Tuan Aldrich bengong saat menatapku, hal itu semakin membuat aku salah tingkah di hadapannya.
"Bagaimana Tuan?" tanyaku masih menutupi bagain depan dadaku.
"Waouw....," gumam Aldrich masih tak percaya melihatku, seolah melihat hantu saja pikirku.
"Gadis ini sebenarnya tidak terlalu jelek, hanya butuh satu sentuhan saja pasti lebih cantik," gumam tuan Aldrich kembali, masih terpaku menatapku.
"Maaf sepertinya tidak pas ya Tuan. Baiklah saya permisi mencoba yang lain," pamitku membalik badan.
"Stop! tidak usah coba lagi," sahut beliau.
Aku makin bingung hendak mencoba yang mana, jujur dalam hal berpakaian seleraku memang minus.
"Pelayan, bungkus semuanya!" titah tuan Aldrich, dan seorang pegawai butik bergegas membungkus semua pilihan tuan Aldrich tadi.
"Apa yang ini tidak jadi dipilih, Tuan?" tanyaku mencoba memberanikan diri.
"Apa kamu tidak dengar apa yang aku ucapkan barusan, semua...." bentaknya.
Seketika aku bergegas ganti ke ruang ganti, menyertakan gaun itu kepada pelayan untuk dibungkus.
Seusai dari butik, tuan Aldrich mengantarku pulang ke apartemen, "Terima kasih, Tuan," ucapku sebelum turun dari mobil.
"Sama-sama, selamat malam," ucapnya datar tanpa menoleh ku. Setelah itu tuan Adam pun melajukan mobil mewah itu dengan kencang, seketika melesat jauh.
*****
Seperti biasanya aku selalu bangun lebih awal, meski hari ini atasanku secara khusus memberiku izin tidak masuk kantor. Karena harus mengurus paspor di kantor Imigrasi.
Dengan menaiki taksi aku pergi menuju kantor Imigrasi, dan kantor masih terlihat sepi. Hanya beberapa gelintir orang saja yang tampak mengantri. Aku adalah urutan ke lima.
Hampir satu jam aku duduk menunggu panggilan, akhirnya giliran ku pun tiba, "Jane Audrey," panggil petugas loket yang berjaga.
Aku pun maju sembari menyodorkan nomor antrian, dan mulai mengisi beberapa lembar form pengajuan perpanjangan paspor.
Beberapa sesi pun ku lewati hingga kurang lebih satu jam, paspor baru ku telah selesai cetak.
Aku bergegas meninggalkan kantor Imigrasi, kembali menaiki taksi. Ku lihat jam yang melingkar di tangan menunjukkan pukul sebelas lewat. Dan aku putuskan pergi ke salon, sudah sangat lama semenjak bekerja di perusahaan tuan Aldrich, aku tidak memanjakan tubuhku.
"Pak ke Spa Tjampuhan," ucapku pada sopir taksi.
"Baik, Non," dan taksi pun meluncur ke arah yang kumaksud.
Akhirnya aku bisa menikmati waktu bersantai untuk diriku sendiri sejenak. Memanjakan diri, dan tak lupa aku juga melakukan serangkaian treatment pada wajah. Tak ayal wajah yang sempat terlihat kusam kini berganti lebih cerah dan glow.
Tanpa terasa hari sudah sore, dan sebentar lagi senja pun tiba. Aku kembali pulang ke apartemen. Setelah makan malam, aku beranjak ke ranjang untuk merebahkan tubuh, besok harus bangun lebih awal dari biasanya. Tiba-tiba sebuah notif pesan masuk kembali terdengar.
"Jangan tidur terlalu malam, besok Adam akan menjemput kamu tepat jam 07.00," isi pesan yang dikirim oleh tuan Aldrich.
Ku letakkan kembali ponsel dan menarik selimut, mulai merajut mimpi.
