💌 Setidaknya Lihat Aku Suamiku 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Malam bagi Selena semakin sunyi, langit semakin kelam. Rintik-rintik hujan bertambah deras.
"Oh my God, alam juga ikut sedih melihat kecelakaan beruntun ini." ucap Selena menatap jauh ke arah kerumunan orang.
Selena kemudian mendongak ke atas, ia melihat awan kelam di atas langit. Selena sama sekali tak berani melihat korban kecelakaan itu. Setelah menghubungi pihak polisi. Ia memilih menunggu ayahnya di dalam mobil. Selena dapat melihat petugas polisi tampak sibuk membantu evakuasi korban kecelakaan beruntun.
Huffft....! Selena membuang napas panjang dengan pipi mengembung. Bibirnya ikut mengerucut ke depan. Ia melakukan berulang-ulang untuk membuang rasa bosannya. Matanya memicing melihat ke arah keramaian. Di situasi seperti ini orang-orang yang masih bisa merekam situasi mencekam itu. Selena hanya bisa menggelengkan kepalanya. Fenomena yang sudah sering terjadi di kalangan masyarakat di zaman sekarang.
"Huffft...ayah dimana ini? Kenapa belum datang juga," Selena mulai mengkhawatirkan ayahnya. "Mana gerimis tambah deras lagi." Selena membuang napas lesu.
Untuk membuang rasa bosannya, ia berulangkali memperbaiki posisi duduknya. Ia melihat ke arah jam yang ada dipergelangan tangannya. Sudah satu jam dia berada di sini. Ayahnya masih sibuk membantu korban kecelakaan bus. Sementara mobilnya diparkir lumayan jauh dari tempat kejadian itu. Ia tidak mungkin ke sana. Suasana malam ini semakin mencekam, sepi dan gelap. Benar-benar menakutkan, bahkan ia rasa sudah berubah menjadi cerita horor. Dinginnya malam semakin menusuk tulang, tidak ada bintang, tak ada angin, hanya suara gemericik air yang menetes terdengar membasahi atap mobilnya. Langit sepertinya sedang sangat bersedih.
Dddrrrttt..... dddrrrttt....!
Selena tersentak saat bunyi handphonenya berdering begitu keras.
"Astaga kenapa nada deringku berbunyi seperti ini?" Selena memegang dadanya. Jantungnya masih berdetak kencang. Suasana ini semakin menakutkan baginya. Bulu kuduknya berdiri tanpa diundang. Selena membuang napas panjang.
Selena buru-buru mengambil ponselnya yang tersimpan di dalam tas. Jika tidak panggilan ini dari teman terdekatnya. Ia berjanji akan memaki-maki orang di ujung telepon yang menghubunginya, pikirnya dalam hati.
"Heuh? Panggilan masuk jelas-jelas nomor baru." Selena menggeser tombol untuk menerima panggilan. Dia tak berpikir panjang. Hanya ingin bilang ke orang yang meneleponnya untuk menyudahi perbincangan yang sebenarnya belum sama sekali dimulai.
Ya, sebab Selena paham sekali siapa saja yang bakal meneleponnya. Pertama, dari kantor meminta pertanggungjawaban hasil kerjanya yang belum awal bulan. Jika benar itu dari Ferdinand, manager yang selalu mengganggu kapan saja dia mau tanpa memikirkan dirinya yang tidak nyaman seperti ini. Selena janji akan menjawab dengan cepat dalam lima kata: “Maaf pak saya tidak ada waktu.” Lantas Selena akan menekan ikon ganggang telepon berwarna merah di layar ponsel.
Kedua, sahabatnya Chesa, selalu menawarkan dagangan onlinenya. Yang ujung-ujungnya membahas pacarnya sampai berjam-jam dan membuatnya terkantuk-kantuk.
Ketiga, ibunya. Mungkin penasaran kenapa belum pulang. Tapi tidak mungkin ibunya memakai nomor baru. Dan ibu juga tahu, mereka akan terlambat pulang. Jadi tidak mungkin ibunya.
“Ini siapa?” Jawab Selena mengangkat ponsel dengan nada malas-malasan. Matanya memicing menatap jauh ke depan.
“Ini aku. Masak lupa?” jawab suara di ujung ponsel. Suara itu jelas dari pria. Selena tak pernah mendengar dan tak pernah kenal dengan intonasi maupun suara pria di ujung sana. Ferdinand? tidak mungkin, suaranya mau diubah bagaimana pun, Selena masih bisa mengenal suara Ferdinand.
“Kamu pasti penipu yang minta pulsa. Sudahlah, aku enggak mudah ketipu,” jawab Selena ketus, sambil menengok nomor ponsel yang tertera di layar telepon genggamnya.
Dia hampir saja menutup sambungan telepon itu. Tapi, suara pria di ujung sana tiba-tiba berteriak-teriak menahan Selena. "Jangan dimatikan, ini tidak lama. Hanya lima menit saja. Oke!"
Mata Selena terbelalak karena mendengar teriakan itu. Ia masih bisa paham bila nomor itu sangat asing. Awalan nomor si penelepon gila itu berbeda dengan nomor-nomor yang kerap meneleponnya. Apalagi ini berani membentaknya. Selena membuang napas kasar.
Selena tak ambil pusing. Dia pun mematikan ponsel dan menyimpannya ke dalam tas. Tak berapa lama, nomor itu terus memanggil.
"Oh my God!" Selena menolak panggilan itu dan mematikan nada dering ponselnya.
Pria yang entah siapa namanya itu tak begitu saja menyerah. Dia terus mengganggu Selena. Saat dimasukkan ke dalam tas, getaran ponsel Selena bahkan terasa lebih keras di telinganya dibandingkan saat kali pertama berdering.
“Sudahlah, berhenti bermain-main,” jawab Selena ketus.
“Aku tidak bermain-main. Kamu Selena kan?” jawab pria itu.
“Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa?”
“Tidak salah, pasti ini Selena.”
“Sudah ya, jangan hubungi aku, soalnya banyak yang mengaku mengenalku. Sudah deh jangan buang waktuku ya.”
“Tunggu… Jangan ditutup dulu. Lima belas menit saja. Eh, 5 menit saja.” ucapnya lagi.
“Aku ngantuk." Ucap Selena mencari alasan. "Lagi pula, aku tidak mengenalmu. Apa untungnya buat aku? Sudahlah, jangan menelepon lagi. Oke...”
“Lima menit saja. Setelah itu aku tidak akan menelepon lagi. Janji,” kata pria itu memohon.
“Aku ngantuk.”
“Ini penting dan tidak bisa ditunda.”
“Loh? Kok jadi maksa.”
“Sebentar saja.”
“Kenapa aku? Kenapa enggak orang lain saja?”
“Ini akan terasa aneh kalau dibicarakan. Tapi, aku yakin kamu bisa menyelamatkanku.”
“Menyelamatkanmu? Aku saja tidak kenal kamu.”
“Sungguh, aku tidak bohong...”
Sebelum pria itu merampungkan kalimatnya, Selena keburu memutus sambungan telepon.
"Siapa dia? Sialan..." bisiknya dalam hati.
Dia tak ingin waktunya terbuang sia-sia lantaran telepon dari pria yang tak pernah dia kenal. "Astaga kenapa jadi menyeramkan seperti ini?" Kali ini Selena mematikan ponselnya. Benar-benar menonaktifkan telepon genggamnya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Bulu kuduknya berdiri lagi. Suara gonggongan anjing yang awalnya sayup-sayup, semakin terasa dekat, dekat dan lebih dekat.
Selena berteriak keras….
Selena terbangun dengan mendadak setengah terloncat. Keringat membasahi kening walau AC mobilnya posisi hidup. Mimpi ini benar-benar membuat jantungnya berdebar. Mimpi yang sangat terasa nyata. Ia melihat sekeliling. "Aku masih berada di sini? Aku mimpi buruk!" Ucap Selena mengeluarkan napas terbata-bata. Ia melihat jam yang ada ditangannya menunjukkan pukul 22.15.
"Astaga suara itu masih terngiang di telingaku?"
Mimpi itu benar-benar nyata. Dengan cepat Selena mengambil handphonenya, "Heuh tidak aktif? ini seperti terjadi di dalam mimpinya."
Selena ingat betul handphonenya tadi aktif. Ia masih sempat membaca pesan dari sahabatnya Chesa yang memang benar menawarkan dagangan onlinenya. Selena mengaktifkan handphonenya. Ponselnya berbunyi, tanda ada sms masuk. Dengan cepat ia membaca pesannya. Dari ibu, mengatakan kenapa belum pulang. Dengan cepat Selena membalasnya.
Selena masih takut dengan mimpi itu. Apalagi dia sendiri di dalam mobil. Sunyi yang senyap, suara alam diterpa desiran angin melagukan keheningan yang sunyi. Suara angin kembali berdesir lirih menyentuh dedaunan muda yang tampak rapuh berjatuhan diterpa angin, tua sebelum waktunya dan berguguran jatuh ke tanah, tersapu oleh angin malam yang dihempas hujan gerimis yang baru saja turun. Suara khas anjing malam mulai terdengar. Selena semakin merinding.
"Astaga ayah dimana?"
"Siapa pria itu? Hanya aku yang bisa menyelamatkannya….?"
"Tapi kenapa mimpi itu terasa nyata?"
Selena menggelengkan kepalanya. Ia berusaha melupakan mimpinya itu. Selena malah semakin gelisah saat dia mengulangi kata-kata pria itu.
⭐⭐⭐⭐⭐
Sementara Berto ayahnya Selena masih terus mencoba membantu korban mobil bus dan memapah orang tersebut ke pinggir bahu jalan sementara polisi memblokade jalan agar mobil lain berhenti dan memberikan kesempatan pada korban untuk menyeberang bagi yang korban luka ringan.
Sesampai diseberang dan merebahkan dipinggir jalan. "Bagaimana kondisi bapak?" tanyanya.
"Aku tidak apa-apa, hanya kepalaku terasa sakit."
"Tim medis akan datang sebentar lagi pak. Bapak akan dibawa ke rumah sakit. Sabar ya pak," Ucap Berto menenangkan pria yang lebih tua darinya. "Apakah ada yang lain di dalam mobil?"
"Masih ada, teman saya yang jadi supir masih terhimpit di dalam mobil."
"Bapak di sini dulu, saya akan bantu teman bapak." Berto segera bergegas menyeberang kembali ke mobil tersebut dan menemukan satu orang laki-laki pengemudi yang juga masih terhimpit dan tidak bisa keluar. Berto memang berjiwa mulia. Ia sering memberikan pertolongan di saat seperti ini.
Berto berusaha mencoba mencari akal agar pengemudi tersebut bisa keluar. Dan untunglah pintu mobil yang rusak parah itu bisa ia buka bersama salah seorang polisi. Pelan-pelan mereka berusaha mengeluarkan pengemudi tersebut dan tidak lupa Berto mematikan stop kontak mobil yang celaka tersebut yang masih menyala bunyi mesinnya.
Setelah keluar dan kembali, Berto membantu memapah korban untuk dibawa ke dalam ambulance. Hanya satu korban meninggal. Semua orang penumpang bus bisa di selamatkan.
Suara ambulance masih terdengar di tempat kejadian. Polisi masih sibuk menyelamatkan penumpang yang ada di dalam bus. Sementara Di sepanjang jalan sudah dipasang police line. Berto menarik napas dalam-dalam, saat lelaki yang dikeluarkannya dari mobil sudah dibawa ke rumah sakit.
Saat melihat ayahnya kearah mobil sambil berjalan menunduk. Selena langsung keluar dari mobil. "Ayah.." panggil Selena dengan penuh harap sambil mengunci tangannya di depan dada.
Berto mengangkat wajahnya saat mendengar suara itu. "Selena?" Ucap lelaki paruh baya itu tersenyum. Selena segera menghampiri ayahnya.
"Maafkan ayah membuatmu menunggu lama."
"Ayah basah,"
"Hmm," Berto tersenyum tipis sambil mengangguk.
"Nanti ayah sakit." Selena nampak khawatir.
"Ayah tidak apa-apa." Ucap Berto tersenyum hangat.
"Biar aku yang mengemudi ayah."
"Itu ide bagus."
Selena tersenyum dan membantu ayahnya masuk ke dalam mobil. Ia pun berlari mengitari mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Apa semua korban bisa diselamatkan?" tanya Selena perlahan menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu.
Berto menghela napas panjang. "Semuanya bisa diselamatkan. Hanya satu yang meninggal. Seorang gadis yang sepertinya seumuran dengannya."
"Dia tidak bisa disematkan?"
"Dia meninggal ditempat kejadian."
"Keluarganya pasti sedih ayah."
"Pasti itu _
"Tapi aku bangga dengan ayah." ucap Selena mengusap tangan Berto dengan lembut.
"Jangan terlalu memuji ayah."
"Itu benar ayah, kau berjiwa mulia." Kata Selena tersenyum.
Sesaat Berto terdiam dan kembali berkata. "Kau tahu mobil sedan yang menabrak tiang listrik itu Selena?"
Selena memandang sekilas ke arah ayahnya. "Hmmm. Bukankah itu yang pertama ayah selamatkan?"
"Ya, tapi sepertinya ayah mengenal pria itu?"
"Benarkah?" Selena mengerutkan keningnya.
"Ya, tapi ayah lupa siapa dia."
Selena memilih tak menjawab. Ia hanya fokus menatap ke arah jalan. Membawa mobilnya membelah keheningan malam.
.
.
BERSAMBUNG.....
^_^
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Darisha Asley
Semoga Ferdi tidak apa-apa
2022-07-10
0
Darisha Asley
Ayah Selena yang menolong Ferdi
2022-07-10
1
Semangat ya
2022-03-08
0