Tamara Adisti, wanita sederhana berusia 21 tahun. Berasal dari keluarga berkecukupan, beragama islam.
Seusai jam kerja, Tara mendatangi cafe senorita untuk bertemu dengan teman semasa SMP nya. Cafe terbaik sepanjang masa, menjadi tempat nongkrong favorite para anak muda milenial. Cafe berlantaikan dua itu juga disertai live music dilantai satu dan ruang VIP dilantai dua dengan fasilitas berupa peralatan karaoke.
Saat akan memasuki cafe bahunya tak sengaja bersentuhan dengan bahu seorang pria yang mungkin seusia dengannya, jika dilihat dari tampangnya sekilas.
Entah salah siapa namun Tara berinisiatif meminta maaf terlebih dahulu. Tara berlenggang memasuki cafe karena tak mendengar sedikitpun suara pria itu. Mungkin ini bukan masalah besar dan juga sebuah ketidak sengajaan, jadi tak apa fikirnya.
"Tumben jam segini udah keluar," tanya Rani. Tara hanya menyengir kuda.
"Pasti bolos lagi hem."
Tara mengangkat bahunya tak peduli mendengar perkataan Afri sedangkan Salsa hanya memutar bola matanya malas. Sudah bukan rahasia umum lagi jika yang namanya Tara ini sangat suka bolos atau memotong jam kerja.
"Haaiiss, nih orang." Rani menggelengkan kepalanya.
"Tar, kamu banyangin deh kalo suatu saat nanti diperusahaanmu ada pegawai macem kamu gini, gimana? Kamu seharusnya bisa berfikir dari sudut pandang rekan kerja atau atasan kamu. Secara tidak sadar kamu itu menyalahgunakan jabatan loh."
Saat SMP, tidak pernah absen buat Tara jika setiap bulannya akan menjadikan rumah Salsa sebagai pelarian saat dia enggan masuk sekolah.
Entah apa alasannya ia pun tak tahu. Bukan tidak mau bertanya, namun ia hanya tak mau menelisik lebih dalam masalah pribadi Tara, apalagi ia tak terlalu dekat dengannya.
Salsa salah satu yang paling bijak dalam berkata diantara sirkelnya itu, tapi Salsa jugalah salah satu teman yang tidak terlalu dekat dengannya. Seakan terdapat jarak diantara mereka berdua yang membuat mereka sangat berhati-hati dalam berkata. Namun meski dengan keterbatasan itu, mereka tetap berteman akrab. Hanya saja akan terasa sangat canggung jika Tara dan Salsa berada berdua saja dalam satu pertemuan.
Mereka berbincang panjang lebar dengan saling lempar canda tawa setelah beberapa tahun tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.
Tak jarang Tara yang sering mendapatkan candaan yang sedikit melukai hati. Terkadang ia ingin bertanya kenapa hanya dia yang diperlakukan seperti itu? Mereka memang baik, tapi mereka tidak pernah sadar jika apa yang mereka katakan itu dapat membahayakan hati seseorang, termasuk dirinya.
Ketiga temannya terus saja mengeluarkan candaan, karena Tara selalu menanggapi hal itu dengan senyum dan tawa. Hingga sampai perkataan Rani kala itu menjawab semua pertanyaan dihatinyanya 'Kita tuh suka ngeledek lo soalnya lo tuh ga pernah marah Tar. Tapi jangan diambil hati yah, kitan kan cuma bercanda. Tetaplah menjadi Tara yang seperti ini'.
Yeah!
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Dua minggu kemudian ...
Dengan semangat barunya, seorang gadis dibalik mesin kasir tengah melayani pelanggan yang sedang membayar pesanan makanan mereka.
"Terimakasih, Bu," ucapnya tersenyum ramah.
Saat sedang membereskan barang-barang dibawah meja kasir, seorang pria mendatanginya.
"Mbak, bisa minta bill nya?"
"Meja nomor ber—" Tara menghentikan ucapannya saat melihat wajah pria itu. "Amiiiirrrr ..." teriaknya kaget kemudian segera menutup mulutnya dengan mata melirik kanan kiri karena menjadi perhatian para pelanggan.
Orang yang dipanggil Amir itu terkekeh melihatnya. "Kaget ya, hhe ...."
"Jahat banget sih, kapan pulang? Kok ga ngabarin digrup? Anak-anak udah tau?" tanyanya antusias "Atau ... cuma aku yang nggak tahu?" lanjutnya dengan mata memicing.
Amir tersenyum mengarahkan jempolnya keluar cafe.
"Haah!" Tara terkejut melihat anak-anak yang dimaksud adalah teman-teman tongkrongannya ada diluar cafe. "Kalian jahat banget sih aku ga dikasih tahu."
"Ehheemm!"
Deheman seorang pria dengan bill ditangan menghentikan langkah kaki Tara saat akan keluar dari meja kasir.
Tara menggaruk belakang kepalanya. "Duduk sana nanti aku susul," perintahnya pelan kepada Amir.
"Hhee ... Maaf, Mas. Silahkan," ucapnya sedikit menunduk tak enak hati.
Pria itu pergi dengan terburu-buru setelah memberikan dua lembar uang seratus ribuan dari dompetnya beserta bill ditangannya.
"Mas, kembaliannya," teriak Tara.
Pria itu mengibaskan tangannya tanda tak mau menerima uang kembalian. "Horang kaya bebas." Tara mengangkat bahunya karena telah terbiasa dengan pelanggan yang seperti itu lalu segera menghampiri teman-temannya yang sedang menunggu dimeja tak jauh dari meja kasir.
