ini.
"Aku sedang tidak kuliah lagi, lantas surat apa ini?" batin ku penasaran akan isi surat di tangan ku.
"Terima kasih, Sayang!" jawab ku mengulas senyum, seraya mengusap pucuk kepala putra kesayangan ku.
Seusai makan malam Alexander segera pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi, sebelum ia masuk ke kamar tidurnya. Dan aku pergi ke dapur untuk beberes sisa aku memasak tadi. Seusai berbenah aku pun kembali ke kamar serta meraih amplop yang belum sempat aku baca barusan.
Perlahan aku membuka amplop tersebut, penuh penasaran akan isinya dalam benak ku. Dan benar saja, aku sungguh kaget saat membaca isinya.
"Apa?" Gumam ku ternganga tak percaya. Ku baca berulang isi surat tersebut, hasilnya tetap sama. Antara kaget dan tidak percaya aku saat itu.
"Alexander diterima kuliah di Perguruan Tinggi Teknologi Berlin," gumam ku berharap apa yang aku baca saat itu salah.
Segera aku bergegas pergi ke kamar putraku, dan rupanya bocah berusia tujuh tahun itu bukannya tidur, malah sibuk mengutak-atik laptop yang memang khusus aku berikan untuknya.
"Sayang, kenapa belum tidur?" ucapku saat membuka pintu.
"Mommy!" jawab Alexander menoleh ke pintu, tempat ku berdiri.
Aku berjalan mendekat ke ranjangnya, dan kulihat laptop yang ada di atas kasur tersebut. Dan lagi-lagi bola mataku kembali dibuat kaget oleh putraku. Bagaimana tidak, yang aku lihat di layar laptop tersebut adalah kumpulan soal yang memang belum layak untuk dipelajari seorang anak kecil seusianya.
Aku hanya diam terpaku, mulutku seolah terkunci. Sengaja membiarkan putra ku yang sibuk memainkan laptopnya. Ku pandangi putraku yang menggulir mouse yang ada di tangannya dengan begitu mudahnya. Tanpa kesulitan apa pun, anak ku mengerjakannya dengan cepat, semua soal-soal di layar laptop itu.
"Ya, Tuhan." batinku yang tanpa sadar mulai menggenang sebuah butiran kristal bening dari pelupuk netra ku.
"Mommy kenapa menangis?" tanya bocah kecil tersebut menghentikan tangannya, dan memelukku.
Ku dekap erat tubuh mungil putra kesayanganku. Dan terisak dengan kencangnya. "Huuuuuu...."
Untuk beberapa saat ku luapkan tangisku yang sudah tak bisa tertahan lagi. Sebuah hadiah terindah yang Tuhan beri kepadaku. Setelah perih sekian tahun yang ku terima, akibat kebejatan ***** mantan boss ku.
"Kenapa Sayang, nggak kasih tahu Mommy?" tanyaku merangkup wajah Alexander. Dan menghujaninya dengan ciuman.
"Apa Mommy akan mengizinkan Alex bersekolah di sana?" ucap Alexander yang kini balas menatap sang ibunda.
"Tentu saja, Sayang. Mommy pasti akan mengizinkan Alex bersekolah di sana. Tapi, apa Alex sanggup? tidak kah Alex ingin bersekolah bersama teman-teman yang lain?"
Bocah kecil itu menggeleng santai, seakan sudah sangat yakin akan keputusannya bersekolah di sekolah yang belum waktunya bagi anak seusia Alexander.
Keesokan harinya, aku menelepon temanku meminta ijin untuk tidak masuk bekerja. Karena aku harus pergi ke Kampus tempat putraku menimba ilmu. Dan pagi itu Alexander terlihat senang sekali. Wajahnya begitu ceria, bahkan di sepanjang perjalanan, bocah berusia tujuh tahun itu bernyanyi riang gembira. Menyanyikan lagu dengan bahasa Inggris. Aku masih tidak percaya akan kejeniusan yang dimiliki putraku. Sebab selama ini aku selalu sibuk dengan pekerjaan. Menemaninya saja hanya di malam hari dan saat libur saja.
"Selamat pagi!" sapa ku kepada Dekan yang sedang duduk di kursi kebesarannya.
"Selamat, pagi. Oh, Alexander. Silah kan duduk Nyonya!"
Aku dan Alexander duduk di depan sang Dekan. Dan pria yang berusia sekitar setengah abad lebih itu bersalaman dengan antusiasnya kepada Alexander.
"Selamat datang, calon Mahasiswa terbaik Kami!" ujar sang Dekan, tak hentinya mengulas senyum, menyambut kedatangan Alexander. Bocah kecil berusia tujuh tahun itu menerima uluran tangan sang Dekan dengan percaya diri, sekilas cara berjalan dan semua tingkah Alexander jika diamati, hampir mirip dengan tuan Aldrich. Batinku, menatap kagum putraku saat itu.
"Terima kasih, Tuhan." batinku kembali.
Dan tak lama kemudian aku segera melakukan pembayaran untuk biaya kuliah Alexander selama satu semester. Namun sayang, lagi-lagi Tuhan memberiku kejutan yang sangat indah sekali. Putraku mendapat bea siswa sampai ia lulus nanti. Wajah haru sekaligus bahagia tersirat dari raut wajahku kala itu.
"Mommy, bangga sama kamu, Sayang." gumamku, melebarkan senyuman.
****
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
Alex keren🤗
2022-01-22
0
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
😍😍😍😍
2022-01-22
0
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
Alex anak jenius
2022-01-22
0