*****
"Kring...., kring...., kring...." bunyi alarm yang aku setel sebelum tidur semalam.
Aku bergegas ke kamar mandi, dan bersiap menata pakaian ganti yang akan kubawa, barangkali pertemuan nanti akan membutuhkan waktu untuk menginap.
"Tin..., tin...., tin...," benar adanya tuan Adam, sudah siap dengan mobil jemputan. Dan mobil mewah itu bertengger di depan apartemen ku.
Aku bergegas mengunci apartemen dan segera masuk ke dalam mobil. Tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibir kami, hingga sampai di bandara.
Tak lama setelah aku dan tuan Adam tiba, mobil yang mengantar tuan Aldrich juga tiba, segera kami menaiki jet pribadi milik keluarga Tuan Aldrich.
"Hari ini kamu terlihat cantik," puji tuan Aldrich mengulas senyum tipis di bibirnya, seraya menoleh ke arahku. Membuatku kembali gugup.
"Terima kasih, Tuan," jawabku balas tersenyum tipis.
Jet pribadi yang kami tumpangi membumbung tinggi ke awan selama dua jam. Tepat jam 09.30 waktu Singapura, jet pun mendarat dengan selamat.
Dengan gagah dan kharisma yang dimiliki tuan Aldrich, aku berjalan di samping beliau. Pria berwajah blasteran itu layaknya aktor Hollywood berlenggak turun dari jet, ditambah saat mengenakan kaca mata hitam. Semakin menambah ketampanan di wajahnya.
*****
"Selamat datang, Tuan Aldrich. Selamat datang juga Nona Jane," sambutan dari tuan Charoen menjabat tangan kami bergantian.
Pagi itu tuan Charoen mengantar kami ke hotel yang sudah dipesan untuk kami menginap. Ternyata prediksiku tidak meleset, perjalanan bisnis ini pasti membutuhkan waktu untuk kami menginap.
Setelah beristirahat selama dua jam, siang harinya tuan Charoen mengundang kami ke kantor perwakilan miliknya di Singapura, tak jauh dari hotel tempat kami menginap.
"Selamat datang di kantor perwakilan kami, Tuan Aldrich, Nona Jane," sambut kembali tuan Charoen.
Aku kembali menunjukkan performaku, memperkenalkan sample produk dari perusahaan tuan Aldrich.
"Terima kasih Nona Jane, setelah mendengar sekilas produk yang akan diluncurkan, saya semakin yakin kerja sama ini akan meraih kesuksesan," tandas tuan Charoen antusias penuh percaya diri.
Asisten tuan Charoen pun menyiapkan berkas-berkas perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak. Aldrich Barayeve membaca dengan seksama isi dari perjanjian tersebut, sebelum menanda tanganinya.
Rapat kerja sama itu berlanjut hingga makan siang. Aku pun kembali menemani tuan Aldrich ke jamuan makan siang bersama tuan Charoen. Setelah makan siang, kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
"Sampai bertemu dinner nanti, Tuan Aldrich, Nona Jane," ucap tuan Charoen pergi meninggalkan kami.
Setelah kepergian tuan Charoen, aku dan tuan Aldrich kembali ke hotel. Kamar kami bersebelahan, jadi kami berpisah masuk ke kamar masing-masing.
Malam pun tiba, aku berdandan sebisaku memoles wajah yang jarang sekali kusapu bedak. Dan memakai lipstik warna merah menyala, senada dengan gaun yang aku kenakan.
Dengan menyanggul ala kadarnya rambutku, akhirnya riasan minimalis ku pun selesai. Tak lupa aku juga mengenakan sepatu heels yang senada dengan gaun.
Entah kebetulan atau bagaimana, secara tidak sengaja aku dan tuan Aldrich keluar dari kamar secara bersamaan. Beliau terpaku menatapku, entah tatapan kagum atau mencibir, hanya dia yang tahu. Membuatku lagi-lagi merasa grogi sekali lagi.
"Cantik!" gumam Aldrich takjub akan penampilan Jane malam itu, bahkan sorot matanya tak berkedip melihatnya.
"Permisi, Tuan. Saya duluan," pamit ku berjalan mendahului beliau. Tuan Aldrich masih diam mematung menatapku, dan aku terus berjalan.
Tanpa kusadari saat tengah asyik berjalan, tuan Aldrich tiba-tiba berdiri sejajar di sampingku, dan menggamit lenganku. Kini kami terlihat layaknya pasangan sejoli. Dengan percaya diri tuan Aldrich menggandengku menuju tempat kami dinner bersama tuan Charoen.
Saat tiba di restoran, tuan Charoen sempat kaget melihatku malam itu.
"Tuan Aldrich, benarkah wanita di samping Anda ini, Nona Jane?" tanyanya dengan mata membola.
Aku pun mengulas senyum lebar seraya mengangguk, "Benar, Tuan. Saya Jane," jawabku singkat.
"Kenapa Tuan Charoen? Apa Anda kaget?" tanya tuan Aldrich terkekeh.
"Ternyata selain pintar, Nona Jane juga cantik bukan?" imbuh tuan Aldrich berseloroh.
Aku tersipu malu mendengar pujian dari kedua laki-laki di hadapanku saat itu. Setelah basa-basi saling mengobrol lepas tentang kehidupan pribadi masing-masing dari kedua pria tersebut. Kami bertiga lanjut menikmati makan malam dengan menu yang sudah disiapkan oleh tuan Charoen.
Kedua pria ini tampak saling membenturkan gelas untuk bersulang, menenggak Anggur yang sudah ditata di atas meja. Hingga tanpa terasa kedua pria di hadapanku mulai kehilangan kesadaran. Meracau entah kemana obrolan mereka.
"Hai Jane, malam ini cantik sekali," racauan dari bibir tuan Zain.
Aku bingung harus menolong siapa dulu dari kedua pria ini. Dan akhirnya aku telepon asisten tuan Charoen untuk membawanya pulang. Sementara aku membawa tuan Aldrich kembali ke kamar.
Sesampainya di dalam kamar tuan Aldrich, aku membaringkannya di atas kasur, namun malah tubuhku tertarik oleh tangannya, hingga aku jatuh terjerembab di atas tubuhnya.
Tiba-tiba beliau mencium bibirku paksa, aku berusaha menolak namun beliau terus memaksa.
"Ayolah Jane, malam ini kita habiskan malam berdua. Kamu harus melayaniku," ucapnya di tengah kesadaran yang sedikit menghilang.
"Jangan, Tuan. Anda sedang mabuk, jangan lakukan ini," pintaku menolak.
Tapi sayang, hasrat tuan Aldrich sudah memuncak. Bak pria yang kehausan, dia melucuti gaun yang aku kenakan. Dan menjamahku brutal.
Aku hanya bisa pasrah setelah berkali menghindar dan menolak namun gagal, kekuatan tuan Aldrich yang sedang mabuk, sepertinya melebihi akal warasnya.
Tuan Aldrich terlihat lihai bermain di atas tubuh polosku, sentuhan yang baru pertama kali aku rasakan itu terpaksa aku terima hingga akhirnya mahkotaku berhasil direnggut oleh tuan Aldrich malam itu.
"Hiks....," Isak tangis ku, setelah keperawanan ku hilang oleh ***** brutal atasanku, akibat Anggur sialan itu.
"Apakah Anda akan bertanggung jawab, Tuan??" pekikku dalam hati menangis sedih batinku malam itu.
*****
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
GRANDOM
sempat traveling aq🤣🤣🤣
2022-02-14
2
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
kasihan jane
2022-01-18
1
🏁BLU⭕
Salam berbintang Thor ⭐⭐⭐⭐⭐⭐
2021-12-25
1