"Kalian jemput gue kan?" tanyanya saat didepan teman-temannya.
"Lo bawa motor?" tanya Rio pria berkulit putih keturunan bule. "Ntar Nata aja yang bawa motor lo, sekalian dia mau jemput Rena katanya."
"Oke."
"Kalian mau pesen apa?"
"Emang masih bisa pesen?" tanya Nata.
Tara menggaruk kepalanya tidak gatal dan terkekeh pelan. "Emm ... close order sih hihihi."
Mereka memutar bola matanya "Yasudah makan diluar aja, lagian ga mungkin kita ngobrol sedang kamunya kerja," sahut Amir.
"Oke. Gue kesana ya bos gue ntar mantau cctv dari dapur. Maklumlah anak baru, dipantau terus hihi," pamitnya menuju kasir yang belum ada pelanggan ingin membayar, sedangkan teman-temannya keluar resto dan menunggu Tara selesai kerja dimobil.
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Seorang pria berlari dengan terburu-buru memasuki sebuah tempat karaoke yang berada dipusat kota. Ia mengatur nafasnya sebelum memasuki ruangan yang menjadi tempat dimana ia telah ditunggu teman-temannya.
Semua mata tertuju padanya saat ia membuka pintu. Terlihat semua teman-temannya sedang duduk bersama pasangannya masing-masing dan meja yang tampak berantakan dengan piring serta gelas kosong diatasnya.
Tanpa ditanya pun pria itu jelas tahu bahwa ia sangat terlambat. Sebenarnya ia tidak mau datang namun ponselnya terus berdering karena temannya si pemilik acara terus menghubunginya untuk datang meski sebentar saja, katanya. Tapi siapa sangka kedatangannya membuat wajah seorang wanita cantik pemilik acara itu bersedih dan memukulnya dengan tas lalu bergegas pergi meninggalkan lokasi karaoke.
Pria itu mengangkat bahunya seolah bertanya 'ada apa?' kepada teman-temannya yang lain karena ia benar-benar tidak mengerti.
Semua temannya menggelengkan kepala. "Kita sudah mau pulang tapi lo baru datang, ck."
"Gladis mau lo ada saat dia tiup lilin tapi lo nggak ada disini, dia kecewa sama lo, Van," sambung temannya yang lain.
"Dia suruh gue dateng bentar aja, lah ini kan gue udah dateng trus kenapa dia pergi?" tanya Vano masih belum mengerti.
"Dia kirim pesan ke lo jam berapa? Ini jam berapa?" tanya seorang pria bernama Raka.
"Yang penting gue dateng kan ...."
"Dia mau lo dateng sebelum dia tiup lilin Vano!" teriak seorang wanita bernama Sinta.
"Aneh," gumamnya pelan lalu berbalik pergi meninggalkan tempat karaoke. Bahkan temannya yang lain memanggilpun ia acuh karena acara telah usai fikirnya, jadi untuk apa lagi ia disana.
Saat melewati jalanan yang lumayan sepi dan tidak terlalu jauh dari jalan raya, Vano melihat seorang wanita yang tengah bertengkar dengan seorang pria dipinggir jalan dengan kondisi mobil tak jauh dari mereka dan terlihat seperti telah menabrak sebuah pohon besar.
Vano tak perduli karena ia tak mau masuk kedalam masalah orang lain meski hanya sekedar membantu. Anggap saja Vano sedikit jahat dan tak punya hati.
Seolah melihat secercah harapan. Saat mobil Vano mulai mendekati kedua pasangan itu, tiba-tiba sang wanita berlari untuk menghalangi laju mobil Vano dengan merentangkan kedua tangannya. Wanita itu berlari kearah kaca samping kemudi setelah mobil yang dikendarai Vano berhenti.
Ia bisa melihat jelas wanita itu menangis dengan kondisi kepala bagian kanannya basah yang ia yakini bahwa itu bukan guyuran air atau keringat.
"Pak, tolong kami Pak, hiikkss ... Pak tolong!" teriak wanita itu mengetuk kaca pintu mobilnya dengan tangis yang memilukan.
Vano belum membuka kaca mobilnya, ia masih mengamati wajah wanita itu dengan bingung.
"Wanita ini kan kasir diresto tadi," gumamnya pelan.
Vano membuka kaca pintu mobilnya sedikit, ia bisa mendengar jelas suara tangis pilu serta permohonan wanita itu agar ia menolongnya.
Vano masih diam, ia tidak mengerti karena wanita itu hanya mengatakan 'tolong' tanpa mengatakan apa yang harus ia tolong.
Baru ingin membuka suara, tiba-tiba seorang pria yang tadi bertengkar dengan wanita itu kini juga ikut menghampirinya dengan raut wajah panik.
"Mas, tolong kami Mas, mobil kami menabrak pohon. Teman kami yang bawa mobil pingsan dan mobilnya nggak bisa nyala," ucapnya cepat.
*****
Halo udah lanjut bab 2 nih.
Terimakasih yang masih lanjut menemani Tara dan Vano. Semoga suka dengan ceritanya.
Nai tunggu jejaknya ya hihihi...😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
Tara dan vano bknnya satu tempat kerjaan ya,ko vano atau Tara ga saling kenal🤔🤔
2021-09-24
0
Dhina ♑
Aku balik lagi
2021-09-24
2
Mak Aul
mampir juga ya Nai feedback
TUKANG OJEK ITU JODOHKU
2021-08-29
0