Ziva dan Fajar menatap Pak Bondan dengan pancaran sinar mata penuh tanda tanya besar. Pak Bondan beringsut menyamankan duduknya.
" Sebulan yang lalu, Gunawan dan Aji sudah menentukan hari pernikahan buat anak-anaknya itu, karena Pak Kuncoro juga sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Pernikahan itu harus dilaksanakan akhir bulan ini. Tapi seperti yang kalian tau, Ratna keburu kabur dari rumah. " Pak Bondan menghentikan ceritanya untuk sesaat.
Tangan Pak Bondan meraih tangan Ziva yang sedang memberinya salep untuk mengobati memar-memar di wajah Pak Bondan.
" Terus, apa maksud Om Gunawan tadi ? Apa yang harus dibicarakan ayah ke aku ? "
" Gunawan mau, kamu menggantikan Ratna, Zi... " Ucapan lirih Pak Bondan sanggup membuat Ziva dan Fajar langsung meloncat berdiri.
" Nggak mau ! "
" Jangan ! " Ucap Ziva dan Fajar bersamaan.
" Om, aku ntar yang mau nikahin Ziva !! "
" Isshhh ! Kamu ini ngomong apa sih ?! " Semprot Ziva setelah memukul bahu Fajar.
" Zi, sakit tau ! Tenagamu itu bukan tenaga cewek biasa, kan. " Protes Fajar sambil mengusap bahunya.
" Lagian kalo ngomong sembarangan. Siapa yang mau nikah sama kamu ?! "
" Akulah ! Siapa lagi memangnya di sini yang mau nikahin cewek kasar, tukang palak di pasar kayak kamu kalo bukan aku ? "
" Fajar ! Kamu ini.... " Ziva mengepalkan tangannya dan bersiap menonjok ke arah Fajar.
" Ziva... Sudahlah... " Teguran sang ayah menghentikan gerakannya mengeluarkan bogem mentah ke arah Fajar. Seketika, Fajar yang sempat ingin kabur langsung bernafas lega.
" Pulang aja sana ! Bikin males aja ! " Usir Ziva dengan kesal.
" Zi, ayolah... Maap, bukan itu maksudku. Aku cu... "
" Udah, pulang sana ! "
Melihat Ziva yang begitu kesal padanya, mau tak mau Fajarpun keluar dari kamar Pak Bondan. Setelah Fajar keluar, Ziva kembali duduk di sisi tempat tidur sang ayah.
" Zi... Fajar itu anak baik. Selama ini, cuma dia sahabatmu yang setia. Kamu jangan terlalu kasar padanya. Kamu ini kan seorang gadis. Mana boleh punya sikap kayak gitu, kasar. "
" Habisnya, Fajar itu kalo ngomong ngaco ! "
" Dia kan emang suka sama kamu, Zi. Nggak salah dia bicara kayak gitu. Dari semua pemuda di kampung ini, ayah cuma bisa percayakan kamu pada Fajar. "
" Ayah ! " Seru Ziva langsung melotot kesal.
" Ya sudah... Soal perjodohan itu, ayah juga menolak kemauan Gunawan itu. Dan inilah hasilnya, habis ayah dipukuli sama algojonya. Besok ayah akan kasih jawaban ke Gunawan, menolaknya. Ayah akan berikan surat rumah ini sebagai jawabannya. Kita akan cari kontrakan dengan uang yang tersisa dari harga jual rumah. Lukisan ayah be... "
" Ayah, ayolah... Cuma rumah ini satu-satunya harta peninggalan Mbah. Apa nggak bisa kita minta waktu sama Om Gunawan ? Ayah dan dia kan pernah jadi teman dekat waktu masih muda. " Kata Ziva dengan nada sedih.
" Dulu kita emang teman dekat, sama-sama jatuh cinta pada gadis yang sama, ibumu. Tapi karena ibumu memilih ayah, Gunawan mulai membenci ayah. Hutang ayah yang besar itu, kalo bukan demi pengobatan ibumu, mana mau Gunawan kasih pinjam ?... "
" Ayah... "
" Kebahagiaanmu yang utama. Ayah akan lakukan apa saja demi itu. "
" Aku tau... Aku tau, ayah sayang sama aku... Aku tau. "
" Bukan rumah ini, harta berharga ayah adalah kamu, Zi. " Ucapan ayahnya membuat Ziva mulai berkaca-kaca.
" Ayaaahhh... " Kata Ziva sembari memeluk ayahnya.
" Sudah... Jangan kayak gini. Nanti ayah jadi ikutan nangis deh. " Sambut sang ayah yang membelai rambut Ziva dengan hangat.
" Apa harus ayah serahin rumah ini ke Om Gunawan ? Mau gimana lagi. Uang seratus juta lebih, gimana dapetinnya dalam waktu seminggu... Daripada kamu menderita jadi pengganti Ratna. Kita kan nggak tau, kayak apa orang yang dijodohin dengan Ratna itu. Ayah nggak mau kamu malah menderita. "
" Tapi yah... Kita mau tinggal dimana ntar ? "
" Ayah akan berusaha lebih keras lagi menjual lukisan ayah. Kita bisa cari tempat baru dimana bisa jual lukisan lebih banyak daripada disini. Ayah yakin kita pasti bisa hidup lebih baik lagi, kalo kita bisa keluar dari sini, Zi... "
" Ayah yakin ? Aku nggak percaya. Mama meninggal sudah tiga belas tahun lamanya, ayah sampai hari ini masih ke makam mama setiap hari. Gimana kita bisa pindah dari sini ? Aku tau banget, ayah nggak akan bisa tinggalin kota ini. "
" Zi... "
" Udah ah, kita bahas lagi ntar aja. Aku mau balik lagi ke pasar. Ayah istirahat saja. Ini, pagi ini aku udah dapat enam puluh ribu. Ayah pegang lima puluh ribu buat makan hari ini sampai aku pulang ya. " Kata Ziva sambil merogoh kantong celana jins nya yang sudah belel dan sobek-sobek pada lututnya.
Diserahkannya beberapa lembar lima ribuan dan dua ribuan. Dengan sedih, Pak Bondan menerima uang tersebut.
" Ingat, jangan kemana-mana. Beli makan di warteg ujung gang aja. Aku nggak mau ayah kena masalah lagi. " Sambung Ziva memperingatkan.
Pak Bondan menganggukkan kepala dengan lesu. Tanpa menunggu lama, Zivapun berjalan keluar kamar. Pak Bondan terpaku menatap punggung Ziva yang akhirnya menghilang di balik pintu.
Ziva Kara... Yang artinya cahaya yang cantik dan murni. Mamamu kasih nama seindah itu, tapi nasibmu jauh dari indah... Maafin ayah, Zi...
Andai saja, waktu itu ayah nggak berada pada tempat dan waktu yang salah, hidupmu nggak akan menyedihkan kayak gini... Maaf... Maafin aku, Ningsih...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
" Saya mau, Om. " Kata Ziva dengan wajah serius.
" Bondan benar-benar beruntung memiliki anak kayak kamu. Anak yang berbakti. Baiklah, aku akan persiapkan semua kebutuhanmu sebagai Ratna. " Sahut Pak Gunawan dengan nada suara yang lega setelah sebelumnya sempat tegang.
" Ya, Om. " Jawab Ziva pendek.
" Ayahmu, apa dia tau kamu setuju ? "
" Nggak... Saya mohon, sebelum saya berangkat ke Jakarta, jangan sampai ayah tau soal ini. Biar saya sendiri nanti yang bicara pada ayah. Bisakah, Om ? " Kata Ziva memohon.
" Baiklah ! Aku nggak akan bicara apa-apa pada ayahmu. Tapi ingat, berjanjilah kamu nggak akan kabur. Kalo kamu ingkar janji, aku jamin kamu dan ayahmu jadi gelandangan seumur hidup kalian, paham ?! "
Pak Gunawan memperingatkan Ziva dengan suara yang tegas dan mengancam.
" Buat surat perjanjian, Om. Hitam di atas putih. Saya menjadi pengganti Ratna, hutang ayah dianggap lunas. "
" Aku akan buat surat perjanjian itu, saat kamu sah menjadi pengantin nanti. Aku janji, selama kamu menurut, aku nggak akan ganggu rumah dan ayahmu. Aku akan bantu penuhi kebutuhan ayahmu sehari-hari selama kamu tinggal di Jakarta sampai Ratna kembali. "
" Itu adil rasanya. Tapi... Gimana kalo ketauan ? "
" Aku akan atur kamu sebagai anak kandungku, adik Ratna. Semua surat-surat tentang kamu, akan aku bereskan. Seharusnya ini nggak akan jadi masalah. "
Segampang itu ya bikin identitas palsu, orang kaya emang beda...
" Oh... " Gumam Ziva.
" Bertahanlah dengan aman, paling nggak selama enam bulan. Semoga dalam waktu itu, Ratna sudah bisa kutemukan. Dan kamu bebas pergi, kembali kepada ayahmu. Aku akan pikirkan caranya biar kamu bisa bercerai, lalu Ratna bisa menikah dengan Bintang. "
Oh, jadi nama calon suami Ratna itu Bintang. Namanya bagus...
" Satu lagi, jangan sampai kamu hamil. Sebisa mungkin, jauhi Bintang. Biar gimanapun, dia adalah milik Ratna. Aku nggak ma... "
" Soal itu tenang saja, Om... Aku pasti nggak akan dekat-dekat sama menantu Om. Kalo perlu, aku akan minta kamar sendiri. Jadi a... "
" Nggak bisa kayak gitu juga, itu mencurigakan. Namanya sudah menikah, kalian pasti sekamar. Kira-kira caranya gimana ya biar Bintang nggak bakalan suka sama kamu ? "
Ziva mewarisi gen yang terbaik dari kedua orangtuanya... Wajah cantiknya ini campuran dari Bondan dan Ningsih.
Bibir mungil tapi sedikit berisi, hidungnya kecil tapi mancung, matanya sih biasa tapi bulu mata nya panjang dan lentik, rambutnya ikal mayang kecoklatan... Kulitnya biarpun nggak putih, tapi kalo dirawat pasti terlihat bersih.
Ningsih... Ningsih... Coba kamu liat ini, Bondan menyia-nyiakan anak gadis kesayanganmu...
" ... Om... Om Gun ? " Ziva menegur Pak Gunawan yang menatapnya dengan bengong.
" Ah... Iya iya. Alasan apa biar Bintang nggak dekatin kamu ya... " Dan Om Gunawan pun manggut-manggut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments