"CEO Park Juhan." Sena membulatkan matanya lebar.
Kalau ini sih, keluar dari kandang singa masuk kandang macan, batin Sena.
"Apa yang kau lakukan di dalam mobilku?" tanya Juhan dengan tatapan tajam.
"Saat ini aku dalam keadaan darurat. Tolong izinkan aku di sini sebentar."
"Aku tidak peduli dengan urusanmu. Turun dari mobilku sekarang!" sentak Juhan.
"Aku mohon. Aku tidak bisa turun sekarang. Dua orang botak di sana sedang mencariku. Please, tolong aku satu kali ini saja." Sena memohon seraya menempelkan dua telapak tangannya.
Juhan mengangguk kesal. "Okay. Aku akan turunkan kau di jalanan. Pak supir, tolong jalankan mobilnya sekarang."
"Baik, Tuan." Supir itu menyalakan mesin, lalu melajukan mobilnya.
Sena sedikit bernapas lega karena 2 pria botak itu tak melihatnya. Namun tak jauh dari sana, mobil pun berhenti.
"Turun sekarang!" bentak Juhan.
"Baiklah. Aku akan keluar." Sena membuka pintu, lalu keluar dari mobil.
Kemudian, mobil itu melaju pergi dan menghilang dari pandangan.
"Dasar pelit! Ditumpangi sebentar gitu saja tidak boleh," gerutu Sena kesal.
Pukul 19.00 malam. Sena sampai di depan rumahnya. Namun ada beberapa sosok tengah berdiri di sana. Siapa lagi kalau bukan wanita tua dan 2 pria botak yang sedari tadi tengah menunggunya di sana. Sena menatap mereka seraya menelan salivanya.
"Kim Sena, mana uangnya?" tanya wanita itu seraya mengulurkan tangan menagih uang.
"Bibi, dengarkan penjelasanku. Aku akan membayarnya setelah aku gajian. Aku janji, aku mohon," jawab Sena meminta toleransi.
"Aku tidak menerima penjelasan darimu. Jika kau tak membayarnya sekarang aku akan mengeluarkan barang-barangmu dari rumahku." Wanita itu mengancam.
"Jangan bibi, aku mohon. Aku tidak punya tempat tinggal lain selain di sini," ucap Sena dengan penuh permohonan. Namun wanita tua itu tak peduli dan tak mau mendengarkan permohonan Sena. Wanita tua itu menyuruh 2 pria botak itu untuk mengeluarkan semua barang-barang Sena dari dalam rumah.
Tak lama, semua barang milik Sena sudah tersusun rapi di luar rumah.
"Mulai hari ini kau tidak lagi tinggal di sini. Silakan pergi kemana pun yang kau suka." Wanita tua itu mengunci pintu, lalu pergi meninggalkan Sena yang terpatung di depan rumah.
"Kemana aku harus pergi? Aku benar-benar tak punya uang sama sekali." Sena membatin bingung. Ia mengambil ponselnya, lalu menelepon Hyemi teman baiknya. Sena menceritakan semua yang terjadi saat itu. Kemudian Hyemi menyuruh Sena datang ke apartemennya.
Pukul 23.00 malam, Sena tiba di depan apartemen Hyemi seraya membawa seluruh barang-barangnya. Hyemi tampak terkesiap ketika melihat Sena.
"Oh my God ! Apa yang terjadi denganmu? Ayo cepat masuk," ucap Hyemi sembari membantu membawakan barang-barang Sena.
"Aku tidak punya uang untuk membayar kontrakan sehingga aku diusir. Kau tahu sendiri kan kalau aku sudah beberapa bulan tidak bekerja." Sena mengeluh kesal.
"Iya, aku tahu itu. Kau bisa tinggal bersamaku di sini. Kebetulan aku punya 2 kamar dan yang satu kosong. Kau bisa menempatinya."
"Terima kasih, Hyemi. Aku janji setelah aku gajian, aku akan memberimu uang anggap saja aku menyewa kamarmu."
Hyemi terkekeh. "Oke, oke. Santai saja. By the way, apa kerjaanmu di perusahaan itu lancar? Bagaimana hubunganmu dengan CEO dingin itu?"
"CEO gila itu benar-benar menguras kesabaranku dan membuatku pusing. Dia tak henti-hentinya mencecarku dengan sikapnya yang aneh. Bagaimanapun, aku harus membuat CEO itu memperpanjang kontrak kerjaku. Aku membutuhkan pekerjaan dan aku tak ingin dipecat begitu saja," ujar Sena mengeluh.
"Kau sudah mencoba saranku waktu itu?" tanya Hyemi.
"Aku sudah mencobanya, aku sudah membuatkan kimbab dan juga membelikan makanan kesukaannya. Dan semua itu gagal." Sena berdecak kesal.
Hyemi mengangguk mengerti. "Ada satu cara yang ampuh untuk merayunya."
"Benarkah? Apa itu? Cepat katakan." Sena penasaran ingin tahu.
"Ehm.. tidur dengannya. Aku jamin ini akan berhasil," jawab Hyemi sambil tersenyum.
"Apa?! Tidak, tidak. Itu tidak mungkin. Dia adalah bosku dan aku tidak mungkin melakukan hal sejauh itu. Aku sekarang mau tidur." Sena mengakhiri kalimatnya, lalu melangkah menuju kamar.
...***...
Hari ini, Sena tiba di kantor lebih awal. Ia baru bekerja di Lacoza tiga hari, tapi rasanya sudah seperti bertahun-tahun. Ia merasa tidak nyaman dengan sikap dingin Juhan kepadanya. Sena berpikir keras mencari cara untuk merayu CEO tampan itu. Dengan sedikit melamun, ia berdiri di sisi meja seraya menyesap kopinya.
"Sena, kau sudah datang," sapa Bora yang baru saja tiba. Dan langsung dibalas anggukan oleh Sena.
"Apa kau sudah membuat sketsa untuk produk baru?" tanya Bora.
Sena menggeleng singkat. "Aku sedang mengerjakannya dan masih belum selesai. Apa manager memintanya hari ini?"
"Tidak. Kalau sudah selesai, hasilnya akan dipresentasikan saat rapat bersama. Sebaiknya, kau membuatnya dengan sebaik mungkin supaya CEO Park tidak marah," jawab Bora memberitahu.
"Oh, begitu ya. Aku akan berusaha membuatnya dengan baik." Sena duduk di kursinya seraya memulai bekerja.
Hari ini, Juhan tak terlihat sama sekali di kantor. Dari pagi sampai sore, CEO tampan itu tidak menampakkan diri. Ketidakhadirannya meninggalkan tanda tanya besar.
"Tumben Juhan tidak datang ke kantor tanpa memberitahu lebih dulu," gumam Jinsu heran.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam pulang kerja. Namun Sena masih terlihat sibuk di meja kerjanya. Bora melihatnya sambil menggelengkan kepala.
"Sena, kau tidak pulang?" tanyanya.
"Aku mau melanjutkan pekerjaanku sebentar," jawab Sena seraya mengerjakan sesuatu di komputernya.
"Baiklah kalau begitu. Aku pulang duluan ya, bye." Bora bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Sena sendirian.
Tak lama kemudian, Jinsu muncul dan melihat Sena masih ada di kantor. Pria itu langsung menghampiri Sena di meja kerjanya.
"Sena, kenapa kau belum pulang?" tanya Jinsu.
Sena terkejut, lalu memutar kursinya ke belakang. "Oh, Manajer Lee." Dengan cepat, ia berdiri dari duduknya
Jinsu tersenyum. "Kalau kau tidak sibuk, ikut aku pergi ke suatu tempat."
"Kalau boleh tahu, kita mau pergi ke mana?" tanya Sena ingin tahu.
"Hari ini Juhan tidak datang ke kantor. Aku sudah meneleponnya berkali-kali, tetapi tidak diangkat. Aku takut terjadi sesuatu padanya. Oleh karena itu, aku sekarang ingin pergi ke rumahnya untuk melihatnya," ujar Jinsu.
Sena terdiam sesaat. "Baiklah. Aku bersedia ikut ke sana."
"Oke. Ayo kita berangkat!" Jinsu tersenyum seraya berjalan menuju parkiran mobil.
Dua puluh menit kemudian, Jinsu dan Sena tiba di penthouse mewah di Distrik Gangnam. Jinsu bergegas menombol pin password di pintu dan secara otomatis pintu itu terbuka.
"Apakah ini adalah tempat tinggal CEO Park Juhan?" tanya Sena.
Jinsu mengangguk. "Iya, benar. Juhan tinggal sendirian di sini."
"Tapi bagaimana anda tahu password pin rumahnya?" tanya Sena dengan ekspresi heran.
"Juhan dan aku sudah seperti saudara jadi tidak ada rahasia apa pun diantara kami. Ayo kita masuk ke dalam!" Jinsu melangkah masuk lebih dulu diikuti Sena di belakangnya.
Sena tercengang melihat isi penthouse itu. Sungguh mewah, bersih, dan rapi. Sena melangkah maju menuju jendela dan melihat pemandangan luar yang indah.
Jinsu berjalan menuju kamar Juhan, dan ternyata dugaannya benar. Ia melihat Juhan sedang berbaring di tempat tidur dengan mata terpejam. Dengan cepat, Jinsu berlari mendekatinya. Pria itu meletakkan tangannya di kening Juhan dan ternyata badannya memang sangat panas. Jinsu pun mulai panik, lalu memanggil Sena. Tak lama, wanita itu pun masuk ke dalam kamar Juhan.
