"Tidak... Jangan... Jangan.... Lepaskan aku..." Teriak Bella yang kini berusia dua puluh tujuh tahun.
Kulitnya begitu putih, rambutnya hitam dan bergelombang. Bibirnya yang merah tak henti-hentinya mengigau dengan berteriak minta tolong.
"Toloong.... Jangan ganggu akuuu...." Teriaknya lagi.
Bocah laki-laki yang tengah tidur terlelap disampingnya itu terbangun mendengar teriakannya.
"Mah.... Mama... Bangun Ma. Mama kenapa?" Ucap bocah berparas tampan itu.
Seketika Bella, sang Mama, terbangun dengan keringat yang mengucur deras.
"Mama kenapa Ma?" Tanya bocah itu lagi.
Bella mengusap wajahnya perlahan lalu tersenyum ke arah puteranya yang kini berusia enam tahun itu.
"Mama gak apa-apa sayang. Cuma mimpi buruk saja." Balas Bella.
"Tapi Ma, hampir setiap malam Mama selalu teriak seperti itu."
Mendengar ucapan puteranya itu, Bella tersenyum getir.
"Noah sayang, Mama gak apa-apa. Beneran deh, Mama cuma mimpi buruk saja. Lebih baik Noah tidur ya. Besok kan harus pergi sekolah. Sekarang masih jam dua pagi loh."
Bocah bernama Noah itu mengangguk, lalu kembali berbaring di kasur lapuk yang sudah menjadi tempat tidurnya itu sejak kecil.
Kontrakan berukuran tiga kali empat meter itu sudah menjadi tempat bernaung bagi Bella dan anaknya Noah sejak tujuh tahun lalu semenjak Noah masih berada dalam perut Bella.
Bella menatap puteranya, Noah, yang selama ini menjadi alasannya tetap kuat untuk menjalani hidupnya yang serba kekurangan.
Noah terlahir sebagai anak yang genius. Ia begitu pintar dalam berbagai hal, mulai dari berhitung, membaca, dan yang lainnya. Tapi yang paling menonjol adalah kemampuan Noah dalam bermusik.
Sejak berusia tiga tahun, Noah sudah dapat membuat alunan musik nan merdu hanya dengan mengetuk-ngetuk sendok ke mangkok. Atau memukul-mukul ember dan benda lainnya yang mengeluarkan bunyi.
******************
Praaang....!!!
Sebuah vas bunga pecah karena dilempar ke tembok. Tiga orang laki-laki berbadan tegap dan berpakaian serba hitam tertunduk.
"Kalian semua bodoh, sangat bodoh. Butuh berapa ratus orang lagi agar aku bisa menemukan gadis itu. Kenapa kalian semua tidak becus...." Teriak Erlan.
"Ma-maaf Tuan Muda. Kami sama sekali tidak dapat menemukan jejak dari wanita yang Tuan Muda cari itu." Jawab salah seorang laki-laki yang berdiri di depan Erlan.
"Kalian semua memang bodoh..." Teriak Erlan lagi.
Erlan kemudian berjalan mendekat ke arah jendela, menatap seluruh kota yang terlihat jelas dari lantai teratas gedung Xander Group.
"Bagaimana bisa ketemu, nama wanita itu saja kita tidak tahu." Bisik salah seorang pria.
"Iya." Balas pria yang lainnya.
Erlan yang mendengar ucapan pria itu langsung berjalan mendekat dan memegang kerah baju pria itu.
"Jangan buat aku marah. Aku tidak perduli, bagaimanapun caranya, kalian semua harus menemukan wanita itu." Ucap Erlan penuh penekanan. "Kalau tidak, aku akan membuat kalian semua menderita." Lanjut Erlan.
"Ba-baik Tuan Muda."
"Sekarang keluar dari ruangan ku. Aku muak melihat kalian semua." Teriak Erlan lagi.
Secepat kilat tiga orang itu berlari keluar ruangan.
"Tuan Muda benar-benar menyeramkan jika sedang marah."
"Iya kau benar. Tapi sekarang, bagaimana cara kita menemukan wanita itu. Ini sudah tujuh tahun, dan tidak ada petunjuk apapun kita bisa menemukan wanita itu."
"Aku pusing..."
Begitulah percakapan tiga orang yang baru saja menemui Erlan.
Di dalam ruangan, Erlan membuang semua barang yang ada diatas mejanya.
"Tuan Muda tolong tenang, kita pasti bisa menemukan Nona itu." Ucap Pak Bimo, Sekretaris Erlan.
"Kau sama tidak becusnya dengan anak buahmu itu. Ini sudah tujuh tahun dan kau sama sekali tidak bisa menemukan tanda-tanda keberadaannya." Lagi-lagi Erlan berteriak.
"Maafkan saya Tuan Muda, saya pantas dihukum." Ucap lelaki paruh baya itu menunduk.
"Sudahlah, kalau saja kau bukan orang kepercayaan Papa, sudah ku tendang kau jauh-jauh."
Pak Bimo tertunduk, ia tak pernah mengambil hati setiap ucapan dan umpatan Erlan terhadapnya. Karena Pak Bimo tahu tempramental Erlan akan berubah saat sesuatu yang ia inginkan tak ia dapatkan. Walau begitu, semarah apapun Erlan, ia tak pernah menjatuhkan tangannya pada Pak Bimo.
Pak Bimo awalnya merupakan sekretaris Tuan Adam Alexander, papa Erlan. Tapi, sejak Tuan Adam jatuh sakit, dan menyerahkan jabatan Presdir pada Erlan, maka Pak Bimo ditugaskan menjadi sekretaris Erlan.
"Tuan Muda, apa Tuan Muda tidak ingin menyiapkan sesuatu untuk Tuan Besar? Hari ini Tuan Besar berulang tahun." Ucap Pak Bimo.
Erlan yang tengah duduk bersandar di kursi Presdirnya langsung duduk tegap.
"Ya Tuhan Pak Bimo.....!" Lagi-lagi Erlan berteriak. "Kenapa tak kau katakan dari tadi.... Hah..."
'Salah lagi... Salah lagi...' pikir Pak Bimo.
"Maafkan saya Tuan Muda, saya tidak sempat mengingatkan Tuan Muda, karena sejak tadi, Tuan Muda sibuk memarahi para pengawal." Jawab Pak Bimo.
"Bagaimana aku bisa lupa..." Erlan memijit pelipisnya. "Baiklah, kalau gitu siapkan sebuah kue yang besar untuk Papa. Masalah hadiah aku tidak tau harus menyiapkan apa, karena Papa sudah punya semuanya. Lebih baik aku bertanya saja padanya dia mau apa."
"Baik Tuan Muda, akan saya urus semuanya."
********************
"Happy birthday Pa..."
Erlan datang menghampiri Tuan Adam yang terduduk di kursi roda di taman belakang rumahnya.
"Erlan..." Ucap Tuan Adam.
"Iya Pah, Erlan disini. Sekali lagi selamat ulang tahun Pa. Maaf karena Erlan tak punya hadiah khusus untuk Papa karena Erlan tidak tahu harus memberi Papa hadiah apa."
"Uuuhh Kak Erlan memang tak pernah menyiapkan sesuatu untuk Papa." Ucap Vino, adik Erlan.
Alvino Alexander, adik bungsu Erlan. Vino kini tengah mengenyam pendidikan di universitas ternama di Ibu Kota.
Rumah utama keluarga Alexander hanya dihuni laki-laki, karena sang Nyonya Besar sudah lama meninggal.
"Pah, ini Vino bawakan buku ensiklopedia baru untuk Papa." Ucap Vino menyodorkan sebuah buku tebal pada Tuan Adam.
"Terima kasih Vino, kau memang tahu apa yang Papa butuhkan. Tidak seperti...." Ucap Tuan Adam seraya melirik Erlan.
"Hahaha Kak Erlan memang tak tahu apa-apa." Ucap Vino.
Ctaakkk..!!
Erlan menyentil kening adiknya itu.
"Aduuhh sakiiitt... Kak." Pekik Vino.
"Diaam....!" Bentak Erlan.
Vino langsung diam, seraya mengelus keningnya.
"Pah, kasih tahu Erlan, Papa mau hadiah apa dari Erlan?"
"Papa tidak mau apa-apa. Papa hanya mau kamu menikah Erlan. Sekarang usia kamu sudah tiga puluh tahun. Sampai kapan kamu membujang? Umur Papa juga sepertinya tidak akan panjang, jadi lebih baik kamu segera menikah agar Papa bisa melihat kamu duduk di pelaminan. Apalagi jika Papa sampai bisa melihat kamu memiliki anak." Ucap Tuan Adam panjang lebar.
"Jangan bicara begitu Pa. Papa baik-baik aja, Papa pasti akan sembuh." Ucap Erlan.
"Udah deh Kak, mending ikutin aja kemauan Papa. Apa Kak Erlan mau aku lebih dulu."
Erlan kembali menjitak kening Vino.
"Ya elaah Kak, yang tadi aja belum hilang sakitnya, sekarang udah dijitak lagi."
"Makanya gak usah banyak omong." Ucap Erlan.
Erlan kemudian memegang tangan Papanya.
"Pah, Erlan lagi mencari menantu Papa. Tunggu saja, secepatnya Erlan pasti akan menemukan dia."
"Sudah tujuh tahun kau mencarinya Erlan. Butuh waktu berapa lama lagi? Apa kau akan mencarinya sampai ajal menjemput Papa? Kita bahkan tidak tahu, apakah wanita itu sudah menikah atau tidak." Ucap Tuan Adam.
"Pah, izinkan Erlan mencarinya sekali lagi."
"Baiklah, Papa akan memberimu waktu satu bulan. Jika kau tidak bisa menemukannya, maka kau harus menikah dengan wanita pilihan Papa. Berdoalah semoga Papa tetap panjang umur."
"Terima kasih Pa. Erlan akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan Papa." Ucap Erlan.
'Aku pasti akan menemukanmu Nona Cantik.' gumam Erlan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anonymous
aq mampir
2021-11-15
0
Fatma ismail
suka kata kata nya ,suka susunan katanya ,rapi nggak terburu2
2021-11-14
0
❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇
udah 7 tahun masih dicari,kalau di real pasti udah dilupakan itu 😌😌
2021-10-17
0