"Mama,” ucapnya lirih.
Nisa duduk di tepi kasurnya, kemudian ia menuju kamar mandi untuk melakukan mandi wajib, setelah selesai ia langsung melaksanakan Shalat subuh.
Matahari sudah menampakkan dirinya dan mulai masuk melalui celah-celah jendela. Warna keemasan langsung masuk, ketika Nisa membuka jendela.
Begitupun dengan Nisa, ia memulai aktivitas nya dirumah seperti biasa. Memasak, mencuci dan tak ada yang terlewat.
"Pagi ayah, bagaimana keadaan ayah sekarang?" sapa ayahnya langsung duduk.
Nisa langsung menuangkan teh hangat dan juga menyiapkan sarapan untuk ayahnya.
"Pagi nak, ayah sudah merasa baik kan nak."
Tak lama ibunya juga menyusul ke dapur.
"Pagi ibu, ibu mau sarapan sekarang? kita sarapan bersama," Tanya Nisa.
Sama seperti kemarin, ibunya diam seribu bahasa tanpa ada niatan membalas pertanyaan Nisa, Ibunya hanya minum air putih dan kembali lagi ke kamarnya.
"Nisa, apa Nisa tidak bekerja hari ini nak?" Tanya ayah mencairkan suasana.
"Nisa masuk jam 9 yah,” Ucap Nisa sambil menahan air matanya agar tidak keluar.
"Nisa mau ke kamar dulu mau bersiap siap kerja yah,” pamit Nisa.
"Iya nak, apa Nisa sudah sarapan?" tanya ayah.
Nisa menggeleng.
"Nisa belum lapar yah, Nisa sudah bawa bekal, Nisa makan nya di kerjaan saja ayah."
"Nisa mau bersiap siap, jam 9 kurang Nisa harus tiba disana."
"Baiklah, Nisa jangan lupa makan setelah tiba disana. Nisa, jangan ambil hati atas sikap ibumu nak, mungkin sekarang dia masih terbawa emosi.
Ayah minta maaf nak, semua ini gara-gara ayah," Ucap ayahnya merasa bersalah.
"Ayah, ayah tidak usah minta maaf lagi, ayah tidak salah itu hanya masa lalu. Atas sikap ibu, ayah tidak perlu khawatir, Nisa tidak pernah memasukkan ke dalam hati,” Ucap Nisa tersenyum.
"Baiklah ayah, Nisa mau bersiap siap dulu. Ayah sarapan dulu setelah itu ayah istirahat saja dirumah. Ayah tidak boleh bekerja hari ini," Ucap Nisa tidak tega melihat ayahnya kalau harus bekerja melihat keadaan ayahnya masih sedikit pucat.
Nisa masuk ke kamarnya, ia menggantikan bajunya memberi sedikit polesan di wajah nya kemudian mengambil tas kerjanya.
Ia keluar kamar dan melihat pintu kamar ibunya yang masih tertutup rapat.
"Ibu," Ucapnya lirih.
Kemudian ia turun menemui ayahnya, untuk berpamitan.
"Loh ayah, mau kemana?" Tanya Nisa melihat ayah nya bersiap siap.
"Ayah mau mengantarmu kerja nak."
"Ayah, Nisa berangkat bersama teman, dia sudah menunggu didepan,” ucap Nisa berbohong.
“Ayah tidak perlu mengantar Nisa, ayah beristirahat saja, wajah ayah masih terlihat pucat." Ucap Nisa.
"Baiklah nak, hati-hati dijalan ya." melepaskan kembali jaketnya.
"Assalamualaikum ayah," salam Nisa sambil mencium punggung tangan ayahnya.
"Waalaikumsalam nak."
Kemudian Nisa keluar rumah, ia berjalan kaki keluar untuk mencari angkot, karena harganya sedikit lebih murah daripada ojek.
Namun, beberapa menit menunggu, tidak ada satu pun angkot yang lewat.
Nisa memilih berjalan kaki, karena uang di dompetnya hanya menyisakan satu lembar pecahan dua puluh ribu.
Setelah gajian, Nisa selalu memberi ibunya semua gajih nya. Ia hanya menyisakan sedikit saja untuk membeli keperluannya.
Walaupun bukan ibu kandung, tapi ia tetap ingin berbakti kepada kedua orang tua angkatnya.
Nisa mulai menyusuri pinggiran trotoar, panas teriknya matahari pagi membuat Nisa sedikit berkeringat.
Di tambah lagi, dirinya belum sarapan pagi, membuatnya sedikit kelelahan. Brukk, ia terjatuh dan tak sadarkan diri.
Sementara, di rumah orang tuanya beradu mulut, saling melemparkan ego masing-masing.
"Kamu ada masalah apa sebenarnya dengan Nisa? Apa salahnya kepadamu? tidak kah kamu kasihan melihat nya. Bekerja dari pagi sampai sore, sepulang kerja dia memasak untuk kita."
"Apa kamu tidak melihat kebaikan anak malang itu!" bentak suaminya.
"Cukup mas! kamu selalu saja membela dia, Dia bahkan bukan darah daging mu!” teriak istrinya tak mau kalah.
"Dia memang bukan darah daging ku, tapi aku sudah menganggap dia sebagai putri kandung ku.
Jadi bersikap lah baik padanya atau aku akan...” Ucap suaminya terpotong
"Atau apa mas? Atau kamu akan memukul ku demi anak pungut itu. Pukul saja mas pukul, pukul!!" jerit istrinya.
"Jangan pernah kamu sebut dia anak pungut lagi, atau kamu akan menerima akibatnya!” ancam suaminya keluar kamar dengan menutup pintu kamar dengan keras.
Nisa mulai membuka kelopak matanya, terlihat langit-langit rumah yang berlapis warna keemasan yang begitu asing.
"Aku dimana? Apa aku bermimpi? Atau ini disurga?" gumam Nisa.
"Kamu tidak bermimpi nak," Sahut nenek yang duduk di samping nya menunggunya sadar sejak tadi.
Nisa bangun dari tidur nya dan duduk bersandar di kepala ranjang.
Ia melihat kamar yang begitu luas, melihat pernak pernik hiasan rumah yang begitu indah.
"Kenapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi aneh-aneh?” Ucap Nisa masih menyangka dirinya bermimpi.
Namun, nenek yang disamping-Nya duduk tersenyum mendengar ucapan Nayla kemudian ia mencubit pelan tangan Nisa.
"Aw, sakit! kenapa nyonya mencubitku?" Ucap Nisa sambil mengusap pelan tangannya.
"Bagaimana? Apa cubitan nenek sakit?"
Nisa mengangguk.
"Itu artinya kamu sedang tidak bermimpi," Ucap nenek tersenyum melihat kebingungan Nisa.
"Iya ya, Aku tidak bermimpi, Lalu aku dimana? Apakah ini rumah nyonya?” Tanya Nisa heran.
Ia mencoba turun dari kasur, tapi ia seperti tidak punya tenaga.
"Kamu istirahat saja dulu nak, tubuhmu masih lemah. Dokter sudah memeriksamu, kata Dokter perutmu kosong. Apa kamu belum sarapan?”
Nisa menggelengkan kepalanya.
“Saya sudah membuatkan mu bubur, makan lah,” ucapnya memberikan mangkuk berisi bubur.
"Makasih nyonya, maaf sudah merepotkan. Tapi apa yang terjadi dengan ku nyonya? Kenapa saya bisa ada dirumah nyonya?" Ucap Nisa heran.
“Saat perjalanan pulang, nenek melihat mu pingsan di pinggir jalan. Aku langsung membawamu pulang ke rumah ku.”
"Maaf sudah merepotkan nyonya,” Ucap Nisa.
"Tidak apa-apa nak, Kalau boleh tahu kamu namanya siapa? Seperti nya kamu bukan orang daerah sini," Tanya nenek.
"Nama saya Nisa nyonya, Saya tinggal di jl Sudirman, Saya bekerja di restoran xx nyonya. Waktu itu saya tidak menemukan angkot, jadi saya berjalan kaki ke tempat kerja."
"Oh jl Sudirman. Cukup jauh nak kamu berjalan kaki, Anak saya juga dulu tinggal daerah situ. Tapi, sekarang sudah tidak ada mereka meninggal karena kecelakaan," Ucap nenek sedih.
"Saya turut berduka nyonya, semoga amal ibadah mereka di terima dosisnya," Ucap Nisa.
Ia langsung teringat orang tuanya, yang meninggal akibat kecelakaan.
"Amiin, jangan panggil saya nyonya nak, panggil saya nenek saja. Mungkin sekarang cucu nenek sama seperti kamu besarnya."
"Baik nyo-- eh nenek maksudnya," Ucap Nisa canggung.
"Nenek, terima kasih banyak sudah menolong saya! Saya mau pamit nek, Nisa ingin kembali bekerja nek," Ucap Nisa setelah selesai makan dan mau beranjak.
"Nisa, nak Nisa masih pucat beristirahat lah sebentar. Nenek akan menghubungi restoran tempatmu bekerja.
Karena restoran itu adalah milik nenek, jadi gajih mu tidak akan dipotong," ucap nenek beranjak untuk mengambil ponselnya di kamar.
"Tapi nek."
"Sudah tidak usah pikirkan pekerjaan mu. Kamu beristirahat saja dulu, sampai merasa sudah baikkan baru kamu boleh pergi. Ini perintah!”
Nisa saya hanya bisa mengangguk pasrah, menolak pun percuma pikirnya.
“Tapi, nenek ini wajahnya seperti tidak asing,” batin nya.
Namun, ia lupa pernah melihatnya dimana.
“Mungkin hanya mirip saja,” gumamnya dalam hati.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Sakura_Merah
lanjut...
2022-10-12
0
Dewi
Untungnya ada orang baik yang menolong Nisa
2022-09-30
0
Hanum Anindya
kak, kok Nisa mandi wajib, mandi wajib habis apaan, kok pikiran aku traveling kemana mana sih😂😂😂..
2022-09-23
1