" Zi... Zi... " Terdengar dengan nada lirih suara seseorang memanggilnya. Ziva menoleh ke arah samping, mencari sumber suara berasal.
Seorang wanita tunanetra paruh baya dengan tongkat bambu ditangannya, mengetuk-ngetukkan ujung tongkatnya ke bawah.
" Ah, Mak Yati... Apa Mak ? " Tanya Ziva lalu melangkah mendekat.
" Itu... tadi ada uang receh ku jatuh, tolong dipungutin. " Kata Mak Yati yang masih mengetuk-ngetukkan tongkat bambunya ke bawah.
Ziva melihat ke arah bawah dan benar saja, beberapa uang koin berserakan di jalan. Zivapun berjongkok dan memungutinya satu persatu. Kemudian ia merogoh plastik kresek berwarna hitam dari saku belakang celana jins belelnya.
" Nih Mak... " Kata Ziva sesaat setelah memasukkan semua uang koin tersebut ke dalam plastik kresek tersebut.
Dan dengan sengaja, Ziva menambahkan beberapa lembar uang puluhan ribu miliknya ke dalam kantong kresek tersebut.
Ia mengambil tangan Mak Yati yang tak memegang tongkat, dan meletakkan bungkusan plastik berisi uang itu ke atas telapak tangan wanita tersebut.
" Kenapa Mak nggak dianterin Susi ? Tumben... " Kata Ziva celingukan.
" Makasih ya Zi... Iya, Mak lagi jalan sendiri, mau beli sabun cuci baju. Susinya lagi sakit, Zi. Abis jatuh kemarin dari motor. " Kata Mak Yati menjelaskan.
" Oalah... Ayo deh, aku anterin ke warung Mbak Mirna. " Kata Ziva yang akhirnya memutuskan menggandeng tangan Mak Yati. Sambil bercanda, Ziva berjalan berdampingan dengan Mak Yati.
" Biar Mak buta, tapi Mak tau isi hati orang. Kamu itu anak baik. Mak yakin, pasti hidupmu juga bakal bahagia. " Puji Mak Yati sembari tersenyum
" Amin, amin, amin... Tapi bahagia yang gimana Mak ? " Sahut Ziva.
" Ya bahagia kayak orang-orang bahagia gitu. " Mak Yati menjawab dengan polosnya.
" Tapi Mak, aku maunya bahagia yang banyak uang, bisa beli apa yang aku mau, bisa makan enak tiap hari, bisa jajanin bocah-bocah pengamen di pasar, bisa... "
" Ziva, Ziva... Dari kecil koq nggak berubah. Doyan banget sama duit dan makanan. " Mak Yati memotong perkataan Ziva.
" Itu yang bikin hepi Mak... Di dunia ini, uang segalanya. " Kata Ziva dengan datar.
" Kamu salah... Nggak segalanya soal uang. " Timpal Mak Yati.
" Sekarang aku tanya ya Mak... Mak beli sabun nih, pake apa ? "
" Uang lah, masa pake daun ? "
" Nah, sabun aja pake uang, Mak... Apalagi yang lain. "
" Iya juga ya... Eehh, kenapa malah setuju ya ? Bukan, bukan, salah kamu... " Mak Yati tampak bingung sekarang dan itu membuat Ziva tertawa geli.
" Hahahaha... Aku tuh bener, Mak yang salah ! Hahahaha... "
Mak Yati ini hebat juga... Biarpun buta, dia nggak pernah salah manggil orang...
Batin Ziva kagum, saat memperhatikan sosok wanita buta yang digandengnya itu.
" Mak, apa rahasianya sih bisa ngenalin orang ? Padahal kan Mak, maaf ya, nggak bisa liat. "
Pertanyaan Ziva yang ceplas ceplos membuat Mak Yati tersenyum.
" Mak kan emang warga sini asli, Zi. Dari emak kecil, kampung ini udah emak jelajahin sampe pelosoknya. Setiap orang yang tinggal disini juga bukan orang baru buat emak. Bau tubuh dan suara langkah kaki orang, mak lama-lama hafal. Kalo ada bau yang lain, nah itu pastilah warga baru. Makanya Mak nggak salah ngenalin orang. " Jelas Mak Yati.
" Oh, gitu. Allah adil ya, Mak. Setiap orang diberi kekurangan dan kelebihan. Kadang suka mikir, adil juga nggak sih Allah ke aku, Mak... Rasanya hidupku koq nggak berubah sama sekali dari dulu. Gini-gini aja... " Nada bicara Ziva terdengar pesimis.
" Jangan mikirnya kayak gitu, Ziva sayang. Kamu lupa ? Kamu yang dulu kecil mungil, sekarang pastinya tumbuh besar, itu kan dari Allah. Nafasmu, nyawamu, emangnya darimana, coba ? Miskin kaya, itu bisa dirubah, Zi. Tapi nyawa kita yang berharga ini, hanya Allah yang bisa kasih. Sabar ya, Zi. "
Petuah yang sangat masuk ke dalam hati Ziva. Sambil menemani Mak Yati berjalan, Ziva mulai memikirkan tentang semuanya dengan lebih fokus.
Eh... koq aku ngerasa dapet ide ya ? Sekarang aku tau, apa yang harus aku lakukan nanti saat jadi pengantin pengganti Ratna. Hehehe....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ziva menatap takjub kamar hotelnya. Sebuah ruangan dengan desain interior yang mewah dan berkelas. Setiap furniturenya bukan kaleng-kaleng, terlihat dari nama brand yang tak diragukan lagi kualitasnya.
Cinta itu buta, ya, Rat... Demi Agung yang cuma bisa boncengin kamu pake motor butut dengan suara knalpotnya yang berisik, kamu ninggalin calon suami yang punya hotel semewah ini. Enaknya mandi dulu aja, badan pada lengket karena naik mobil seharian.
Celingukan sebentar, Ziva menemukan arah dimana kamar mandi berada. Berbekal satu tas kecil berisi alat mandi pribadinya, Ziva melangkah kesana.
Mandi air panas, ah... Mumpung lagi di hotel bagus dan gratis !
Ziva begitu senang sambil melepas semua pakaian yang dikenakannya dan menuju ke kamar mandi.
Berendam di dalam bathtube dengan pilihan air hangat, Ziva membalurkan tubuhnya dengan sabun cair yang tersedia, merata dari leher hingga ke ujung kakinya.
Kemudian ia mulai keramas pula. Sibuk dengan senandung lagu yang terdengar tak jelas, Ziva tampak menikmati acara mandi berendamnya.
Tak lupa pula, ia asyik memercikkan air disana sini dengan riang. Acara mandinya terasa sangat seru. Busa dari sabun mandi dan shampoonya beterbangan dimana-mana, karena Ziva terus bergerak di dalam bathtubenya.
Sesekali ia menghentakkan kakinya ke air yang membuat lantai kamar mandi basah dimana-mana. Kemudian, bergaya seolah-olah sedang berenang dengan gaya mengambangnya.
Sementara Ziva asyik dengan acara mandinya, ia tak menyadari adanya seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Seseorang dengan penampilan serba hitam mengenakan penutup wajah dan juga topi.
" Apa-apaan ini ?... Berantakan banget ! " Gumam sang penyusup saat melihat pakaian Ziva yang berserakan di lantai dari sisi tempat tidur hingga ke arah kamar mandi.
" Dia lagi mandi dan pintu kamar nggak dikunci ?! Ini cewek ceroboh banget sih ! Gimana kalo ada maling yang masuk ?! Parah !! " Kata penyusup itu saat mendengar gemericik air dan senandung Ziva dari dalam kamar mandi.
Tapi bukankah cerobohnya cewek itu keberuntungan buat aku ? Iya kan ? Secara aku nggak perlu pinjam kunci cadangan ke resepsionis, aku bisa masuk kesini.
Saat mata sang penyusup itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia mendapati sebuah koper besar berwarna coklat tua, koper milik Ziva.
Dengan hati-hati dilihatnya isi di dalam koper. Setelah mengacak-acak isi dalam koper, mata tajamnya tertuju pada dompet kulit berwarna coklat yang tergeletak diantara pakaian dalam milik Ziva.
" Ini cewek apa cowok sih ya ? Koq banyak celana boxer sih ? Apa jangan-jangan dia cewek jadi-jadian ?! Ah, masa sih... " Gumam sang penyusup dengan suara beratnya.
Tanpa menghiraukan pakaian yang telah diacak-acaknya tadi, penyusup itu kini mengambil dompet Ziva dan membukanya. Sesaat kemudian matanya membelalak tajam. Di tangannya, ia menatap sebuah kartu identitas dari dompet Ziva.
" Ziva Kara... Ziva Kara ?! Perasaan kakek bilang, namanya Ratna, deh. Umurnya, eh... Koq rasanya ada yang salah ya. Masih delapan belas tahun ?! Bukannya kata kakek, Ratna udah dua puluh tahun ?... "
Laki-laki muda itu terus menatap KTP Ziva dan memperhatikan foto di dalam KTP. Keningnya berkerut. Merasa ada yang janggal.
" Apa aku salah masuk kamar ya ? Ini jelas orang yang berbeda. Nggak sama dengan foto yang kakek kasih liat waktu itu. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments