Beberapa hari berlalu.
Sore hari
Di gubuk kecilku.
“Haaa, Iona bagaimana?”
“Huh? Apanya?”
“Tentang penyerangan yang kau lakukan beberapa hari yang lalu.”
“Ahh, itu memang benar ulah dari bandit. Sepertinya mereka menggunakan sebuah alat sihir untuk melakukan sihir tingkat tinggi seperti itu.”
“Alat sihir?”
“Aku dengar itu dijual bebas di kerajaan Trues.”
“Dijual bebas.”
“Meskipun begitu, harganya sangat mahal dan hanya bisa digunakan 1 kali saja setelah itu tidak bisa digunakan lagi.”
“B-begitu. Aku pikir sihir itu merupakan hal yang tabu.”
“Itu memang benar, tapi dibeberapa kerajaan, sihir banyak dibicarakan, penelitian tentang sihir dilakukan meskipun itu secara tersembunyi.”
“Jadi, mereka ingin membangkitkan sihir lagi, ya.”
“Apa itu buruk?”
“Jika hanya terbatas pada sebuah item 1 kali pakai, itu tidak masalah. Meskipun begitu, aku tak bisa bilang tidak masalah juga karena mungkin saja ada sebuah senjata yang dibuat untuk menghancurkan suatu tempat atau hal lain yang mengerikan yang dibuat dari item itu.”
“Itu mengerikan.”
“Jika orang yang memiliki sihir hanya terbatas pada keluarga kerajaan, aku pikir hal seperti itu sangat kemungkinan kecil akan terjadi.”
“Begitu.”
“Meskipun begitu, aku tak bisa menjaminnya. Selama ada kerajaan yang berfikir untuk bisa memperluas kekuasaannya, aku rasa hal seperti itu bisa saja terjadi.”
“Itu menakutkan.”
“Haa, lupakan hal itu. Sebenarnya bukan itu yang ingin aku tanyakan.”
“Lalu, apa yang ingin kau tanyakan?”
“Kau pernah bilang kalau kau ikut dalam suatu kelompok penilitian sihir di akademi.”
“Ya, aku memang ikut. Lalu, apa ada masalah?”
“Tentang penelitianmu, apa yang kelompok kalian bahas?”
“Eh, i-itu…”
“Sepertinya kelompokmu itu belum membahas apapun. Apa aku benar?”
“T-tidak begitu, ada beberapa hal kecil yang kami lakukan. Meskipun begitu, semua orang yang ada di kelompok itu, mereka semua berjuang sekuat tenaga untuk membuat sebuah perubahan. Meskipun sangat sulit, aku yakin suatu hari nanti kami bisa melakukannya.”
“Haa, baik baik. Aku mengerti. Sepertinya aku cukup tertarik dengan kelompok penelitian sihir itu.”
“Eh? Benarkah?”
“Ya, saat aku sudah masuk ke akademi bisa kau ajak aku ke tempat kelompokmu itu, aku ingin melihat-lihat.”
“Dengan senang hati, jika kau bergabung pasti sesuatu yang selama ini ingin dicapai tidak akan menjadi hal yang sulit.”
“Hey, aku bilang hanya akan melihat saja.”
“Tapi, aku yakin kau pasti nanti juga akan ikut bergabung.”
“Jika itu bisa menarik perhatianku.”
“Aku menjaminnya, aku yakin kau pasti akan menyukainya.”
“Ya ya, aku menantikannya. Sudah, cepat kerjakan berkas yang belum selesai itu.”
“Eeehh…”
Malam hari.
“Haa, akhirnya selesai juga.”
“Sudah cukup malam, sebaiknya kau segera kembali.”
“Aku lelah, aku ingin menginap disini untuk malam ini.”
“Hey, nanti orang-orang di kerajaan mencarimu.”
“Tenang saja, aku sudah meninggalkan surat dikamar. Aku yakin mereka tidak akan mencariku.”
“Sepertinya kau sudah merencanakannya.”
“I-ini hanya sebuah kebetulan, ya ini hanyalah kebetulan. Aku berencana untuk menyelesaikan pekerjaan ini di markas dan menginap disana, tapi aku malah mengerjakannya disini. B-begitu.”
“Kau tidak bisa membohongiku dengan kata-kata meragukan seperti itu. Jika ingin berbohong, berusahalah lebih baik lagi.”
