"Kemarin ke mana saja Jane dengan Alexander, apa kalian berlibur?" tanya Nyonya Rean, teman kerjaku yang usianya lebih tua dariku.
"Ah, tidak Nyonya Re. Saya hanya pergi ke Universitas Teknologi Berlin saja." ujarku sembari mengulas senyum, dan menata tumpukan file di atas mejaku.
"Apa? Universitas Teknologi Berlin?" tanya Nyonya Rean kaget, seolah pertanyaannya meminta penjelasan dariku. Dan kujawab dengan anggukan serta senyuman.
"Apa kamu bersekolah lagi di sana Jane?" selidik nyonya Rean. Membenarkan kaca mata yang bertengger di hidungnya.
"Tidak, Nyonya. Ini!" jawabku seraya menyodorkan sebuah amplop yang kebetulan masih ku simpan di dalam tas kerjaku.
Nyonya Rean membuka amplop pemberianku dan kembali membenarkan kaca matanya, terus membacanya. Lama, wanita paruh baya itu membacanya dalam diam. Kemudian bergumam tak percaya.
"Apa? Alexander, putra kamu diterima bersekolah di sana? Ini tidak bercanda kan Jane?" Nyonya Rean membungkam mulutnya dengan tangan kirinya. Tanpa sadar wanita paruh baya yang menjabat sebagai kepala divisi di bagianku tersebut, menitikan air mata. Rasa haru dan bangga untuk Alexander yang sudah ia anggap seperti cucunya sendiri selama ini.
Aku kembali menitikan air mata, dan bercerita kepada nyonya Rean. Tentang apa yang terjadi dan menimpaku selama ini, bahkan aku juga bercerita tentang kehebatan putraku yang baru aku ketahui sejak semalam.
"Kamu hebat sekali Jane. Aku salut dan bangga padamu. Meski kamu menjalani hidupmu di negara pengasingan yang tak pernah kamu inginkan sebelumnya. Tapi kamu mampu membuktikan kepada dunia bahwa kamu telah berhasil mendidik anak kamu menjadi seseorang yang luar biasa."
Ujar nyonya Rean dengan bangganya menepuk pundak ku. Memberi selamat kepadaku dan Alexander. Setelah lama bercerita tentang masa lalunya yang kelam kepada Nyonya Rean, kami pun kembali bekerja.
****
"Sudah tujuh tahun kamu menikah dengan putraku, tapi kamu belum juga memberiku seorang cucu. Bagaimana nasib pewaris keluarga ku nantinya?" Hardik nyonya Madison kepada sang menantu, yang tak lain adalah istri dari Aldrich Barayeve, yang bernama Cyril.
Wanita muda yang cantik jelita dan berasal dari kelas yang sama dengan keluarga Barayeve, terdiam ambigu tanpa berani menatap kedua netra ibu mertuanya yang sedang murka saat itu. Hanya memainkan kuku-kukunya membuang kekesalan, setiap kali ibu mertuanya menanyakan tentang keturunan.
"Cyril, jawab!" teriak nyonya Madison.
Istri Aldrich pun angkat bicara setelah sang ibu mertua mengoceh panjang lebar.
"Ibu, tolong Anda dengar baik-baik! Saya bukan Tuhan yang bisa tahu kapan akan hamil. Sebaiknya Ibu tanyakan kepada anak Ibu, dosa apa yang telah ia perbuat sebelumnya, sehingga harus Cy yang menanggung akibatnya."
Terdengar kemarahan dalam ucapan Cyril kepada sang ibu mertua. Yang selalu saja menyudutkan dirinya, setiap kali membahas soal anak.
"Plak...." sebuah tamparan keras, mendarat di pipi Cyril. Wanita yang kini telah berusia sekitar dua puluh delapan tahun tersebut.
Cyril menatap nanar sang ibu mertua, sembari memegangi pipinya yang terasa panas. Wanita ini pun segera pergi meninggalkan Madison di ruang keluarga, menuju kamarnya.
"Dasar wanita tua bangka!" umpat Cyril memaki ibu mertuanya dan membuang semua bantal yang ada di kasur, melemparnya ke lantai.
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Cyril meraih tas dan kunci mobilnya. Kemudian pergi ke suatu tempat yang selalu ia kunjungi bersama teman sosialitanya. Kala ia dilanda suntuk perihal ibu mertuanya yang sangat menyebalkan.
"Hai, Cy kenapa kamu mukanya ditekuk macam buku saja." sindir salah satu sahabatnya yang tengah duduk bersama beberapa teman lainnya.
Cyril menunjukkan bekas tamparan yang memerah di pipinya kepada teman-teman nya. Sontak membuat semua temannya tertawa terbahak-bahak, Ha ha ha ha ha...."
"Sejak kapan seorang Cyril diam ditindas ibu mertuanya." ledek Anabel mentertawakan.
Cyril makin bersungut dan memanyunkan bibirnya, sementara tangannya mengaduk minuman yang ada di depan mejanya.
"Aku jenuh dengan pernikahan ku bersama Aldrich. Aku pikir dengan kami saling mencintai, kami akan bahagia. Tapi sayang...."
Terdengar Cyril menggantung ucapannya, terlihat raut frustasi dari wajahnya, karena ternyata Aldrich hanya sibuk dengan urusan pekerjaannya selama mereka menikah. Sementara dirinya selalu mencari kepuasan di luar, tiap kali merasa kesepian.
"Halah, sudah lah Cy, ngapain juga kamu sedih gitu. Bukannya Adden selalu siap siaga dua puluh empat jam untuk Tuan Putri Cyril, ha ha ha...." ledek Anabel kembali, seraya terkekeh. Cubitan kecil dari Cyril yang mendarat di pipinya pun ia terima, dan Anabel mengaduh kemudian semua nya tertawa bersama.
"Tapi bahaya juga kalau aku terusan ketemuan dengan Adden. Aldrich tidak akan membiarkan ku hidup jika mengetahuinya." ucap Cyril kemudian menyesap minuman yang daritadi terus diaduknya.
****
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
🏁BLU⭕
Semangat Selalu
Selalu Semangat
💪💪💪💪👏👏👏👏👍👍👍👍💃💃💃💃
2021-12-25
0
❀ᴅeᷟwͣiᷜʕ •́؈•̀ ₎
hahahaha rasain kena karma
2021-12-10
0
Rini Arismawati
penerus tahta mu Uda ada nyonya
2021-11-16
4