CHAPTER 3

Gadis ini pada dasarnya cantik. Nggak mungkin Bintang nggak suka nantinya... Harus ada cara biar Bintang nggak tertarik dengan Ziva.

Pak Gunawan terus memandangi Ziva dari atas hingga ke bawah. Itu membuat Ziva jengah.

" Ah, saya tau ! " Seru Ziva setengah menjerit.

" Apa ? " Tanya Pak Gunawan penasaran.

" Om bilang aja saya sakit epilepsi. Dia pasti nggak akan mau dekati saya. " Kata Ziva penuh percaya diri.

Aku juga nggak mau kalo di pernikahan nanti, aku diapa-apain... Aku kan juga pingin menikah beneran nantinya. Jadi aku harus bisa jaga diriku biar tetap utuh sampai waktunya selesai.

" Epilepsi ?... Janganlah, itu kan sama aja menjatuhkan martabat keluarga ku. Nggak, nggak. "

" Gimana kalo saya kena cacar ? "

" Gimana bikinnya kamu kena cacar ? "

" Ah iya... Gimana ya... Nggak bisa ya, Om. "

" Nggak bisalah ! Ada-ada saja ide mu ! "

" Kanker apa tumor ! Pasti bisa jadi alasan... "

" Aku ini punya banyak uang ! Jadi bagaimana mungkin anak ku punya kanker atau tumor nggak kuobatin. " Pak Gunawan nampak kesal dengan ide-ide gila Ziva.

" Oh iya ya... " Kata Ziva seraya tersenyum, canggung.

Untuk sesaat, keduanya terdiam. Baik Ziva ataupun Pak Gunawan terlihat tampak serius dengan mengernyitkan kening.

Pak Gunawan berpikir sambil berjalan mondar-mandir di hadapan Ziva yang sedang berpikir pula dengan tetap diam di tempatnya duduk.

Ratna... Ratna... kemana kamu ini ? Lihat nih papamu repot banget ngurusin masalah keluarga sampai ngancem-ngancem ayahku segala.

Ziva menopang dagunya pada kedua tangannya. Dan tanpa disadarinya, kepalanya menggeleng beberapa kali dengan pelan.

Ngapain juga kamu harus kabur sama Agung, kan aku udah bilang berkali-kali, dari kamu masih pacaran, mending jujur aja sama papamu soal Agung. Cuma karena papamu nggak mau terima Agung yang anak yatim dan miskin, kamu malah nekad begini sih. 

Ziva melirik ke arah Pak Gunawan yang masih seperti setrika itu.

Kamu yang kabur, pasti lagi mesra-mesranya sama Agung ya, dan aku disini lagi puyeng-puyengnya bareng papamu. Segala utang ayah kebawa-bawa, hadeeuuhhh.... 

Kali ini Ziva melirik ke arah foto keluarga yang terpampang besar di tengah ruang tamu. Dimana Ratna dan Pak Gunawan tampak saling menyayangi satu sama lain. Sebagai putri tunggal dari seorang tuan tanah, Ratna benar-benar tak pernah hidup susah.

Kamu sendiri selalu bilang, kasihan padaku karena, hidupku tuh menyedihkan banget.

Kenapa sekarang, malah gara-gara kamu minggat, bikin hidupku lebih menyedihkan lagi... Nasib... Nasib...

Batin Ziva setengah meratap.

" Gun ! Gun ! Gunawan !! " Suara berat seorang laki-laki terdengar dari arah luar rumah Pak Gunawan.

Ziva beranjak dari tempat duduknya dan menghambur keluar rumah. Ia tahu siapa yang bertamu. Suara yang tak asing baginya.

" Ayah ? Ngapain ayah kesini ? " Tanya Ziva yang mendapati sang ayah tergopoh-gopoh memasuki halaman rumah Pak Gunawan.

" Kamu... Kamu... Jangan bilang, kamu mau, Zi. Huufftthh... " Kata Pak Bondan dengan nafas yang tersengal-sengal.

" Telat kamu, Bondan. Anakmu sudah setuju. Harusnya ka... "

" Gun ! Ziva masih muda ! Belum waktunya dia menikah, apalagi dengan orang yang nggak dikenalnya ! " Pak Bondan langsung marah dan lupa akan lelahnya, bahkan ia meninggikan nada suaranya.

" Hei ! Aku ini bantu kamu biar bisa hidup lebih enak ! "

" Aku nggak sudi hidup enak darimu kalo harus menukar kebahagiaan putriku sendiri !!! "

" Dasar bodoh ! Aku bakal jamin rumahmu aman, kamu juga nggak perlu susah-susah jual lukisan, anakmu juga nggak perlu jadi preman di pasar ! "

Pak Gunawan merasa di atas angin. Dengan gaya yang sombong, dia berbicara kepada Pak Bondan dengan seringai liciknya.

" Zi, ayo pulang ! Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan sama orangtua gila ini ! " Pak Bondan langsung menarik tangan Ziva.

" Berhenti, Bondan ! Bondan ! " Teriak Pak Gunawan cepat.

" Ayah... " Kata Ziva sambil berusaha melepaskan pegangan tangan sang ayah, sayangnya itu tak berhasil.

" Ziva ! Kita sudah bicarakan soal ini kemarin. Kenapa kamu malah ambil keputusan sendiri ? Apa kamu tega pada ayah ? Harus ngerasain kehilangan kamu juga setelah mama mu, hah ?! " Kata Pak Bondan tampak kecewa.

" Aku bukannya pergi karena meninggal, ayah. Aku cuma gantiin Ratna. Cuma beberapa bulan. Dan utang ayah lunas, rumah kita aman. Ayah nggak akan kehilangan aku... " Ziva mencoba memberi pengertian kepada sang ayah.

" Harusnya kamu bersyukur, punya putri yang sungguh sayang sama kamu. Sangat berbakti. Kamu dan aku sama-sama orangtua tunggal, tapi Ratna beda jauh sama anakmu. Ratna saja malah minggat, nggak mikirin keluarganya bakal kena masalah. Ratna mikirin diri sendiri, kabur sama laki-laki miskin nggak tau diri ! " Kata Pak Gunawan dengan tatapan yang sedih sembari melihat ke arah Ziva.

Pak Bondan melepaskan tangan Ziva, dan mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.

" Aku sangat bersyukur, aku memiliki putri secantik dia, penuh bakti, dan nggak pernah mau nyusahin ayahnya yang miskin ini. Aku bersyukur, putriku ini sangat kuat, tabah, dan nggak pernah menyerah dalam keadaan apapun. Tapi itu nggak berarti aku harus manfaatin dia, Gun. Kebahagiaan dia yang paling penting buatku. "

" Asal dia mau gantiin Ratna, aku nggak akan bikin anakmu susah kayak sekarang. Apapun yang dia mau, bakal dia dapetin. Aku jamin itu. " Pak Gunawan berusaha merayu Pak Bondan.

" Gun, putriku ini cuma sebagai pengganti, bukan ? Apa bisa sebahagia itu ? Begitu Ratna ditemukan, putriku juga harus pergi. Pernikahan bukan buat main-main, Gun. Putriku berhak punya pernikahan nya sendiri. Biarpun kami orang miskin, tapi anakku berhak menikah dengan orang yang dia sukai. "

" Bondan, kamu jangan keras kepala ! Ingat ! Kamu itu punya hutang banyak padaku ! Kalian orang miskin, kenapa banyak sekali bicara ?! Ikutin apa mauku, aku jamin, semuanya berakhir baik-baik saja. "

" Kamu segitu yakinnya bisa menjamin putriku baik-baik saja, bagiamana dengan keluarga suami palsunya nanti ? Kalo ketauan, bisa-bisa putriku yang bakal kena masalah besar, bisa saja pada akhirnya kamu lepas tanggungjawab atas masalah ini. Bagaimana kalo suaminya melakukan hal yang nggak baik pada putriku ? Ini taruhannya, masa depan putriku, Gun ! " Pak Bondan bersikeras.

" Aku akan cari cara biar menantuku nggak akan punya niat menyentuh seujung rambut pun pada putrimu ! " Namun, Pak Gunawan juga tak menyerah membujuk mantan sahabatnya semasa muda dulu itu.

" Mereka menikah, tinggal bersama, apa bisa kayak gitu ?! " Pekik Pak Bondan yang merasa semakin kesal.

" Cuma enam bulan. Aku minta waktu, enam bulan, putrimu akan bercerai dan kembali padamu dengan keadaan yang utuh. " Kata Pak Gunawan dengan nada mengiba.

" Enam bulan itu, apa saja bisa terjadi, Gun ! " Sahut Pak Bondan yang kini benar-benar kesal terhadap setiap bujukan Pak Gunawan.

" Ya Tuhan, Bondan ! Apa aku harus panggil algojo ku lagi biar kamu dihajar dan ngerti diajak ngomong ?! " Rupanya Pak Gunawan mulai lelah membujuk, hingga kini beralih ke ancaman.

" Panggil sana ! Biar sampai mati juga, aku nggak akan setuju putriku jadi pengganti Ratna ! " Tantang Pak Bondan.

" Kamu !!! " Pak Gunawan benar-benar sangat emosi. Telunjuknya mengacung ke arah Pak Bondan. Raut wajahnya terlihat marah. Hingga tubuhnya bergetar hebat saking kesalnya.

Ziva merasa ketegangan antar dua orangtua di hadapannya itu tidak akan pernah menemukan solusi, karena sama-sama keras kepala dan punya pemikirannya masing-masing.

" Ayah, sudahlah... Jangan berdebat lagi. Aku tau, ayah sangat peduli padaku. Ini udah jadi keputusanku, yah. Semua akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja selama enam bulan itu. Aku pasti bisa jaga diri. Aku akan kembali kesini, kumpul lagi bareng ayah dengan seutuh-utuhnya. "

Akhirnya Ziva berinisiatif, mencoba memberi penjelasan pada sang ayah. Untuk sejenak, semuanya terdiam. Dan akhirnya, Pak Bondan mereda, kini menoleh ke arah Ziva.

" Zi... " Gumam Pak Bondan sambil menatap Ziva dengan tatapan sendu.

Anak ini... Persis kamu, Ningsih... Kalo sudah ambil keputusan, hal apapun nggak akan bisa merubahnya.

" Dengerin apa kata anakmu. Semua ini cuma sementara. Aku mohon padamu. Bantu aku, Bondan. Kita sama-sama saling bantu. "

Kali ini, Pak Gunawan terdengar lebih kalem dan bijaksana saat berbicara. Berharap Pak Bondan bisa memahami situasi yang sedang ia hadapi.

" Nggak ada lagi yang bisa bantu aku selesaikan masalah perjodohan ini. Kalo perjodohan ini sampai gagal, aku akan dianggap sebagai anak yang nggak tau diri. " Imbuh Pak Gunawan.

" Gun... aku... "

" Ayah, aku melakukan ini demi ayah dan juga aku sendiri. Ke depannya, setelah semua ini selesai, nggak akan lagi ada yang mengganggu hidup kita. Aku akan menikah lagi dengan orang yang mencintaiku dan aku cintai, aku akan terus menemani ayah. Kita juga nggak akan pusing mikirin hutang kita lagi. Aku percaya, Om Gunawan pasti tepati janji. " Kata Ziva dengan yakin dan melirik ke arah Pak Gunawan.

" Ya, aku janji pada kalian. Enam bulan. Kalo sampai enam bulan, Ratna masih nggak ditemukan, putrimu tetap akan bercerai dan kembali padamu. Urusan lainnya aku yang bereskan. " Sambung Pak Gunawan.

Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening. Pak Bondan tampak berpikir dan sesekali melirik ke arah Ziva dan Pak Gunawan.

" Baiklah... Baiklah... Kalo sudah begini, aku bisa apa... " Akhirnya Pak Bondan pun mengambil keputusan, mengikuti keinginan Pak Gunawan.

Mendengar ucapan Pak Bondan, Pak Gunawan bernafas dengan lega. Ziva tersenyum meski di dalam hati terasa pahit, lalu iapun mencium pipi ayahnya.

" Ayah nggak mau kamu menderita, Zi... "Bisik Pak Bondan saat Ziva memeluk tangan kanannya.

" Aku nggak pernah menderita menjadi putrimu. " Sahut Ziva lirih sembari mencium punggung tangan sang ayah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!