Bab. 3

Tamara masih menangis diruang tunggu dengan Vano disampingnya. Vano yang awalnya ingin segera pulang setelah mengantar Tara dan temannya ke rumah sakit diurungkan niatnya, sebab Rio meminta Vano untuk menemani Tara sejenak, karena dia harus mendaftarkan Amir kebagian Administrasi.

Vano melihat jam dipergelangan tangannya telah menunjukkan hampir pukul dua belas malam, ia hendak berdiri untuk menyusul Rio karena dia harus segera pulang.

Melihat Tara yang masih sesegukan dengan kepala menunduk membuat Vano enggan menegurnya. Vano tidak mau mengganggu wanita itu, biarlah dia menenangkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpanya karena ia juga tidak pandai menenangkan orang apalagi ia tidak mengenal wanita itu.

"Terimakasih." Suara lirih Tara menghentikan langkahnya "Maaf merepotkan, sekali lagi terimakasih," sambungnya.

"Eemm," jawabnya lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Tara menatap punggung pria itu hingga menghilang dibalik dinding persimpangan lobi rumah sakit.

Tak lama kemudian Rio datang bersama Nata dan Rena. Tangisan Tara kembali pecah saat Rena memeluknya erat.

"Its oke Tar, Amir pria tangguh. Dia pasti baik-baik aja." Tara hanya mengangguk tanpa menjawab, rasanya ia sangat lelah hingga tak lama ia terlelap dalam pelukan Rena.

....

Suara peralatan dapur yang sedang beraksi membangunkan Tara dari tidurnya. Ia menyipitkan matanya saat cahaya pagi yang menembus gordeng tipis jendela kamar mengenai wajahnya.

Tara yang tahu sedang berada dimana tidak kaget lagi, dengan kejadian memilukan semalam, temannya yang bernama Rena itu sudah pasti akan membawanya kesini.

Mengingat kejadian semalam, Tara jadi teringat kembali akan keadaan teman baiknya, Amir. Ia menatap langit kamar nanar. Bagaimana kabar Amir? Apakah dia sudah sadar? Semalam ia tak sempat bertemu Dokter untuk menanyakan keadaan temannya itu. Mungkin malam ini ia akan membesuk Amir di rumah sakit untuk memastikan keadaan teman baiknya itu.

🍁Flashback On🍁

"Nat, isiin bensin sekalian ya." Tara menyerahkan kunci motornya kepada Nata. "Pom, jangan eceran!" sambungnya.

"Iya bawel," jawabnya malas.

Nata meninggalkan mobil Amir dengan kecepatan tinggi karena jalanan yang lenggang.

Didalan mobil, Tara duduk disamping kursi kemudi menemani Amir menyetir, sedangkan Rio dikursi penumpang sendirian.

"Gue merem bentar ya, capek banget semalem cuma tidur 3,5 jam, mana resto rame banget lagi malam ini." Rio mengikuti Tara yang mulai memejamkan matanya karena dia juga semalaman tidak tidur karena asik bermain game online.

"Eh nggak ada yang nemenin gue nih? Ntar kalo gue ngantuk trus kecelakaan karena nggak ada yang mengajakin gue ngobrol, gimana?" ucap Amir setengah bercanda agar salah satu dari mereka tidak tidur karena dia juga sebenarnya tidak cukup tidur semalam.

Amir datang dari Bali dan sampai di jakarta pukul 4 pagi, dia hanya tidur satu jam karena harus menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim dan harus berbenah rumah yang sangat berantakan membantu ibunya.

Dia tidak sampai hati harus melihat ibunya yang mengerjakan semua itu sendirian, makanya ia rela tidak tidur demi ibunda tercinta. Dia kira akan selesai siang, namun siapa sangka karena banyaknya kendala membuat pekerjaannya baru beres menjelang maghrib.

Tiga tahun berada jauh dari kota kelahiran, meninggalkan teman baiknya, membuat pertemuan mereka sangat singkat karena Amir hanya bisa mengunjungi teman-temannya 6 bulan sekali atau bahkan setahun sekali.

Sebenarnya Amir berencana menemui teman-temannya besok, tapi karena rindu yang teramat, jadi ia nekat menemui temannya malam ini juga sekaligus ingin merayakan kepulangannya.

Namun naas, apa yang ia inginkan tak sesuai rencana. Dengan kantuk yang tiba-tiba menyerang karena hening sepanjang jalan menuju tempat makan tujuan mereka, beberapa pengendara balap liar dari arah yang berlawanan mengagetkannya dan dengan spontan ia memutar kemudinya kekiri sisi jalan.

Tara yang tersadar karena mendengarkan teriakan Amir kaget bukan main. Ia melihat pohon besar yang akan menjadi tempat berhentinya mobil langsung melindungi kepalanya dengan kedua punggung tangan. Sedangkan Rio yang baru tersadar karena tubuhnya terguling kebawah kursi penumpang tak kalah kagetnya.

Amir yang tidak mengenakan safety belt membuat tubuhnya mengalami hentakan yang cukup kuat dan tidak sadarkan diri dengan darah segar dikepalanya.

🍁Flashback Off🍁

Tangan Tara menyentuh kepalanya yang terdapat perban kecil disana. "Ck ... Lebay banget sih, luka kecil doang juga."

Tara mencari ponselnya yang berada didalam tasnya diatas nakas, ia terbelalak melihat jam menunjukkan pukul 06:40.

"Sial! Hampir jam tujuh," umpatnya berlari menuju kamar mandi yang ada diluar kamar.

Rena yang berada didapur sedang menyiapkan sarapan hanya menggelengkan kepala melihatnya. Ia semalam bingung mau membawa Tara pulang kerumahnya, karena ia takut dimarahi ayah Tara yang sedikit menyebalkan menurut Rena. Jadilah ia membawa Tara ke kosannya, tempat paling aman!

Didalam kamar mandi Tara terus menggerutu karena kesiangan "Tuhan, maafkan aku yang tidak solat subuh." Setelah 15 menit Tara telah menyelesaikan acara mandi kilatnya dan keluar dengan hanya menggunakan bra.

"Jahat banget sih lo nggak bangunin gue subuh," gerutunya setelah berada dimeja makan. Ia langsung merampas roti yang ada ditangan Rena lalu memakannya cepat.

Belum sempat Rena melakukan aksi protes, Tara sudah meninggalkan meja makan. Ia masuk kedalam kamar untuk bersiap kerja. Untungnya ia masih punya beberapa stok pakaian dalam dikosan Rena karena ia sering kali menumpang bermalam jika bosan atau sedang ada masalah dirumah.

 

 

 

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

 

 

 

Sementara itu di kediaman Fan, ketegangan terjadi selama sarapan berlangsung. Pagi ini aura kemarahan terpancar jelas dari raut wajah Berto Fan. Kedua anak Berto tidak ada yang berani menegakkan kepalanya, mereka memakan sarapannnya dengan kepala menunduk, menatap piring masing-masing.

Berto Fan sebenarnya orang yang lemah lembut namun ketegasan dan kemarahannyalah yang membuat kedua anaknya takut akan sang ayah.

Huuufftt ...

Berto menghela nafasnya panjang. Sebenarnya ia tidak suka kegaduhan dimeja makan, namun ia juga tidak suka keheningan layaknya dikuburan seperti ini.

Berto meletakkan sendok dan garpunya dengan sedikit keras membuat kedua anaknya kaget. Mariska yang kerap disapa Ica, istri tercinta Berto Fan, hanya bisa mengusap punggung tangan sang suami untuk menenangkan.

"Maafkan kami, Pa." Suara kedua anaknya membuat Berto menatap tajam mereka berdua.

"Jelaskan!" Vano dan Deska saling lirik sesaat setelah mendengar suara papanya.

Hening beberapa saat hingga suara Vano memulai percakapan pagi ini.

"Vano semalam menolong orang kecelakaan Pa, dan ... dan mobil Vano mogok saat mau pulang dari rumah sakit," jelasnya singkat.

Berto dan Ica menatap Vano dengan wajah terkejut, begitu juga Deska yang tengah menunduk kini menatap samping kanan, kearah kakaknya.

"Tumben! Sejak kapan? ppfftt ... " Mama Ica menahan tawa "Ehmm sorry sorry," lanjutnya saat mendapat tatapan tajam dari Berto.

"Jangan berbohong Vano, Papa tidak suka orang berbohong apalagi dia anak Papa!"

"Vano nggak bohong Pa, Vano cuma kasian aja karena har—"

"Tapi kok tumben banget sih Kak, ini bukan kamu banget loh. Ya walaupun itu bagus sih," potong Ica sedikit antusias kemudian berganti dengan nada yang sangat pelan diakhir kalimat karena lagi lagi harus mendapatkan tatapan tajam dari sang suami.

"Iya Kak, Kakak kan paling anti sama tolong menolong hihihi," sambung Deska cepat.

"Mana ada jiwa kasiannya hihihii." Deska yang belum sadar jika sedang dipelototi Berto masih dengan tawanya sampai ia menyadari itu lalu segera menundukkan kepalanya dan menutup mulutnya yang masih tidak bisa menahan tawa.

Seketika suara Berto menghentikan tawanya. "Lalu kamu sendiri kenapa pulang larut? bahkan sepuluh menit lebih lama dari Kakakmu."

Masih dengan menunduk, Deska bingung mau memberi penjelasan apa. Padahal sebelum sarapan tadi dia sudah menyiapkan alasan terbaik untuk membela diri, tapi penjelasan singkat kakaknya tadi membuat kata-kata yang telah diukirnya hilang seketika.

"Eemm ... Eeh ... " Mata Deska melirik sana sini berharap menemukan ide brilian atau sekedar mengingat kembali alasan yang ia buat sebelumnya.

"Dugem." Spontan Deska menjerit dengan mata terpejam saat pahanya dicubit oleh Devano. "Hah!" Deska membulatkan matanya dengan tangan membekap mulutnya karena kaget akan ucapannya sendiri.

Mata Deska celingukan menatap satu persatu orang yang ada disana, ia menyengir kuda saat tatapannya bertemu dengan papa dan mamanya, lalu kemudian memutar pandangan kekanan menatap Devano tajam.

*****

Terpopuler

Comments

Harisa Humania

Harisa Humania

seru kayanya ceritanya lanjut thor

2021-12-30

1

🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

hah ko tumben saat vano blg nolong orang
apa slama ini HDP vano anti sosial

2021-09-24

1

Dhina ♑

Dhina ♑

hadir lagi

2021-09-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!