Matahari kembali menampakkan diri dari persembunyiannya, Adhim kaget melihat jam yang berada di atas meja yang tak jauh dari tempat tidurnya, dia langsung pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah.
"Dhim udah jam berapa ini nanti kamu telat ke sekolah," teriak Tiara yang sedang menyiapkan sarapan. Adhim tidak merespon dia langsung turun ke bawah.
"Kamu itu ya, tidur nyenyak banget sampai gak inget waktu," ejek kakaknya. Kakak Adhim bernama Dino dia sekarang sebagai salah satu mahasiswi di ITB.
"Berisik!" jawabnya ngegas.
"Santai dong, jangan ngegas gitu "
"Mulut-mulut gue!" jawabnya tegas.
"Sudah-sudah, kalian ini berantem mulu." Tiara mencoba menenangkan keduanya.
Selesai sarapan, Adhim langsung mengeluarkan motornya dari garasi dan melajukannya dengan kecepatan lumayan tinggi.
🍁🍁🍁
"Lo liat Adhim gak, Tih?" tanya Hans kepada Fatih.
"Kayanya belum datang," tebak Fatih.
"Tumben dia telat." Hans mulai bingung.
"Ya, gue gak tau." Fatih juga bingung.
Tiba-tiba Aqila datang ke kelas mereka ....
"Hans ... Hans itu ada ...," kata Fatih sambil menepuk-nepuk bahu Hans.
"Sakit tau! Lo cobain mau hah?" tangan Hans tiba-tiba terhenti ketika melihat Aqila berjalan ke arah mereka berdua.
"Hai," sapa Aqila.
"Hai juga," serempak keduanya.
"Kalian liat Adhim gak? Soalnya Qila nyari ke sana sini gak ada," tanya Aqila napasnya terengah-engah.
"Dia belum datang, La," jawab Fatih.
"Oh ... gitu ya. Kalau nanti Adhim udah dateng Qila nitip ini ya," kata Aqila sambil menyodorkan kotak makan kepada Fatih tetapi Hans langsung merebutnya.
"Oke, jangan khawatir, Qila. Kita janji bakal kasih ke Adhim," kata Hans, Fatih melihat Hans dengan tatapan tajam.
"Kalau gitu, Qila ke kelas dulu ya. Sebentar lagi masuk," pamitnya.
"Oke, dadah Aqila," kata Hans melambaikan tangannya kepada Aqila.
🍁🍁🍁
Sesampainya di parkiran sekolah, Adhim langsung melepas helmnya dan berlari menuju kelasnya. Sesampainya di koridor kelas bel berbunyi tanda semua murid mengikuti pelajaran.
'Untung gue tepat waktu.' Adhim mulai bernapas lega.
"Bro, lo tumben telat," kata Hans. Adhim tidak merespon.
"Dhim Lo budeg gak sih?" Adhim melihat Hans tajam Hans udah tau kalau Adhim gak suka dia nanya gitu.
"Jangan gitu Dhim, gue cuman bercanda." Hans mencoba menenangkan Adhim. "Oh ya. Ini dari Aqila tadi." Hans menyerahkan kotak makan yang tadi di berikan Aqila.
"Buat Lo aja," jawabnya dingin.
"Bener nih? Gue sih mau, tapi gue udah janji ngasih ini ke lo, Dhim," jelasnya.
Mendengar penjelasan Hans. Adhim terpaksa mengambil kotak makan itu, dia membuka kotak makan itu ternyata isinya sandwich, kesukaan Adhim. Adhim baru mau makan sandwich itu tapi, guru datang sehingga pelajaran di mulai. Adhim memasukan kotak makan itu ke tasnya.
🍁🍁🍁
"Kita ke kantin yuk," ajak Siska kepada Aqila.
"Yuk, semoga Qila di sana ketemu sama Adhim," kata Aqila penuh harapan.
"Hati lo terbuat dari apa sih La? Meskipun udah di sakiti tetep aja ngejar tu orang." Siska terheran-heran.
"Siska nih lucu ya. Qila ini kan manusia, jadi hati Qila di buat sama tuhan bukan sama manusia. Lagi pula Qila kan udah janji sama Siska kalau Qila bakal dapetin hatinya Adhim" jelas Aqila polos.
"Terserah Lo deh, mending kita ke kantin aja yu, gue laper nih," kata Siska memegang perutnya yang dari tadi keroncongan.
"Siska Qila boleh nanya gak?" tanya Aqila.
"Nanya apa?" jawabnya bingung.
"Siska masih suka sama Hendrik?" Mendengar pertanyaan itu, mata Siska langsung menatap Aqila tajam.
"Kenapa Lo tanya gitu?"
"Qila mau tau aja."
"Gak," balasnya singkat.
"Engga? Kok engga sih? Kalau cinta itu harus di perjuangin Siska, kaya Qila. Qila selalu perjuangin cinta Qila," jelasnya singkat.
"Itu Lo, tapi gue engga. Gue gak mau kalau perasaan gue sakit hati cuman gara-gara orang yang gue cintai gak cinta sama gue. Gue sih cari aman aja."
"Kalau gitu, sekarang Siska sukanya sama siapa?" Aqila bertanya kepo.
"Lo kepo banget sih," Siska cengengesan.
"Kalau emng Qila kepo, emangnya kenapa?Wajar dong." Kedua tangannya di lipat di dada.
"Terserah Lo deh." Siska meninggalkan Aqila yang dari tadi cemberut.
"Siska tunggu Qila!" teriak Aqila dari belakang.
"Ayo cepetan, keburu habis makanan nya."
Setibanya di kantin mereka duduk di tengah keramaian. Aqila melihat Adhim, Hans dan Fatih yang sedang duduk di ujung kantin bersama dua orang cewe di hadapnnya.
"Adhim ini buat kamu. Nanti malam dateng ya," kata cewe berambut lurus yang sedang menyerahkan sebuah kertas.
Adhim tidak langsung mengambilnya, dia sibuk memakan sandwich yang diberikan Aqila kepadanya. Cewe itu meletakkan kertas tersebut di atas meja dan memesan sebuah makanan dan memakannya di hadapan Adhim. Aqila yang dari tadi memperhatikan keduanya langsung berjalan ke arah mereka.
"La, Lo mau ke mana?" tanya Siska yang melihatnya berjalan ke arah Adhim. "Lo jangan ke sana, La," kata Siska, nadanya naik beberapa oktaf. Aqila gak merespon, dia tetap berjalan.
"Hai. Kamu siapanya Adhim?" tanya Aqila kepada cewe itu.
"Hai. Gue cuman temen Adhim kok, perkenalkan nama gue Nadya kelas XI IPA 2," katanya dingin.
"Kak Nadya nyanperin Adhim ada tujuan apa?" tanya Aqila kepo.
"Lo kok kepo sih? Emang Lo siapanya Adhim?" tanya Nadya lebih tegas dari sebelumnya.
"Kak, orang nanya itu di jawab bukannya nanya lagi. Kalau misalkan ya kak Nadya nanya, terus Qila tanya lagi ke kak Nadya, terus kak Nadya nanya balik ke Qila. Gak bakal selesai-selasai, Kak," jelasnya polos.
"Udah diem, bisa gak sih!" bentak Nadya. Seketika mereka berdua menjadi sorotan di kantin.
"Qila emang gini orangnya gak bisa diem. Jadi kak Nadya ha ...." Kata-katanya menggantung begitu saja. Nadya tidak sanggup lagi dengan kelakuan Aqila yang membuat amarahnya semakin tinggi.
"Lo punya telinga, kan?" tanya Nadya kesal.
"Ya punya lah kak. Kak Nadya liat, kan. Telinga Qila ada di sini, mata ada di sini, mulut ada di sini, hidung ada di ...." Telunjuknya menunjuk-nunjuk. Tiba-tiba tangan Nadya mendarat di pipi Aqila, sontak membuat semua yang ada di kantin terkejut.
"Kok kak Nadya nampar Qila? Qila ada salah apa sama kak Nadya?" tanya Aqila, matanya mulai mengeluarkan air. Tetapi Aqila tidak mau menangis di hadapan Adhim.
Adhim langsung berdiri menghadap Aqila yang meringis kesakitan. Dia menggenggam tangan Aqila dengan kuat.
"Adhim sakit," rengek Aqila.
"Gini aja sakit." Sudut bibir Adhim menaik.
"Kalau Lo gak mau di perlakukan seperti tadi lagi, Lo pergi dari sini!" tegas Adhim.
"Kok Adhim malah belain dia sih?" tanya Aqila.
"Jelaslah gue belain dia karena dia gak salah, dia ke sini cuman ngasih ini doang. Kenapa lo yang ribet." Adhim memperlihatkan selembar kertas.
"Maafin Qila kalau udah ganggu kalian." Aqila langsung berlari sekuat tenaga menuju belakang halaman sekolah, tidak kuat menahan air matanya yang membasahi pipinya.
"Hati Lo sekeras apa sih Dhim? Kalau Lo gak suka sama Aqila jangan perlakukan dia kaya gitu. Lo bisa kan jauhin dia? Jangan kayak gini caranya. PENGECUT!" bentak Siska.
Mendengar kata Siska Adhim berlari keluar dari kantin, dia tidak menemukan Aqila. Ketika dia ke halaman belakang sekolah, dia melihat Aqila sedang duduk sendirian di bawah pohon yang cukup rindang.
"Aqila," panggil Adhim, Aqila tidak membuka tangannya.
"Aqila, gue minta maaf soal tadi." Suaranya menjadi lembut. Aqila membuka tangannya dan melihat Adhim di depannya.
"Udah jangan nangis, maafin gue ya." Adhim tersenyum.
"Qila gak marah kok sama Adhim. Qila suka sama Adhim, jadi Qila gak bisa marah sama Adhim," kata Aqila berat.
"Kita ke kelas, bentar lagi masuk."
"Adhim bakal nganterin Aqila sampai kelas?" tanya Aqila.
"Ya engga lah, gue masuk ke kelas gue dan Lo juga masuk." Adhim dan Aqila berjalan menuju kelasnya masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Puput Tiara andreani
wah mulai ada benih2 jagung nich
2020-09-06
1
Priska Anita
Selalu dukung karyamu kak 💜
2020-08-18
2
𝑵𝒂𝒂𝑬𝒓𝒏𝒂𝒂02
hadir disini juga
2020-08-12
2