“M-maaf.”
“Haa, sudahlah. Cepat tidur.”
“Bagaimana denganmu? Jangan bilang kau ingin pergi ke tempat Dravin.”
“Kenapa kau mencemaskan hal itu, sudah cepat tidur.”
“B-baik.” Iona naik ke atas kasur. “Kau tidak akan pergi’kan.”
“Memangnya dimana lagi aku memiliki tempat untuk pergi didunia ini.”
“Begitu, benar juga. Ari, selamat malam.”
“Ya, selamat malam.”
Iona terlelap dan aku melihat ke arah dokumen yang dikerjakan olehnya. “I-ini… Haa, dasar.” Meskipun bilang sudah menyelesaikannya, ternyata dia tidak melakukan apapun. “Apa yang sebenarnya dikerjakan olehmu mulai tadi.” Karena ini adalah bagian dari tugasku juga, aku putuskan untuk menyelesaikannya.
Di pagi hari, saat fajar belum terbit.
“Haa, akhirnya selesai.” Aku menyelesaikan semuanya dan begadang semalaman. “Aku mengantuk, waktu masuk ke akademi adalah besok. Aku ingin tidur sekarang.” Niatku seperti itu, tapi Iona masih tertidur pulas dikasur.
Aku melihat ke langit-langit. “Haa, sekarang aku hidup didunia ini, ya.” Perlahan aku bangun dan pergi keluar.
Di luar.
“Haa, dingin.” Matahari yang belum terbit, hawa dingin yang masih terasa membuat tubuhku sedikit menggigil. Aku perlahan berjalan menuju ke arah pantai yang berada agak jauh dari gubuk tempatku berada.
Cukup lama setelah itu.
Perlahan matahari mulai terbit. “Haa, ini menenangkan.” Hawa yang dingin mulai tergantikan oleh hangatnya sinar matahari pagi yang mulai bersinar terang. Aku perlahan mulai membaringkan tubuhku diatas pasir. “Setidaknya, aku ingin tidur sebentar.” Aku perlahan mulai menutup mataku, dan terlelap dalam tidur. ‘Ah, sepertinya aku melupakan sesuatu. Sudahlah.’
Sementara itu.
“Hoaamm… Ari, selamat… Ari? Dimana? Ari, dimana kau!!” Iona yang panik langsung pergi untuk mencari Ari yang menghilang.
Matahari yang sudah terbit, dan Iona menyusul Ari ke pantai. “I-itu dia!!” Melihat Ari yang sedang berbaring dipasir, ia langsung menghampirinya. “Ari, kenapa kau… Dia, tertidur.” Untuk pertama kalinya, Iona melihat wajah Ari yang tertidur pulas. “Kau pasti mengerjakan dokumen itu sampai tidak tidur semalaman. Maaf.” Meskipun begitu, Iona tetap menatap wajah Ari yang tengah tertidur pulas.
Beberapa jam setelah itu.
Aku perlahan membuka mataku karena rasa panas yang mulai menyengat. “Haa, sudah siang, ya. Sepertinya sudah hampir jam 11. Jika saja ada jam didunia ini.” Aku merasa cukup segar karena sudah tidur, meskipun begitu tidur kurang dari 8 jam itu tidak sehat. “Haa, sudahlah.” Tepat saat aku berdiri. “Haa, kenapa dia bisa ada disini.” Iona tertidur disampingku. “Terlalu banyak tidur akan membuatmu sakit kepala. Iona, cepat bangun.”
“5 menit lagi.”
“Hey, cepat bangun. Kau sudah bolos masuk ke akademi hari ini, mau sampai kapan kau membolos dan tidur seperti ini.”
“Hari ini aku sudah izin untuk tidak masuk ke akademi karena ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan.”
“Pekerjaan? Setauku pekerjaan menjadi seorang putri dan juga komandan tidak sebanyak itu sampai harus izin tidak masuk. Kau membuat alasan palsu lagi, ya. Haa, ini sudah yang ke berapa kalinya kau melakukan ini.”
“Haa, hangat.”
“Hey, jangan mengalihkan pembicaraan dan lagi, ini bukan hangat tapi panas. Sudah cepat bangun, nanti kulitmu terbakar karena terlalu banyak terpapar sinar matahari.”
“Baik-baik.”
“Sepertinya aku harus segera pergi.”
“Huh? Ari, ada apa?”
