Satu minggu kemudian.
Libur kerja dijadikan Vano sebagai hari rebahan. Tidak seperti manusia pada umumnya jika hari libur digunakan untuk berkencan atau bermain bersama teman. Selain tidak memiliki kekasih, Vano juga tidak terlalu dekat dengan yang namanya teman. Ia hanya akan datang berkunjung jika itu penting atau sebuah keterpaksaan seperti contoh ditempat karaoke beberapa waktu silam.
Ia lebih menyukai suasana yang tenang seperti dirumah, karena orang tuanya juga menyukai suasana demikian. Baginya, tidak ada tempat yang lebih baik selain rumah untuknya mengistirahatkan tubuh dan fikiran.
Namun berbeda hal dengan Deska yang selalu membawa keriuhan didalam rumah. Yah, hanya Deska seorang! Tapi meski terkesan berisik, mereka selalu menikmati kehangatan yang diberikan oleh adiknya itu. Dan untuk saat ini Deska sedang tidak ada dirumah, jadi keadaan rumah saat ini sedang tentram alias sepi seperti kuburan.
Drrtt ...
Dering ponsel Vano mengguncangkan dunia mimpinya. Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Disaat seperti ini belum waktunya untuk ia bangun, bahkan ia saja selalu melewatkan waktu sarapan, jadi Vano tidak memerdulikan ponselnya. Namun untuk ketiga kalinya suara itu mulai mengganggu telinga. Dengan berat hati ia bangun untuk melihat siapakah gerangan yang mengganggu tidurnya.
Panggilan telah usai sebelum Vano menekan tombol hijau pada layar panggilan. Beberapa detik ditunggupun tidak ada lagi panggilan masuk. Saat ingin meletakkan kembali ponselnya tiba-tiba ponselnya kembali berdering dengan suara berbeda. Bebera pesan baru dengan nomor yang belum ada dalam daftar kontaknya. Nomor asing!
(08123***)
'Vano, ke rumah Bobi sekarang. Gue sama anak-anak lagi ngumpul nih, kita mau ke mall.'
'Ini gue Gladis. save.'
'Nomor lama udah keblokir.'
Vano mengernyitkan kedua alisnya lalu meletakkan kembali ponselnya diatas nakas dan lanjut tidur.
Ddrrrrtttt ...
Belum setengah jam ponselnya kembali berdering. Dengan kesal Vano segera mengaktifkan mode silent lalu lanjut tidur.
Pukul setengah satu Vano terbangun dari tidur singkatnya yang sempat terganggu. Sebelum turun kemeja makan, Vano membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Tak lupa kamar yang harus selalu dalam keadaan rapi dan bersih. Vano sangat pembersih, bukan berarti dia OCD.
Dimeja makan sudah lengkap orang tua serta adik kesayangannya. Sepertinya Deska pulang sekolah lebih awal mengingat bahwa dia sudah tidak belajar lagi dan hanya akan menunggu pengumuman kelulusan di SMA negeri favoritnya.
Vano menyelesaikan makannya lebih dulu. Ia memilih naik keatas menuju kamar untuk mengambil ponsel.
"Ma, setelah makan aku izin ke Mall sama Ipin ya." Deska mengenggam sendoknya erat berharap mendapat izin.
"Mau ngapain?" tanya Berto. "Jalan-jalan aja, Pa. Sekalian nemenin Ipin beli buku di gramed," jelasnya.
"Minta temenin kakak kamu," seru Berto bagai perintah mutlak tak terbantahkan.
Belum ada satu menit, orang yang dibicarakan terlihat menuruni tangga dengan tergesa bersama jaket kulit dipundak kanannya.
"Vano!"
"Ma, Pa, Vano pergi dulu ya, ada urusan mendadak," sergahnya cepat keluar rumah setelah mencium pipi Ica.
Deska menahan senyumnya melihat kepergian Vano. "Ma, Pa, Deska siap-siap dulu ya mau berangkat juga, takut kesorean pulangnya. Tenang aja jam enam udah dirumah kok." Ia meninggalkan makanannya yang masih tersisa satu suapan lagi.
"Deska habisin makanannya!" teriak Berto. Tak ada sahutan, Berto dan Ica pun melanjutkan makan siangnya yang tinggal sedikit lagi.
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Hari ini jadwal Tara shift siang, sebelum berangkat bekerja Tara menyempatkan diri untuk membesuk Amir dirumah sakit. Malam itu, setelah ditangani oleh dokter, Amir baru sadarkan diri setelah dua hari kemudian. Tara sempat bingung kenapa bisa lama sekali pingsannya, apakah separah itu? Dan yang Tara tahu bahwa keadaan Amir saat ini sudah lebih baik dari kemarin.
"Maaf baru jenguk sekarang, hampir seminggu ini shift kerjaku siang terus. Baru kemarin pagi, eh hari ini siang lagi." Wajah Tara terlihat jelas jika gadis itu merasa bersalah atas apa yang menimpa Amir. "Rencananya kemarin malam mau kesini tapi lembur sampai jam delapan, jadi langsung pulang deh soalnya capek banget. Resto lagi rame-ramenya belakangan ini hufff ..." sambungnya sembari menggelengkan kepala.
"Tapi waktu hari pertama kamu dirawat aku sempet dateng loh, Mir. Tapi, yah itu ... kamunya masih belum sadar," lanjutnya menjelaskan agar Amir tak mengira bahwa dia tidak datang sama sekali. "Kenapa sih lama banget tidurnya, sampai dua hari. Kayak orang punya penyakit apa aja, padahal kan kecelakaan doang, nggak parah-parah amat." Amir hanya terkekeh dengan gerutuan Tara, gemesin banget kalo lagi begitu.
Tara senang bisa melihat Amir kembali tersenyum dan kembali bergurau lagi, tidak seperti satu minggu lalu yang terbaring tak sadarkan diri dengan wajah pucat.
"Mau berangkat kerja?" tanyanya karena melihat Tara telah rapi dengan seragam kerja berlogo pan disertai nama resto tempatnya bekerja didada sebelah kiri.
Tara mengiyakan sambil terus menyuapi Amir makan karena tangannya yang patah akibat kecelakaan malam itu belum bisa bebas bergerak. Tak lama, Nata datang dengan rantang ditangan kanannya.
"Eh, Tar. Udah mau berangkat?" tanya Nata lalu diiyakan Tara.
"Oh ya, Tar. Kamu kok kerja di restoran Jepang sih? Bukannya terakhir bilang, kamu kerja di restoran arab!" Amir yang paling dekat dengan Tara, mereka sering memberi kabar via phone. Itula kenapa Amir bingung dengan pekerjaannya saat ini.
"Nih anak emang kayak kucing beranak. Belum sampai sebulan kerja udah ganti tempat kerja baru," celetuk Nata.
"Sembarangan! Nggak satu bulan juga kali," protes Tara tak setuju. "Di resto arab itu gue bagian admin, gajinya kecil. Kadang lembur dari pagi sampe malem buat bantu-bantu anak dapur. Mana lumayan jauh lagi lokasinya. Dapet capek doang dong gue kalo kerja model begitu. Duit gaji segitu buat beli makan sama ongkos motor gue doang aja udah berapa coba? Belum kalo sampe sakit, keluar lagi tuh duit buat beli obat. Gue kerja buat cari duit, bukan buang duit. Kalo begitu mending gue dirumah aja bantu-bantu ibu gue, makan gratis nggak perlu mikir."
"Iya iya, bawel." Nata memasukkan satu butir anggur kedalam mulut Tara. Jika tidak dihentikan, tuh anak tidak akan berhenti ngoceh. Sedangkan Amir hanya terkekeh, ia bahagia punya teman seperti mereka. Meski temannya hanya mereka, tapi dia bangga bisa memiliki teman seperti ini. Ya, Amir sangat susah mencari teman.
Tara termasuk orang yang sangat sulit dekat dengan lelaki, meski hanya berkenalan saja. Namun Amir, Rio dan Nata adalah pengecualian diantara semua laki-laki yang pernah dikenalnya.
Ia merasa nyaman karena mereka bertiga diyakini bisa melindungi teman wanitanya. Meski kadang Rio dan Nata sedikit omes, tapi Tara tak mempermasalahkan karena mereka tidak pernah sekalipun bersikap kurang ajar kepadanya ataupun Rena.
Setelah keluar dari rumah sakit, Tara melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan 60km/jam. Beberapa kendaraan roda dua maupun roda empat kian memadatkan jalan raya kota jakarta.
Suara knalpot sebuah motor vespa jadul disebelah kiri mengagetkan Tara yang sedang menatap lurus kedepan jalan. Tara reflek mengarahkan stang motor sedikit kekanan. Namun tanpa diduga sebuah mobil berwarna putih yang sedang melaju kencang menyenggol badan motong Tara.
Bruuaakk!!!
Semua kendaraan berhenti mendadak. Tubuh Tara terpental lima meter kedepan, sedangkan motornya berputar kencang kekiri jalan.
Kesadaran Tara mulai menghilang dengan darah yang mengalir dari batang hidungnya karena terkena benda tajam diatas jalan saat dirinya tak berhasil lepas landas ditempat yang tepat. Matanya mulai tertutup namun ia masih sempat melihat kerumunan berada didepannya mengelilingi.
Pemilik mobil yang menabrak Tara berhenti saat merasakan bahwa ia menabrak sesuatu dari arah samping kiri. "Astaga, gue nabrak orang." Dengan panik pria itu mengusap wajahnya kasar lalu keluar dengan segera sebelum orang-orang menggedor mobilnya.
"Mas, tanggung jawab tuh."
"Bawa ke rumah sakit, Mas."
"Tanggung jawab, Mas."
Seruan para pengguna jalan mulai menghujaninya agar bertanggung jawab.
Mata pria itu membola. "Astaga wanita ini."
Pria itu tak lain adalah Devano, pria yang sama yang pernah dua kali membantu Tara saat kecelakaan kemarin. Vano heran kenapa ia harus bertemu Tara dengan kondisi wanita itu kecelakaan. Lagi? Bahkan hari ini ia sendiri yang menjadi akibat wanita itu kecelakaan.
"Aaiisshh, kalau bukan karena tuh cewek, nggak bakal gue sampe nabrak orang" Vano mengusap rambutnya kebelakang sebelum membopong tubuh ramping Tara masuk kedalam mobilnya untuk dibawa ke rumah sakit.
"Nih orang nggak bosen apa kecelakaan terus? Tiap ketemu pasti kecelakaan. Sekarang gue yang nyebabin dia kecelakaan. Sial!" Sepanjang perjalanan, Vano terus menggerutu.
Setibanya di rumah sakit, Tara segera dibawa keruang igd untuk ditangani oleh dokter. Setengah jam berlalu, pintu ruangan IGD dibuka oleh perawat yang tadi datang bersama dokter yang menangani Tara.
"Sus, bagaimana dengan gadis itu?" tanyanya tak sabar. Kepalanya sudah mumet memikirkan keselamatan gadis itu, bahkan ponselnya yang berdering sedari tadi pun tak ia hiraukan.
"Tenang saja, Dek. Temannya tidak apa-apa kok. Luka dikepalanya tidak terlalu parah, hanya dua jahitan. Dan terdapat lecet dibeberapa bagian tubuh juga, tapi tenang saja, semuanya sudah ditangani Dokter." Suster itu pun pergi sebelum ia bertanya kembali.
Vano membuka perlahan pintu ruang IGD, ia bisa melihat Tara yang terbaring tak sadarkan diri. Hanya terdapat infus sebagai cairan ditubuhnya. Hanya infus, stidaknya ini masih aman kan?
Seorang dokter pria menghampirinya dari arah ranjang Tara. "Teman kamu tidak apa-apa kok, beberapa jam lagi insyaAllah dia akan segera sadar."
Vano mengernyitkan keningnya mengangguk. Saat akan mendekati ranjang pasien, ponsel ditangan Vano kembali berdering. Tak ingin membuat kebisingan, Vano segera menekan tombol hijau dilayar panggilan.
"Disana ada siapa saja?" tanyanya setelah mendengar suara dari sebrang sana.
"Yaudah lo jagain dia, gue nggak bisa dateng."
"Lo telpon keluarganya atau saudaranya kek. Kenapa harus gue coba?"
"Ya gue nggak bisa dateng. Gue lagi di rumah sakit, abis nabrak orang!" sergahnya mulai geram dengan orang dibalik telpon sana.
"Rumah sakit Y." Vano berdehem lalu memutuskan panggilannya terlebih dulu.
Ceklek ...
Baru beberapa menit duduk, seorang perawat memasuki ruang IGD, memintanya untuk mengurus biaya pengobatan dibagian Adminiatrasi.
Vano mengisi data diri Tara dengan kartu identitas yang ada didalam tas ransel milik Tara yang sempat Vano bawa tadi.
"Sialan nih cewek. Baru tiga kali ketemu sudah dua kali ngabisin duit gue." Rasanya sayang sekali merelakan uang yang baru saja ditariknya dari mesin ATM semalam. "Baru juga gajian, harus bermiskin ria lagi. Nggak mungkin banget kalau sampai harus minta mama atau papa." Vano mengusap rambutnya kebelakang. "Huufftt, terpaksa nggak nabung bulan ini. Semoga saja pengeluaran satu bulan kedepan nggak banyak-banyak amat deh. Dan semoga lagi gue nggak ketemu sama nih cewe. Bisa beneran miskin gue kalo setiap ketemu harus ngorbanin duit gue mulu."
Saat ingin kembali ke ruang igd, dari arah belakang sebuah suara memanggil namanya dan orang itu terlihat berlari kearahnya bersama beberapa orang mengikuti dibelakangnya.
Vano mengernyitkan dahinya. "Gladis ... lo?" tunjuknya bingung.
"Lo nggak apa-apa kan, Van? Nggak ada yang luka, kan? Trus yang lo tabrak gimana?" Gladis mengelilingi tubuh Vano untuk melihat kondisi pria itu dengan cemas.
Vano menarik lengan Gladis agar wanita itu berhenti bertingkah konyol. Ia butuh penjelasan atas apa yang terjadi padanya, karena masalah ini tidak akan muncul jika ia tidak mendapat panggilan beruntun dari teman-temannya yang mengatakan jika Gladis kecelakaan.
Vano menatap tajam semua temannya yang ada disana, sedangkan yang ditatap hanya menundukkan pandangan, merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Vano.
🍁Flashback On🍁
Setelah menyelesaikan makan siangnya, Vano kembali kedalam kamar untuk mengambil ponselnya. Sangat banyak pesan masuk serta panggilan tak terjawab dari Gladis, Sinta dan Bobi.
Baru saja jemarinya ingin menekan pesan masuk pada layar ponsel, tiba-tiba panggilan suara terlebih dulu mengubah layar utama. Dengan ragu, Vano menekan tombol hijau pada layar.
"Vano, Gladis kecelakaan. Dia sekarang dirumah gue, cepetan kesini." Suara seorang pria disebrang sana terdengar jelas dispeaker ponselnya.
"Vano, kesini sekarang. Dia nggak mau dibawa ke rumah sakit. Dia dari tadi nyebut nama lo terus."
"Cepetan! Gue sudah manggil Dokter keluarga dia kesini dan sekarang mereka sedang diperjalanan. Cepetan, Devano!!" teriaknya terdengar serius dan panik.
Tanpa fikir panjang, Vano meraih jaket kulit dibelakang pintu lalu buru-buru berlari keluar kamar. Dia merasa iba meski wanita itu sering membuatnya pusing tujuh keliling. Lagian Gladis masih saudara jauhnya, Nenek buyut Gladis adalah adik dari Nenek buyut Vano. Jika diurut-urut memang masih saudara, tapi jauh.
"Vano!" Suara papanya nyaring ditelinga namun ia mengabaikan.
"Ma, Pa, Vano pergi dulu ya, ada urusan mendadak." sergahnya cepat keluar rumah setelah mencium pipi Ica.
Dengan tergesa karena terus ditelpon teman-temannya dan didesak untuk segera datang, Vano sedikit menambah laju mobilnya meski jalan tidak terlalu lenggang. Bunyi klakson dan suara knalpot motor vespa yang sudah di-modip menjadi lebih cempreng membuat kepala Vano pusing apalagi perutnya yang begah karena masih kekenyangan.
Untuk kesekian kalinya ponsel Vano berdering, dan rasanya ingin sekali ia melempar ponsel itu keluar jendela jika tak memikirkan isi dompetnya yang pas-pasan bila harus membeli ponsel baru.
Ia berniat menjawab panggilan itu untuk memaki temannya yang tidak sabaran, namun sebelum tangannya meraih benda pipih itu, ia dikejutkan dengan sebuah motor yang tiba-tiba seperti sedang memotong jalannya dari samping kiri. Belum sempat menginjak pedal rem atau menghindar, sesuatu yang tak pernah terlintas difikirannya kini terjadi dengan tiba-tiba dan sangat cepat.
🍁Flashback Off🍁
"Kalian bohongin gue?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
3 X KCELAKAAN TERUS, YG KE 3, MLH VANO YG INSIDEN DGN TARA..
2023-03-15
0
Sulaiman Efendy
SELALU KECELAKAAN TRUS NI TARA...
2023-03-15
0
Sulaiman Efendy
WANITA MUSLIMAH, KOQ TEMANNYA LAKI2 SMUA.. AMIR, RIO & NATA..
2023-03-15
0