Bab 3

Musibah kadang datang seperti pencuri di malam hari. Itulah yang membuat kita suka luput dan mengabaikan tanda-tanda yang sudah ditunjukkan sebelumnya. Begitu pun apa yang terjadi pada Al pagi ini. Dan yang paling tidak ia sangka, badai hidupnya justru datang dari ayah sendiri.

Harusnya Al sudah curiga, karena orang-orang terlihat berbisik-bisik begitu ia melangkah masuk ke dalam kantor. Tapi Al bukanlah tipikal orang yang terlalu peduli pada sekitarnya, jadi ia abaikan semua pertanda itu.

Dan begitu tiba di depan ruangannya, Al terkejut luar biasa saat melihat seluruh barang-barangnya sudah tidak ada lagi di dalam ruangan. Mejanya bersih. Dan terlihat seseorang Office Boy (OB) sedang menurunkan papan namanya.

"Apa-apaan ini, Mas?" tanya Al pada sang OB.

"Eh, Pak Aldebaran. Maaf banget, Pak, tapi Pak Abi yang minta untuk bersihin ruangan ini. Saya cuma menuruti perintah saja."

"Pak Abimanyu? Ayah saya?" Al menegaskan lagi.

"I-iya, Pak." Sang OB terlihat sama bingungnya dengan Al.

"Terus ruangan saya dipindahkan kemana, Mas?"

Sang OB semakin bingung, "Sa-saya nggak tahu, Pak. Dari pagi udah kosong. Ini juga Bapak yang minta dibersihin."

Setiap kata yang keluar dari mulut sang OB membuat wajah Al semakin merah padam. Apalagi saat ini, ia bisa mendegar bisik-bisik pegawai lain di luar ruangan.

"Me-memangnya Pak Abi nggak ngomong apa-apa sama Bapak?" tanya OB itu, lagi. Ia memang hanya menuruti perintah Abimanyu, tapi ia juga takut melakukan kesalahan pada anak sang bos besar.

"Nggak ada, Mas!" Ada kepanikan dalam suara Al.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar nggak tahu." Sang OB terlihat merasa bersalah.

Al langsung keluar dari ruangan. Bisik-bisik itu langsung berhenti seketika. Al tidak tahan lagi! Sang ayah melakukan ini tanpa pemberitahuan sama sekali! Ia benar-benar merasa dipermalukan!

Ia melangkah cepat-cepat ke ruangan Abimanyu. Tapi setibanya disana, ia hanya menemukan ruangan kosong.

"Bapak lagi meeting di lantai sepuluh sama potential customer, Al." Rene ikut masuk ruangan saat melihat Al seperti kesetanan. Rene adalah salah satu sahabat Al sejak SMA. Rene tidak dapat menyelesaikan kuliahnya dulu karena masalah keuangan, makanya Abimanyu, yang telah lama mengenal Rene, akhirnya mempekerjakan teman baik anaknya itu sebagai sekretarisnya.

"Masih lama meetingnya?" tanya Al, dengan gusar.

"Baru mulai. Kayaknya bakal lama. Schedule-nya sampai jam lima."

"Mati gue!" Al memaki.

"Lo kenapa sih?"

"Emang lo gak tahu? Papa nggak kasih tahu lo?"

"Kasih tahu apaan?"

"Dia kosongin ruangan gue!"

Rene seperti teringat sesuatu, "Eeeeeeeh, beneran dilakuin?"

"Lo tahu?!"

"Bapak pernah bilang. Tapi gue kirain cuma main-main."

"Ini beneran, Re! Barang-barang gue udah hilang semua dari ruangan! Lo tahu gue dipindahin kemana?"

Tiba-tiba Rene teringat sesuatu lagi.

"Apaan, woy?" Al bertanya dengan tidak sabar.

"Kayaknya gue tahu barang-barang lo ada dimana sekarang."

"Dimana?"

Rene terlihat ragu.

"Dimana, Re?" Al mendesaknya.

"Ikut gue!"

Al pun mengekori Rene, membelah sebuah ruangan yang dipenuhi para staff. Mereka sama sekali tidak berusaha lagi untuk menyembunyikan bisik-bisik mereka di hadapan Al.

Al baru mencoba tidak peduli, tapi saat Rene berhenti di sebuah kubikel, Al kembali naik darah.

Kubikel itu penuh dengan tumpukan barang-barang yang familiar. Itu kan barang-barang dari ruangannya!

"Bapak pernah bilang mau pindahin lo kesini." Rene meringis.

Al benar-benar tidak terima!

Kalau ia hanya anak yang menerima ijazah palsu dan gelar bodong…

Atau kalau ia hanya mengandalkan jalur nepotisme untuk masuk ke dalam Maheswara Company…

Mungkin ia bisa terima dengan perbuatan sang ayah.

Tapi Al menamatkan kuliah dari Columbia University, dengan predikat double degree sebagai Sarjana Ekonomi dan Sarjana Komunikasi. Setelah itu, ia bahkan juga menyempatkan diri untuk menamatkan pendidikan S2 kurang dari dua tahun di universitas yang sama. Ditambah, ia juga menggali ilmu dunia pekerjaan terlebih dahulu di sebuah sebuah Firma Konsultan Bisnis nomor satu di Jakarta selama beberapa tahun, sebelum melamar ke Maheswara Company.

Al bekerja keras, mati-matian memantaskan diri sebelum berani masuk ke dalam perusahaan keluarga. Ia melalui semua proses perekrutan selayaknya semua karyawan disini. Ia diterima disini sebagai Vice Precident bukan dengan jalur nepotisme seperti yang diduga kebanyakan orang.

Dan beginikah balasan sang ayah atas semua kerja kerasnya selama ini? Hanya karena Al tidak mau menikah? Hanya karena gosip orang-orang di luar sana? Apa yang sebenarnya sang ayah harapkan? Apakah ia ingin Al besok harus mengenalkan seorang wanita dan langsung menikah seminggu kemudian?

"Sabar, sabar." Rene menepuk bahu Al. Rene melirik ke sekitarnya, seperti ingin mengingatkan Al bahwa tingkahnya saat ini sedang disaksikan banyak orang.

"Gue nggak bisa sabar kalau gini, Re." Al berbisik.

Wanita itu sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Ia pun sama terkejutnya seperti Al!

"Gue mau lo tanya HRD, sekarang ini posisi gue apa di perusahaan ini. Kenapa sekarang gue nggak dapat ruangan lagi,” kata Al, lagi.

"Oke, oke. Tenang dulu! Lo mau nunggu dimana?"

Rasanya Al ingin membenturkan kepalanya keras-keras ke dinding. Bukannya ia sudah tidak punya pilihan lain?

"Disini aja."

"Oke." Rene segera berjalan cepat keluar ruangan.

Al pun duduk di kubikel tersebut. Sialnya kubikel ini tidak bisa menutupinya sedikit pun. Semua orang masih memperhatikannya! Rasanya seperti ditelanjangi di depan umum oleh ayah sendiri!

Setelah menunggu hampir satu jam, Rene akhirnya muncul.

"Al..." panggilnya.

"Gimana, Re?"

Ia terlihat ragu menyampaikan isi kepalanya.

"Re, lo harus jujur sama gue!"

Rene menggaruk kepala. Bahkan Abimanyu sampai membuat sekretaris kebanggaannya garuk kepala!

"Bapak batalin pelantikan lo. Dan karena Direktur baru bakal masuk mulai minggu depan, jadi ruangan lo disiapin buat dia. Kata Bapak, untuk sementara lo harus disini dulu, sebelum ada ruangan kosong lainnya."

Al sukses terpelongo, benar-benar tidak terima dengan perlakuan sang ayah.

"Gue harus cepet-cepet cabut dari sini!" Al mengambil tasnya.

"Lo mau kemana? Nggak nunggu Bapak selesai meeting dulu?"

"Gue nggak mau bikin drama. Ntar juga ketemu di rumah. Thanks, by the way, Re. Gue harus pergi."

Rene mengangguk, pasrah.

Al pun cepat-cepat keluar dari ruangan. Persetan dengan gosip yang akan timbul setelah ini! Ia benar-benar tidak peduli! Bukankah sikap sang ayah yang seperti ini malah membuat asumsi yang tidak-tidak di mata semua karyawan Maheswara Company?

Begitu sampai parkiran, Al membanting pintu mobil dengan sekuat-kuatnya. Ia menjalankan mobil, ingin secepatnya keluar dari perusahaan ini.

Ia segera menekan tombol panggilan ke sebuah nomor.

"Ya, Kak?" Shaletta menjawab, tak lama kemudian.

"Bapak lo tuh gendeng!" Al memaki.

Shaletta tertawa, "Kenapa lagi?"

"Masa gue batal dilantik jadi CEO. Dan hari ini, dia mindahin gue dari ruangan ke kubikel seimprit, di tengah karyawan-karyawan lain, yang udah siap nyebarin gosip aneh-aneh tentang gue. Penghinaan macam apa ini???"

Tawa Shaletta semakin berderai, "Makanya abang nurut aja sama papa, nikah atuh.”

"Nikah sama siapa? Velg mobil?"

"Banyak kali cewek yang mau sama abang."

"Gue yang nggak mau sama mereka!"

"Jadi abang tuh beneran homo?"

Shaletta benar-benar kurang ajar!

"Ah, udahlah. Nggak guna ngomong sama lo.”

"Hehehe, jangan gitu dong, abang tersayang gue. Gini, gini. Abang mau gue kenalin ke temen gue, nggak? Nggak harus diikahin kok. Abang bawa aja ke bokap, biar dia gak mikir lo..."

"Jangan berani-berani nyebutin kata 'itu' lagi!"

Shaletta tertawa lagi, "Ya, nggak masalah, kan?! Gue banyak kok punya temen kayak gitu, mereka baik-baik. Gue juga nggak keberatan kalau abang gue–"

Al langsung memotong kalimat Shaletta, "Heh! Gue juga nggak ada masalah ya. I respect all kind of preferences. Mau ***** sama pohon juga gue nggak peduli. Gue cuma nggak suka dituduh sesuatu yang bukan gue!"

"Makanya, abang tunjukkan dong kejantanan abang sama Papa! Gue kenalin sama temen gue, mau ya?”

“Ogah!”

“Kok gitu? Masa abang nyerah gitu aja sih?”

“Bodo amat! Gue bisa dapetin pekerjaan di perusahaan lain, dengan gampang! Gue nggak butuh Papa!” maki Aldebaran.

Di ujung sana, Shaletta hanya cekikikan lagi. Meskipun bersimpati atas kesusahan sang abang, ia tetap merasa kejadian sekarang ini sangat lucu.

“Bye!” Al langsung memutuskan sambungan telepon. Ia sudah tidak tahu lagi harus melampiaskan kemarahan ini pada siapa. Jangan sampai adiknya yang tidak bersalah juga kena getahnya.

***

I respect all kind of preferences \= Gue menghormati setiap pilihan orang (Bahasa Inggris)

***

Tekan tombol favorit dan like nya ya! 🤗🤍

IG : @ingrid.nadya

Terpopuler

Comments

Tarisya Achmad

Tarisya Achmad

Bapaknya gendeng anaknya absurd

2021-11-11

1

☘️ gιмϐυℓ ☘️

☘️ gιмϐυℓ ☘️

Duh pak.. pak.. tega nisn sama anak sendiri ngusir dari ruangannya, cuma gara2 urusan nikah 🤣🤣🤣

2021-11-08

2

🌸nofa🌸

🌸nofa🌸

bapaknya gendeng anaknya sa*bleng✌🤣🤣

2021-10-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!