Di dunia ini ada orang-orang yang lebih nyaman memilih untuk menutup lukanya. Bagi mereka luka itu bisa disimpan sendiri. Orang lain tidak perlu mengetahuinya. Itulah yang Jovi dan Kelvin rasakan saat Nafa terbangun sepuluh menit yang lalu.
"Kamu benar-benar tidak apa? Ceritakan pada kami siapa tau saja kami bisa membantumu," bujuk Kenzo yang di angguki oleh Rey.
Nafa menggelengkan kepalanya untuk kesekian kalinya. Hal itu membuat mereka menghela nafas.
"Kalau kamu belum mau cerita tidak apa. Kalau ingin teman bicara datang saja pada kami. Meski bukan kakak, kamu bisa cerita pada yang lain," saran Geo.
"Aku akan cerita kalau ada apa-apa. Maafkan aku soal kejadian tadi." Ya, tentu saja Nafa bersalah tentang itu. Apalagi pecahan kaca dan vas bunga ada dimana-mana. Berserakan di kamar Nafa.
"Malam ini tidurlah di sini dulu. Bahaya kalau kamu memaksakan diri untuk tidur di kamarmu," ujar Nathan sembari mengambil semangkuk sup hangat yang tadi di masak oleh Jovi.
"Makanlah ini selagi hangat," tambah Nathan lagi.
"Terima kasih, Kak," ucap Nafa sembari memperhatikan Rey yang menaruh meja kecil untuk makan yang diletakkan di depan Nafa yang sudah duduk bersila.
"Ayo, biarkan Rey dan Nathan yang menjaga Nafa di sini. Aku akan masak untuk makan malam," ucap Jovi kemudian keluar dari kamar tamu tersebut.
"Geo dan aku akan membersihkan kamar Nafa saja," ujar Leo tiba-tiba. Geo hanya mengangguk.
"Aku akan membereskan peralatan yang bekas menanam bunga tadi," tambah Kenzo.
Lalu mereka langsung berlalu dari kamar tamu. Kini hanya tinggal Nafa, Rey, dan Nathan saja. Nathan kembali memperhatikan ponselnya untuk mengecek beberapa email yang masuk. Karena kejadian tadi, Nathan memutuskan meneruskan pekerjaannya dari rumah saja. Sebab kalau harus kembali ke kantor Nathan harus menghadapi macet yang sering terjadi di dekat kantornya.
"Kak, liat ponsel Nafa tidak?" tanya Nafa setelah meneguk habis air hangat yang diberikan Rey.
Rey dan Nathan kompak menggeleng.
"Nafa mau ngecek pesan. Siapa tau aja Kak Resa mengirim pesan penting," ujar Nafa.
Resa adalah salah satu editor yang bekerja di penerbit yang Nafa tandatangani kontraknya. Biasanya Resa akan memberitahunya jika ada kesalahan dalam menulis part yang baru ia update. Resa merupakan pembaca setia Nafa sekaligus teman dekat Nafa di penerbit itu.
"Pasti ada di kamar. Nanti kalau pecahan kacanya sudah bersih kakak ambilkan ponselmu," hibur Nathan.
"Iya, terlalu berbahaya untuk mencarinya saat ini," tambah Rey lagi.
Lalu setelah itu Nafa dan Rey memilih untuk menonton film dari tablet milik Rey. Nathan duduk di sofa untuk melanjutkan pekerjaannya. Sesekali Nafa tertawa di saat ada adegan yang menurutnya lucu.
"Naf, kamu beneran enggak papa?" tanya Rey pelan sembari mengelus lembut rambut Nafa.
Nafa terdiam sejenak sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya. Rey yang ingin bertanya lebih namun kembali di urungkan saat tau Nafa tidak nyaman dengan pertanyaannya.
Tidak terasa malam pun tiba. Nafa baru saja tidur setelah dipaksa Rey. Nafa bersikukuh ingin menonton film lain. Tetapi, Nathan melarangnya. Nafa butuh istirahat dan sudah terlalu lama bagi gadis itu menghabiskan waktu menonton film dengan tablet.
Saat ini ke tujuh laki-laki tampan itu sudah berkumpul di meja makan dengan berbagai hidangan yang sudah dimasak oleh Jovi.
"Wah, ada kepiting asam saus tiram kesukaanku," ujar Leo dengan mata berbinar-binar.
"Karena tadi aku memasak sup kepiting untuk Nafa, sekalian saja beberapa ku masak begini," balas Jovi sembari mengambil udang asam manis di dekat Geo.
Mereka mulai mengisi piring dengan nasi dan lauknya. Lalu mulai makan dengan tenang pada awalnya.
"Sungguh, masakan kakak tidak pernah mengecewakan," puji Kelvin yang merasa puas dengan udang asam manis buatan Jovi.
"Biasanya masakanmu juga enak. Jadi, jangan terlalu memuji," kekeh Jovi.
"Ah iya, aku menemukan ponsel Nafa saat membersihkan kamarnya tadi," ujar Leo yang membuat mereka meliriknya.
"Lalu, apa yang spesial dari menemukan ponsel?" tanya Rey dengan ekspresi bingung.
"Tadinya sebelum Nafa pingsan dia menerima telfon dari nomor asing. Lihatlah ponselnya juga retak dan kemungkinan besar Nafa yang melemparnya," jelas Geo sembari menunjukkan ponsel Nafa pada mereka semua.
"Coba hidupkan, siapa tau saja kita bisa melacak orang itu," saran Nathan.
Geo sontak saja menggelengkan kepalanya.
"Sudah ku coba berulang kali. Nampaknya ponsel Nafa rusak karena di lempar tadi. Bisa diperbaiki tapi butuh waktu."
Mereka sontak menghela nafas kasar. Tapi, dugaan terkuat Nafa pingsan setelah menerima telfon dari nomor asing yang Geo katakan tadi.
"Tanya pada Nafa saja. Siapa tau orang itu mempunyai maksud jahat pada Nafa," saran Rey.
"Tidak bisa. Kalau kita bertanya Nafa pasti akan terus mengelak. Biarkan saja. Tunggu sampai Nafa yang menceritakannya sendiri. Intinya jangan lepas pengawasan untuk Nafa," tutur Kenzo serius.
"Tapi, kalau dipikir-pikir apa Nafa punya musuh? Selama aku mengenalnya, Nafa itu tidak pernah menyinggung siapapun," ucap Kelvin tiba-tiba.
Jovi yang sedari tadi menyimak juga mengiyakan dalam hati. Nafa adalah gadis baik baginya. Nafa itu sangat berhati-hati kalau melakukan sesuatu. Kemungkinan gadis itu punya musuh sangat kecil.
"Kita diam saja dibenci orang, Kak," timpal Nathan yang tiba-tiba membuat mereka terdiam hening. Benar, mereka melupakan sifat manusia yang kerap kali membenci tanpa alasan yang jelas.
"Sudah, lanjutkan saja makannya," balas Jovi menengahi pembicaraan mereka.
Lalu mereka kembali menyantap makanan mereka. Sementara Nafa yang sudah tidur pulas di dalam kamar tampak terganggu seperti sedang bermimpi buruk. Gadis itu bergerak gelisah dengan keringat yang membasahi pelipisnya.
Tidak lama kemudian gadis itu terlonjak bangun dengan nafas terengah-engah. Dengan tangan bergetar Nafa mengambil air putih dari atas nakas dan meminumnya dengan perlahan. Mata gadis itu berkeliaran memperhatikan kamar tamu yang tampak sepi. Hanya dirinya saja yang ada di sini.
Pandangan Nafa terhenti pada balkon yang tertutup pintunya. Nafa kembali mengatur nafasnya sampai normal kembali.
"Aku harus segera menyelesaikan tulisanku agar bisa pulang segera," gumam Nafa di tengah heningnya kamar.
Ceklek
Nafa menoleh ke arah pintu yang terbuka menampilkan Kenzo yang baru saja masuk dengan membawa laptop dan ponsel. Saat melihatnya bangun Kenzo langsung bergerak cepat menghampirinya.
"Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Kenzo khawatir.
"Aku hanya bermimpi buruk lalu terbangun. Tidak usah khawatir, Kak," balas Nafa pelan.
Kenzo mengangguk lalu membantu Nafa berbaring dan kembali menyelimuti gadis itu.
"Tidurlah. Kakak akan di sini menemanimu sambil mengerjakan berkas," ujar Kenzo lembut.
Nafa mengangguk kemudian memejamkan matanya dengan Kenzo yang mengelus lembut dahi gadis itu.
"Selamat tidur, Nafa."
...••••••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments