Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat

*Zivon*

Setelah semalaman berusaha, akhirnya aku bisa tertidur juga. Wajah kedua anak itu tidak bisa keluar dari kepalaku. Aku benci setiap kali aku tidak mendapatkan informasi yang aku inginkan secepatnya. Hal sesederhana ayah dari anak-anak itu bisa saja aku tanyakan langsung kepada mama mereka. Tetapi aku harus memperkenalkan diriku sebagai siapa? Alvis juga pasti heran melihatku mendadak datang dan bertanya tentang ayah kedua anak itu.

Getaran di atas nakas memaksaku untuk mengangkat tubuhku pada posisi duduk. Aku tidak bisa melanjutkan tidur lagi sekalipun aku masih mengantuk. Semalaman aku menunggu kabar dari Riko. Aku berharap setidaknya dia bisa mengumpulkan informasi mengenai wanita itu dan anak-anaknya dalam waktu beberapa jam saja. Ternyata sampai aku tertidur, dia belum juga mengirim apa pun.

Aku mengambil ponselku dari atas nakas dan membuka kunci layarnya. Ada sebuah surel baru yang masuk ke surel pribadiku. Aku segera membukanya. Dari Riko. Ada sebuah berkas yang dikirimnya untukku. Aku segera mengambil tabletku dan membuka surel pribadiku, lalu mengunduh lampiran tersebut. Akan lebih mudah bagiku untuk membacanya pada layar yang lebih besar.

Lampiran itu berisi pindaian beberapa dokumen. Aku membuka dokumen pertama. Sebuah Surat Keterangan Lahir yang diterbitkan oleh sebuah rumah sakit. Ditha Melody, lahir pada tanggal 28 Februari dengan berat badan dua ribu empat ratus lima puluh lima gram dan panjang empat puluh enam senti. Hanya nama ibu yang terisi, sedangkan nama ayahnya kosong. Pada dokumen kedua tercantum nama Davin Adrian yang lahir pada tanggal yang sama, dengan berat badan dua ribu dua ratus delapan puluh tiga gram dan panjang empat puluh enam senti.

Berikutnya adalah KTP Aida. Aku tidak membutuhkan informasi apa pun dari tanda pengenal tersebut. Aku sudah mengetahui nama lengkap dan tanggal lahirnya. Beberapa dokumen berikutnya adalah sertifikat guru terbaik bulanan dan tahunan yang diterbitkan oleh sebuah sekolah musik dan tercantum nama lengkap Aida. Perempuan ini bukan perempuan biasa.

Saat melihat pindaian Kartu Keluarga Om Matias, aku berdecak pelan. Riko dan semua rekannya tidak main-main dengan jasa yang mereka tawarkan. Mereka sampai bisa mendapatkan semua dokumen pribadi yang sifatnya rahasia tersebut?

Pindaian dokumen kemudian berganti dengan foto. Foto pertumbuhan kedua anak itu dari bayi hingga foto mereka memenangkan berbagai perlombaan. Anak perempuan itu memenangkan banyak perlombaan menyanyi, sedangkan yang laki-laki lomba melukis. Wajah mereka berdua begitu mirip. Aku hanya melihat mata dan rambut mereka yang mirip dengan Aida. Tetapi mata wanita itu lebih besar dari mata mereka.

Sebentar. Aku membuka salah satu foto yang ada pada album di tablet. Aku membuka sebuah aplikasi dan menyejajarkan fotoku dengan foto kedua anak tersebut. Bentuk wajah mereka, mata, alis, hidung, bibir, hingga telinga seolah-olah mereka adalah versi kecilku. Mungkinkah ini terjadi?

Teringat pada sesuatu, aku segera keluar dari kamar dan bergegas menuju ruang keluarga. Mama menyusun foto kami sekeluarga di atas salah satu bufet. Aku mengambil fotoku saat masuk TK. Aku bergegas kembali ke kamar. Aku menarik napas panjang sebelum membandingkan foto masa kecilku dengan foto kedua anak tersebut. Aku melihat ketiga foto itu secara bergantian.

Oh, Tuhan. Tidak salah lagi. Kedua anak itu adalah anak-anakku.

Aku harus menemui mereka. Tetapi aku harus mengatakan apa? Jika aku mendadak muncul dan mengatakan kepada mereka bahwa aku adalah ayah mereka, apakah itu tidak akan menimbulkan masalah? Aku juga tidak tahu apa yang dikatakan wanita itu mengenai ayah mereka. Semoga saja dia mengatakan hal yang baik, bukan hal yang buruk.

Aku berjalan mondar-mandir di kamarku sendiri dan tidak menemukan alasan apa pun yang masuk akal untuk menemui wanita itu dan anaknya sekarang. Oh, Tuhan. Aku punya anak! Bukan hanya satu, aku punya dua anak sekaligus! Anak-anakku.

Ah, iya. Aku belum selesai memeriksa semua informasi yang dikirim oleh Riko. Aku kembali duduk di tempat tidur dan mengambil tabletku. Sudah tidak ada lagi pindaian dokumen atau foto apa pun. Aku kembali memeriksa surel darinya dan membacanya dengan saksama. Dia memberiku nomor ponsel Aida juga nomor ponsel seseorang bernama Nisa. Oh, mungkin ini nomor pemilik rumah tempat tinggal Aida yang aku minta semalam.

Tidak tahu apakah rencana ini akan berhasil, aku menelepon wanita itu dan berpura-pura mencari rumah kontrakan. Dia wanita yang suka bicara sampai akhirnya dia menyebut tentang Davin dan proyek lukisan dinding yang dikerjakannya di salah satu rumah yang disewakannya. Aku kembali melihat kumpulan foto tadi dan menemukan yang aku cari.

Iya. Yang bisa melukis adalah Davin. Entah mengapa, menyebut nama salah satu anakku membuat rasa sayangku kepadanya perlahan-lahan tumbuh. Aku menyentuh wajahnya pada foto tersebut. Dia tersenyum bahagia sambil memegang hadiah untuk pemenang pertama.

Hatiku sangat ringan sepanjang pagi itu. Lukisan dinding. Apa yang bisa aku tawarkan kepada Aida agar aku bisa menggunakan jasa Davin? Sudah sebulan lebih aku menawarkan kepada para pegawai untuk memikirkan fasilitas baru yang mereka butuhkan untuk aku sediakan di gedung kantor. Tetapi belum ada yang memberikan ide yang kreatif.

Aku membuka salah satu peramban yang ada di ponsel. Aku mengetik kata lukisan dinding. Lalu ada begitu banyak contoh lukisan yang sangat indah. Lukisan itu mengingatkan aku pada kafe, restoran, juga hotel yang memiliki lukisan dinding pada beberapa sudut lobinya.

Oh, iya! Mengapa aku tidak memikirkan hal itu dari awal? Ada satu fasilitas yang pasti sangat dibutuhkan oleh sebagian besar karyawanku. Mengapa mereka tidak berpikir untuk mengajukan hal itu kepadaku? Aku sudah katakan bahwa mereka bisa meminta apa saja, asal bukan untuk membuat waktu istirahat mereka lebih menyenangkan.

“Selamat pagi, Pak,” ucap seorang pria yang aku harap tidak akan aku lihat lagi wajahnya pada pagi ini menyapaku. Tetapi tentu saja keinginanku itu tidak digubris.

“Apa yang sedang kamu lakukan di tempat ini?” tanyaku menahan amarah.

“Saya akan melakukan apa pun agar Anda tidak memecat saya, Pak,” kata Wastu bersikeras.

“Aku sudah menerima setengah uang terakhir yang kamu transfer pagi tadi, tetapi itu tidak akan mengubah apa pun. Kamu sudah bukan asistenku lagi.” Tentu saja dia bergeming dan tetap berdiri di tempat. Aku mendesah pelan.

Kemudian aku teringat dengan sesuatu yang sangat mendesak. “Apakah masih ada masukan baru mengenai fasilitas yang diinginkan oleh karyawan?” tanyaku.

“Tidak ada masukan yang berbeda dari ide yang sebelumnya Anda tolak, Pak,” jawabnya.

“Baik. Aku sudah menemukan apa yang akan aku bangun di lobi.” Aku mengirimkan nomor telepon Aida kepadanya. “Hubungi wanita ini dan minta kesediaannya untuk mengizinkan putranya yang bernama Davin untuk melukis dinding di lobi. Beritahu dia bahwa nomornya didapat dari seorang wanita bernama Nisa.”

“Melukis dinding lobi?” tanyanya pelan. “Apa yang akan Anda bangun di lantai dasar, Pak?”

“Tempat penitipan dan bermain anak-anak,” jawabku singkat. “Jika kamu bisa mendapatkan kata iya dari wanita itu. Aku akan mempertimbangkanmu untuk tetap bekerja di sini.”

“Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak, Pak.” Dia menunduk-nundukkan tubuhnya kepadaku. “Saya tidak akan mengecewakan Anda. Saya akan menghubunginya sekarang.”

Aku memasuki ruang kerjaku. Melihat tumpukan dokumen yang harus aku periksa dan tanda tangani, aku mendesah pelan. Aku membuka jas dan meletakkannya di sandaran kursi. Pakaian itu hanya akan membatasi gerakku saat bekerja.

Aku duduk dan mengambil salah satu dokumen yang ada di tumpukan teratas. Tidak lama kemudian pintu diketuk. Wastu muncul dari balik pintu. Aku menyandarkan tubuh dan mengabaikan dokumen yang sedang aku periksa. Aku mempersilakannya untuk bicara.

“Ibu Aida setuju untuk mengizinkan putranya melukis pada dinding lobi, Pak. Tetapi dia tidak bisa memulainya segera karena ada proyek lain yang sedang dikerjakan putranya,” lapor Wastu. Aku tersenyum puas mendengarnya.

“Tidak apa-apa. Ruangan itu perlu disekat agar tidak terlihat satu ruangan dengan lobi. Tolong hubungi kontraktor yang membangun pabrik baru kita. Aku ingin mereka melihat apakah ruangan itu lebih baik disekat menggunakan kayu atau dinding bata. Aku ingin ruangan permanen karena perlu dipasang alat kedap suara.”

“Baik, Pak. Apakah Anda menginginkan mereka datang pada hari ini atau hari lain?” tanyanya. Dia memang selalu bekerja dengan detail.

“Hari ini, pada jam berapa saja sebelum jam kerja usai,” jawabku. “Dan kapan kita bisa bertemu dengan wanita itu untuk membicarakan proyek bersama anaknya?” Aku menjaga intonasi suaraku agar tidak terdengar terlalu antusias akan segera bertemu dengannya.

“Pada hari Sabtu ini putrinya akan mengikuti sebuah lomba. Bila Anda tidak keberatan, kita bisa menemui mereka di sana. Mereka tidak ingin meninggalkan lokasi sebelum pengumuman pemenang dibacakan,” jawab Wastu. “Atau Anda ingin bertemu pada hari Minggu? Kita tidak bisa menemui mereka pada hari kerja karena proyek yang sedang dikerjakan putranya.”

“Baik. Hari Sabtu saja,” kataku setelah berpikir sejenak. “Di mana lokasi lombanya?” Mendengar jawaban Wastu, aku tertawa kecil. Tempat pertemuan pertama kami justru akan menjadi tempat pertemuan kedua? Hidup ini kadang-kadang lucu.

Terpopuler

Comments

Gio Booklover

Gio Booklover

bisa minta no hp riko? aku mau stalking mantan

2021-10-06

1

Weny Wenefrida

Weny Wenefrida

Terimakasih kak Mei

2021-08-11

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2 Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3 Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4 Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5 Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6 Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7 Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8 Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9 Bab 9 - Pria yang Ramah
10 Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11 Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12 Bab 12 - Gigih dan Tekun
13 Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14 Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15 Bab 15 - Kecewa
16 Bab 16 - Perjanjian
17 Bab 17 - Ketahuan
18 Bab 18 - Karisma
19 Bab 19 - Bagai Keluarga
20 Bab 20 - Sebuah Janji
21 Bab 21 - Sebuah Keanehan
22 Bab 22 - Ultimatum
23 Bab 23 - Sempurna
24 Bab 24 - Mantan Sahabat
25 Bab 25 - Pengakuan
26 Bab 26 - Iba
27 Bab 27 - Apa Adanya
28 Bab 28 - Khawatir
29 Bab 29 - Berpikir Positif
30 Bab 30 - Terima Kasih
31 Bab 31 - Anak Kecil
32 Bab 32 - Jawab Iya
33 Bab 33 - Bertunangan
34 Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35 Bab 35 - Lamaran Resmi
36 Bab 36 - Keluarga Kecilku
37 Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38 Bab 38 - Panik
39 Bab 39 - Saling Menjaga
40 Bab 40 - Janji Setia
41 Bab 41 - Jatuh Cinta
42 Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43 Bab 43 - Berat untuk Pergi
44 Bab 44 - Jalan Terbaik
45 Bab 45 - Dia Pulang
46 Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47 Bab 47 - Menolong Papa
48 Bab 48 - Promosi, Promosi
49 Bab 49 - Abaikan Saja
50 Bab 50 - Orang Dalam
51 Bab 51 - Sekolah Musik
52 Bab 52 - Lukisan Terindah
53 Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54 Bab 54 - Menyandang Namamu
55 Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56 Bab 56 - Kunjungan Mertua
57 Bab 57 - Sesuai Rencana
58 Bab 58 - Perempuan Sakit
59 Bab 59 - Membantu Sahabat
60 Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61 Bab 61 - Korban Lain
62 Bab 62 - Berlibur Sejenak
63 Bab 63 - Murid Terbaik
64 Bab 64 - Siap Berperang
65 Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66 Bab 66 - Sang Ibu
67 Bab 67 - Semuanya Baik
68 Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69 Bab 69 - Sang Ayah
70 Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71 Bab 71 - Sambutan di Rumah
72 Bab 72 - Sidang Pertama
73 Bab 73 - Proyek Bersama
74 Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75 Bab 75 - Tamu Istimewa
76 Bab 76 - Jangan Menipu
77 Bab 77 - Memacu Adrenalin
78 Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79 Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80 Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81 Bab 81 - Masalah Baru
82 Bab 82 - Balas Jasa
83 Bab 83 - Ganjaran
84 Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85 Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86 Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87 Bab 87 - Tak Berdaya
88 Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89 Bab 89 - Teman Baru
90 Bab 90 - Proyek Penting
91 Bab 91 - Kesedihan Kakek
92 Bab 92 - Akhir yang Tragis
93 Bab 93 - Menolong Teman Baru
94 Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95 Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2
Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3
Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4
Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5
Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6
Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7
Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8
Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9
Bab 9 - Pria yang Ramah
10
Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11
Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12
Bab 12 - Gigih dan Tekun
13
Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14
Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15
Bab 15 - Kecewa
16
Bab 16 - Perjanjian
17
Bab 17 - Ketahuan
18
Bab 18 - Karisma
19
Bab 19 - Bagai Keluarga
20
Bab 20 - Sebuah Janji
21
Bab 21 - Sebuah Keanehan
22
Bab 22 - Ultimatum
23
Bab 23 - Sempurna
24
Bab 24 - Mantan Sahabat
25
Bab 25 - Pengakuan
26
Bab 26 - Iba
27
Bab 27 - Apa Adanya
28
Bab 28 - Khawatir
29
Bab 29 - Berpikir Positif
30
Bab 30 - Terima Kasih
31
Bab 31 - Anak Kecil
32
Bab 32 - Jawab Iya
33
Bab 33 - Bertunangan
34
Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35
Bab 35 - Lamaran Resmi
36
Bab 36 - Keluarga Kecilku
37
Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38
Bab 38 - Panik
39
Bab 39 - Saling Menjaga
40
Bab 40 - Janji Setia
41
Bab 41 - Jatuh Cinta
42
Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43
Bab 43 - Berat untuk Pergi
44
Bab 44 - Jalan Terbaik
45
Bab 45 - Dia Pulang
46
Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47
Bab 47 - Menolong Papa
48
Bab 48 - Promosi, Promosi
49
Bab 49 - Abaikan Saja
50
Bab 50 - Orang Dalam
51
Bab 51 - Sekolah Musik
52
Bab 52 - Lukisan Terindah
53
Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54
Bab 54 - Menyandang Namamu
55
Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56
Bab 56 - Kunjungan Mertua
57
Bab 57 - Sesuai Rencana
58
Bab 58 - Perempuan Sakit
59
Bab 59 - Membantu Sahabat
60
Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61
Bab 61 - Korban Lain
62
Bab 62 - Berlibur Sejenak
63
Bab 63 - Murid Terbaik
64
Bab 64 - Siap Berperang
65
Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66
Bab 66 - Sang Ibu
67
Bab 67 - Semuanya Baik
68
Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69
Bab 69 - Sang Ayah
70
Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71
Bab 71 - Sambutan di Rumah
72
Bab 72 - Sidang Pertama
73
Bab 73 - Proyek Bersama
74
Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75
Bab 75 - Tamu Istimewa
76
Bab 76 - Jangan Menipu
77
Bab 77 - Memacu Adrenalin
78
Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79
Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80
Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81
Bab 81 - Masalah Baru
82
Bab 82 - Balas Jasa
83
Bab 83 - Ganjaran
84
Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85
Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86
Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87
Bab 87 - Tak Berdaya
88
Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89
Bab 89 - Teman Baru
90
Bab 90 - Proyek Penting
91
Bab 91 - Kesedihan Kakek
92
Bab 92 - Akhir yang Tragis
93
Bab 93 - Menolong Teman Baru
94
Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95
Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!