"Manager Lee, apa yang terjadi?" tanya Sena khawatir.
"Juhan sepertinya demam. Badannya sangat panas dan dia berkeringat dingin. Apa kau bisa membantuku mengelap keringatnya? Aku akan memanggil dokter." tanya Jinsu yang langsung diangguki oleh Sena.
Beberapa saat kemudian, dokter tiba di rumah dan memeriksa Juhan. Dokter itu memberikan beberapa obat dan meletakkannya di nakas.
"Dia demam tinggi. Dia harus minum obat dan banyak istirahat," ucap Dokter itu seraya mengemasi peralatannya.
"Baik. Terima kasih, Dokter." Jinsu mengantar dokter itu keluar rumah. Tak lama setelah itu, ia kembali masuk ke dalam rumah dan tiba-tiba ponselnya berbunyi. Jinsu mengangkat teleponnya dengan cepat.
"Halo, baik. Aku akan pulang sekarang," ucap Jinsu seraya mematikan teleponnya.
"Sena, aku harus pergi sekarang. Istriku menyuruhku untuk segera pulang. Bisakah kau menemani Juhan di sini sebentar?" Jinsu menatap Sena dengan penuh permohonan.
"Apa? Menemaninya di sini?" Sena menggigit bibir bawahnya seraya berpikir.
Jinsu tersenyum. "Aku sangat berharap kau mau membantuku dalam hal ini. Juhan sedang sakit dan dia sendirian di rumah. Setelah dia agak baikan, kau boleh pulang."
"Baiklah. Aku akan menemaninya di sini, tapi hanya sebentar."
"Terima kasih, Sena. Kalau begitu aku sekarang mau pamit. Jika ada apa-apa telepon aku, Oke?" Jinsu tersenyum, lalu melenggang pergi meninggalkan Sena di rumah Juhan sendirian.
Sena menarik napas dalam-dalam. Ia kembali ke kamar, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sena mengompres Juhan dengan air hangat sesuai petunjuk dari dokter. Wanita itu menghela napas seraya menatap Juhan yang tengah berbaring di ranjang. Ia merasa tidak nyaman melihat kemeja Juhan yang basah karena keringat.
"CEO Park, aku akan menggantikan bajumu yang basah. Maafkan aku jika aku lancang." Sena berkata pelan. Tidak tahu Juhan mendengarnya atau tidak. Perlahan, Sena membuka kancing baju Juhan satu per satu hingga terlepas semuanya. Kemudian ia melepas bajunya dan menggantikannya dengan atasan piyama lengan pendek.
Pikirnya, dengan begini ia akan lebih nyaman dan tidak terlalu merasakan panas di tubuhnya.
"CEO Park, kau harus minum obat yang diberikan oleh dokter," ucap Sena. Tapi tiba-tiba wanita itu teringat sesuatu.
"Tidak, tidak. Kau harus makan dulu setelah itu baru boleh minum obat." Sena bangkit dari sisi tempat tidur dan akan melangkah pergi. Namun tiba-tiba Juhan meraih pergelangan tangan Sena dan menariknya. Seketika Sena jatuh di ranjang dan menindih Juhan. Wajah mereka berjarak sangat dekat. Napas berat Juhan menerpa setiap inci wajah Sena.
Sena terdiam sambil mengerjapkan matanya. Ketampanan Juhan membuat hatinya meleleh.
"CEO Park, apa kau bisa mendengar suaraku?" tanya Sena seraya menatap wajah Juhan. Namun, tidak ada jawaban dari pria itu.
Kemudian, Sena bangkit dari posisinya dan berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Tapi ia tak menemukan apa-apa di sana. Tidak ada makanan satu pun yang bisa dimakan. Akhirnya, Sena berinisiatif membuat bubur.
Sena duduk di sisi tempat tidur sambil menyuapi Juhan pelan-pelan. Walaupun tak semua bubur yang disuapinya masuk ke dalam mulut Juhan, tapi ada beberapa sendok yang berhasil ditelannya.
"Sekarang kau harus minum obat dan istirahat." Sena menyuapi pil pada Juhan, tetapi pria itu mengalami kesulitan menelannya. Sena terdiam sejenak dan berpikir.
"CEO Park, maafkan aku." Sena memasukkan obat itu ke mulutnya, lalu menempelkan mulutnya ke bibir Juhan. Sena menggunakan mulutnya untuk menyuapi obat pada Juhan. Setelah dirasa obat itu berhasil ditelan, Sena mundur lalu bangkit berdiri.
"Aku sekarang mau pulang." Sena berbalik, lalu berjalan pergi meninggalkan rumah Juhan.
Tak lama setelah itu, Juhan perlahan-lahan membuka matanya. Ia menoleh ke nakas dan melihat semangkuk bubur di sana.
Sena tiba di rumah dan melihat Hyemi tengah duduk di sofa menunggunya.
"Kau hari ini pulang malam?" tanya Hyemi seraya menatap wajah lelah Sena.
"Aku baru saja pulang dari rumah CEO gila itu. Hari ini dia sakit dan manager menyuruhku untuk menemani dia di rumahnya," jawab Sena yang tanpa sadar mengutarakan kekesalannya.
"Apakah kalian hanya berduaan di sana?" Hyemi tertawa kecil, sedangkan Sena hanya menjawab dengan anggukan.
"Kalian tidak melakukan apa-apa di sana?"
"Tentu saja tidak!"
"Bodoh! Kalau aku jadi kamu, aku akan merayunya dan menjadikan dia pacarku. Dengan begitu, dia pasti akan memaafkan kesalahanku. Benar tidak?" tanya Hyemi seraya mencondongkan wajahnya ke arah Sena karena ingin melihat ekspresi temannya itu.
"Hyemi, kau sudah gila. Dia adalah atasanku dan aku tidak mungkin menjadikan dia pacarku."
"Selama dia belum menikah itu mungkin saja." Hyemi tersenyum menatap Sena. Namun Sena hanya menggelengkan kepala lalu pergi menuju kamarnya.
...***...
Keesokan harinya, Bora tidak masuk kerja dan semua tugas dikerjaan oleh Sena. Siang itu, Sena tampak sibuk di meja kerjanya dengan banyaknya pekerjaan. Dan tiba-tiba ada suara dari belakang yang mengejutkan dirinya.
"Kelihatannya ada yang sedang sungguh-sungguh bekerja." terdengar suara pria dari belakang.
Sena membalikkan badan dan menemukan Juhan tengah berdiri di belakangnya. Juhan melangkah maju dan bersandar di sudut meja sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Tak kusangka, disaat aku sakit kau malah mengambil keuntungan dariku. Kau diam-diam telah menciumku dan mengambil kesempatan," ucap Juhan.
Sena membelalakkan matanya. "Itu tidak benar! Aku sama sekali tidak mengambil keuntungan apa pun darimu."
Juhan tersenyum sinis. "Walaupun kau kemarin telah membantu merawatku, bukan berarti aku mau memaafkanmu."
"Dengar ya, aku bekerja di sini bukan untuk dirimu. Aku bekerja untuk diriku sendiri dan untuk mencari uang. Jadi, jika kau tidak menyukaiku cukup abaikan aku. Anda cukup melihat hasil pekerjaanku, CEO Park Juhan." Sena menatap Juhan dengan ekspresi sebal, tetapi sebaliknya, Juhan justru menatap Sena dengan tersenyum.
"Okay. Aku akan melihat apakah dirimu pantas bekerja di perusahaanku. Oh ya, dua hari lagi aku ulang tahun. Aku mengundangmu untuk datang, Nona Kim Sena." Juhan meletakkan sebuah undangan di meja, kemudian ia pergi meninggalkan Sena.
Pukul 19.00 malam, Sena meringkuk di sofa sambil menggerutu kesal. Ia merasa tidak terima dengan perilaku Juhan yang semena-mena padanya. Hyemi keluar dari kamar dan duduk di sofa.
"Kenapa lagi? Setiap pulang kerja kau selalu terlihat tidak senang." Hyemi duduk, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.
"CEO gila itu setiap hari selalu membuatku kesal. Aku sudah menolong merawat dia sakit kemarin. Bukannya berterima kasih padaku, tapi malah sebaliknya. Air susu dibalas dengan air tuba," geram Sena dengan penuh amarah.
"Aku sudah bilang padamu. Hanya ada 2 cara untuk menghadapinya. Tidur dengannya atau jadikan dia pacarmu. Jika kau terus melawan dia, itu tidak akan ada habisnya. Aku tahu kau adalah wanita yang pemberani. Semua ini hanya kau sendiri yang bisa memutuskannya," ucap Hyemi memberi saran.
Saran konyol dari Hyemi terus berputar di kepala Sena. Ia mencerna kembali kata-kata itu.
"Oke. Jika dengan cara sopan tidak mempan untuknya maka aku akan menggunakan cara liar. Aku akan merayunya dan menjadikan dia kekasihku." Sena berucap dengan penuh keyakinan pada dirinya.
...***...
Dua hari kemudian, Sena naik taksi menuju pesta ulang tahun Juhan. Wanita itu tiba di pesta dengan mengenakan dress hitam seksi yang memamerkan lekuk tubuhnya yang indah. Kulitnya terlihat putih mulus dan rambut wavy-nya tergerai panjang menawan. Visual-nya begitu sempurna sehingga semua mata tertuju padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anti Veryanty S
ceritanya menarik thor.
tetap semangat.
💪💪
2021-08-28
1