“Para ketua regu mencarimu.” Aku melihatnya, para ketua regu datang kemari dan sudah pasti karena mencari Iona. “Kau berbohong tentang meninggalkan surat itu, ya.”
“Tidak, aku serius. Aku sudah meninggalkan surat kok. Tapi, aku tak tau kenapa mereka masih mencariku.”
“Hmm, sepertinya suratmu tidak ditemukan oleh pelayan yang selalu datang ke kamarmu setiap pagi. Oleh karena itu mereka mencarimu.”
“Mungkin saja.”
“Haa, kau itu. Sudahlah, aku akan pergi sementara waktu sampai keadaan kembali seperti semula. Kau cepat datangi mereka.”
“Baik.”
Kami berpisah, aku pergi menjauh dan Iona menghampiri para ketua regu. “Sepertinya aku harus mencari tempat untuk beristirahat yang lain.”
Sementara itu.
“Komandan, anda baik-baik saja.” (Grild)
“Y-ya. Aku tidak apa-apa.”
“Komandan, apa yang anda lakukan disini?” (Famus)
“Mencari ketenangan, aku tertidur digubuk yang ada disana semalam karena mengerjakan dokumen.”
“Komandan, jika anda ingin keluar, setidaknya bawalah beberapa pasukan untuk menjaga anda.” (Laren)
“Laren, tidak perlu repot-repot.”
“Itu tidak merepotkan, jika anda dalam bahaya itu justru akan sangat berbahaya jika sampai anda tidak ditemani oleh satupun penjaga ataupun prajurit yang mengawal anda.”
“Jika seperti itu aku tidak bisa mengerjakan apapun dengan tenang. Tenanglah kalian semua, lagipula ada Dravin yang bisa membantuku jika ada masalah.”
“Dravin, maksud anda naga itu.” (Famus)
“Tapi, jaraknya sangat jauh bagaimana mungkin naga itu bisa membantu anda jika anda dalam masalah?” (Laren)
“Tenang, naga itu lebih hebat dari apa yang kalian duga.”
“Kami tidak pernah meragukan kehebatan naga, hanya saja…”
“Hanya saja?”
“Setidaknya komandan harus bersama satu atau dua pengawal kerajaan atau dari pasukan kita.”
“Haa, baik akan aku pertimbangkan.”
“Terimakasih.”
“Aku akan mengambil dokumenku dulu, kalian bisa duluan. Aku akan segera menyusul, dan suruh para pasukan yang ditugaskan untuk mencariku segera kembali.”
“Baik.”
Mereka ber-4 pergi. “Haa, sepertinya aku tidak bisa bebas lagi.”
Sementara itu.
“Hoaam, disini sangat nyaman. Rindangnya pepohonan yang menghalangi matahari secara langsung dan juga ditambah dengan angin dari pantai, ini membuatku mengantuk.” Perlahanaku mulai menutup mata. “Setidaknya, tempat ini adalah tempat yang nyaman untuk beristirahat.”
Sore hari.
“Hoaam… Nyenyak sekali.” Aku bangun dan hari sudah sore. “Sepertinya tidurku terlalu lelap. Hmm, bagaimana keadaan Iona sekarang, ya.” Dia dibawa oleh para komandan, dan pastinya dia sedang kerepotan sekarang. “Sudahlah.”
Aku bangun dan pergi kembali menuju ke gubukku.
Beberapa lama setelah itu.
“Haa, sudah kuduga akan jadi seperti ini.” Gubuk tempat tinggalku dijaga oleh para prajurit. “Sepertinya para ketua regu itu ingin meningkatkan keamanan ditempat Iona berada.” Setidaknya itulah hal yang bisa aku simpulkan sekarang.
“Sebentar lagi hari mulai gelap, dan aku yakin prajurit itu pasti akan tetap berada disana. Mereka akan melakukan rotasi penjagaan dan itu berarti aku tak akan bisa kembali ke sana untuk sementara waktu. Haa, aku harap hanya sementara waktu.”
Esoknya.
Aku menginap di tempa Dravin dan setelah itu kembali kegubuk berharap para prajurit itu pergi, tapi… “Mereka masih berjaga. Sudahlah, hari ini adalah hari pertamaku ke akademi. Setidaknya aku tak boleh terlambat.” Dengan pakaian yang aku pakai sekarang, aku pergi menuju ke akademi.
Setelah itu.
Di akademi.
“Haa, setidaknya ini cocok untukku, mungkin.” Aku menggunakan seragam yang aku dapatkan dari salah satu pengawas.
“Ari. Kau datang.”
“Ini adalah hari pertamaku, tidak mungkin aku tidak datang.”
“Benar juga. Ngomong-ngomong seragam itu cocok untukmu.”
“Ya, setidaknya ini tidak begitu buruk.”
“Eh?”
“Huh? Ada apa?”
“T-tidak.‘ini tidak seperti apa yang mereka katakan.’ (bergumam)”
“Aku akan pergi ke kelasku dulu.”
“Biarkan aku mengantarmu.”
“Ya, baiklah.” Lagipula aku tak tau dimana kelasku berada.
Beberapa menit kemudian.
“Kita sudah sampai.”
“Begitu, terimakasih karena sudah mengantarku.”
“Tidak masalah.”
Aku masuk ke kelas, dan Iona mengikutiku. “Ehh, kelasmu disini juga.”
“Ya.”
“Haa, ternyata seperti itu.” Aku perlahan melihat ke arah dalam kelas. “Kemana siswa yang lain?” Tidak ada orang satupun disini.
“Ahh, mereka ada ditempat lain, sedang melakukan acara penyambutan siswa baru.”
“Kenapa kau memberitahuku hal itu sekarang.”
“Kau tidak menanyakannya.”
“Haa, sudahlah. Iona, ayo pergi.”
“Baik.”
Di salah satu gedung.
Penyambutan siswa baru dengan nilai terbaik. Ya, ini adalah acara yang diadakan hari ini tepat saat hari pertamaku dimulai. Aku dan Iona sedang duduk di kursi siswa yang ada bagian paling belakang karena terlambat. “Ini aneh, Ari, namamu tidak disebutkan.”
“Abaikan saja.”
“Ehh, mana bisa seperti itu. Kau mendapatkan nilai yang paling sempurna, dan kau tidak dipanggil, bukankah itu aneh.”
“Abaikan saja.”
“Tapi…”
“Abaikan saja.”
“Baik. Tapi, boleh aku tau alasannya?”
“Tidak menarik perhatian adalah hal baik, dan lagi bangsawan yang hampir saja aku pukul juga berada diatas. Jika sampai tau jika aku memiliki nilai yang tinggi, bahkan lebih tinggi darinya. Aku yakin dia akan mengajukan protes karena ‘rakyat jelata’ sepertiku tidak pantas mendapatkan hal itu. Seperti itu.”
“Ehh, itu sangat aneh.”
“Sudahlah, abaikan saja. Sifat seseorang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari yang lain memang seperti itu, meskipun begitu tidak semuanya seperti itu. Setidaknya itu yang harus kau ingat.”
“Apa itu penting?”
“Itu tergantung padamu.”
“Begitu.” Kami kembali memfokuskan diri pada acara yang diadakan sekarang.
Setelah acara selesai.
“Haa, ini memakan waktu cukup lama.” Acara penyambutan sudah selesai dan semua siswa kembali ke kelas.
“Ari, kau duluan saja pergi kekelas. Aku ada sedikit urusan.”
“Ya.”
Beberapa menit setelah itu, aku sudah sampai di kelas dan keadaan berbeda seperti sebelumnya. ‘Ramai juga.’ Disini ada banyak siswa, ya setidaknya itu adalah hal yang wajar. ‘Eh? Dia…’ Aku melihat wajah yang tak asing bagiku. ‘Lucy.’
Lucy Groem, seorang pangeran yang menyukai Iona bisa aku katakan seperti itu. Meskipun begitu, cintanya bertepuk sebelah tangan. ‘Haa, sepertinya aku dan dia akan jadi teman sekelas.’
Beberapa saat kemudian bel berbunyi dan seluruh siswa termasuk aku duduk dikursi (yang acak). ‘Iona kemana?’ Saat bel berbunyipun Iona masih belum kembali, ini membuatku sedikit khawatir. Tepat saat aku ingin pergi mencari Iona.
“Itu dia.” Iona masuk ke kelas, tapi ia menggunakan seragam yang berbeda dari sebelumnya.
Ia berdiri di depan. “Halo semuanya, perkenalkan namaku Iona L. Thorwn. Aku adalah wali kelas kalian.”
“Eh?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments