Bab 2 - Anak-anakku Bahagia

Aku biasanya terburu-buru mengerjakan banyak hal sejak bangun pagi pada akhir pekan. Tetapi pada hari Minggu ini, aku bisa sedikit bersantai. Aku mencuci pakaian, membersihkan rumah, merapikan kamar, sampai memasak makanan juga camilan untuk anak-anak sambil bersenandung.

Apa yang aku khawatirkan lima tahun yang lalu tidak terjadi. Aku melahirkan si kembar ke dunia dengan selamat. Dengan tekad bulat dari awal kehamilan, aku bahkan bisa melahirkan mereka dengan normal. Aku tidak punya banyak uang untuk melahirkan dengan cara operasi.

Dengan uang tabungan, hasil penjualan perhiasan, dan uang yang jumlahnya sangat banyak yang diberikan pria yang tidur denganku, aku bisa bertahan hidup. Aku tinggal di kamar sewa yang kondisinya tidak buruk, menghemat makanan dengan belajar memasak, dan mengajar vokal secara privat. Tetapi sejak anak-anak lahir, aku tidak bisa mengajar lagi.

Uang menipis, aku memiliki sahabat dan saudara laki-laki yang selalu siap membantuku dalam keadaan yang sulit. Ketika anak-anak berusia tiga tahun, aku mulai mengajar privat kembali. Aku harus membawa mereka ke mana pun aku pergi. Aku tidak bisa mempunyai banyak murid karena tidak banyak orang tua murid yang nyaman melihatku mengajar sambil membawa si kembar.

Aku tersenyum memandang piagam dan piala yang dimenangkan oleh anak-anak yang aku susun dengan rapi di dalam hingga bagian atas lemari. Si kembar bukanlah anak biasa. Mereka mempunyai keistimewaan masing-masing.

Ditha yang lahir lebih dahulu punya suara yang indah, napas yang panjang, dan tipe suara sopran yang sampai sekarang belum aku ketahui akan sanggup meraih nada tertinggi apa. Davin sangat pandai melukis. Perpaduan warna yang dipilihnya, pengambilan sudut cahaya yang tanpa cela pada setiap goresan kuasnya menciptakan sebuah karya yang indah. Lukisannya selalu berhasil membuat orang-orang yang melihatnya berdecak kagum. Dia pandai membuat lukisan aktual hingga abstrak.

Keadaan keuangan kami membaik ketika mereka berusia empat tahun. Usia minimal di mana mereka bisa mengikuti berbagai lomba menggambar dan menyanyi. Uang tunai yang mereka menangkan sangat membantu memenuhi kebutuhan hidup kami. Hanya beberapa bulan saja, kami mempunyai cukup uang untuk menyewa sebuah rumah kecil untuk tempat tinggal kami.

Sebenarnya perlombaan yang diadakan secara daring dengan mengunggah video saat bernyanyi, memberi hadiah yang jauh lebih besar. Namun aku tidak mau semua orang tahu bahwa aku, putri Matias Laksana, mempunyai anak di luar nikah. Walaupun Papa tidak lagi menganggapku sebagai putrinya, Papa tetaplah papaku. Aku ingin menjaga nama baik dan reputasinya semampuku.

Melibatkan anak-anak dalam memenuhi kebutuhan hidup kami bukanlah hal yang membanggakan bagiku. Tetapi keadaan memaksaku melakukan hal ini. Lagi pula mereka menyukai perlombaan yang mereka ikuti. Aku tidak memaksa mereka untuk mendaftarkan diri. Dan setiap hadiah yang mereka dapatkan murni karena usaha mereka bukan karena mereka memaksakan diri untuk menang.

“Ma, bagaimana dengan ini?” Tanpa aku sadari, putraku telah berdiri di sisiku sambil menunjukkan salah satu gambar pada buku sketsanya.

“Ini bagus sekali!” Hanya pujian yang bisa aku ucapkan setiap kali melihat karya indahnya. Aku mengajaknya untuk duduk di sofa. Davin tidak mengikuti perlombaan menggambar selama beberapa minggu belakangan ini karena proyek yang dikerjakannya.

Kreativitasnya tidak mengenal batas sehingga aku harus memahami bahwa dia masih anak-anak agar tidak memarahi secara berlebihan. Aku ketakutan saat mendapati dia melukis dinding rumah kontrakan kami tepat pada hari Tante Nisa, pemilik rumah, menagih uang sewa. Bukannya marah, dia malah kagum melihat sebuah lukisan pohon pada salah satu dinding rumahnya.

Salah satu rumah kontrakannya kosong dan dia masih bingung memilih kertas dinding yang cocok. Maka dia menawarkan Davin untuk melukis dinding pada rumah tersebut. Tentu saja putraku segera mengiyakannya. Dia melukis dinding demi dinding dengan penuh semangat. Tante Nisa tidak main-main membayar jasanya. Dia mentransfer uang sejumlah sepuluh juta rupiah ke rekeningku.

Tepat pada jam satu siang, aku dan anak-anak berangkat menuju lokasi lomba menyanyi. Aku mengendarai sepeda motor lamaku yang masih setia mengantarku ke mana pun aku pergi. Anak-anak memakai alat seperti gendongan bayi yang dikaitkan ke tubuhku sehingga mereka bisa duduk dengan aman di depan dan belakangku.

“Aku deg-degan.” Mila mengusap-usap dadanya. Aku tertawa kecil. Kami menemani Ditha untuk mengikuti babak final lomba menyanyi yang diikutinya. Dua babak sebelumnya dimenangkannya dengan mulus. Alvis dan Mila ikut hadir memberi dukungan moril.

Mila adalah rekan kerjaku di sekolah musik tempatku mengajar dahulu. Dia adalah guru biola. Kami tidak akrab sebelumnya. Tetapi ketika hidupku sedang sulit dengan kehamilanku dan kehilangan pekerjaan, dia adalah satu-satunya rekan guru yang berada di sisiku. Kami bersahabat baik sampai hari ini. Dan semoga untuk seterusnya.

“Tante jangan khawatir. Aku pasti menang.” Ditha menoleh ke arahku. “Iya, ‘kan, Ma?”

“Iya.” Aku memeluk putriku itu. “Kamu pasti menang.” Aku tidak meragukan kemampuannya lagi. Benar, saingannya tidak mudah. Ini adalah babak final, maka lima peserta yang terpilih memang memiliki kualitas vokal yang baik. Tetapi putriku pasti menang.

Semua penyanyi diberi daftar lagu wajib yang harus dinyanyikan. Mereka dipersilakan memilih salah satu lagu, yaitu Indonesia Pusaka dan Tanah Airku. Sudah tiga penyanyi yang tampil dan mereka bernyanyi dengan baik. Mereka pasti telah berlatih dengan keras.

Ditha mendapatkan nomor urut empat. Kami memberinya semangat di belakang panggung saat mengantarnya. Dia tersenyum kepada kami dan menaiki panggung dengan penuh rasa percaya diri. Musik mengalun dan suara bagai malaikat Ditha pun terdengar. Dia menyanyikan lagu Tanah Airku.

“Aida, apakah dia tidak mengambil nada dasar terlalu tinggi?” tanya Mila khawatir. Dia memegang tanganku dengan erat.

“Tidak. Dia masih sanggup naik beberapa oktaf lagi. Aku tahu mengapa dia memulai pada nada tinggi. Dia ingin memberi kejutan pada bagian puncak lagu nanti,” kataku dengan nada bangga.

Dan itu yang dilakukannya. Dia meraih nada tertinggi yang bisa diraihnya dan menahan suaranya selama beberapa detik dengan sempurna. Nada D tinggi yang indah. Tepuk tangan para penonton jelas merusak penampilannya tersebut, tetapi aku bisa mengerti. Mereka melakukannya karena spontan kagum dengan kemampuannya yang luar biasa tersebut.

Putriku mengakhiri lagunya dengan menurunkan intonasi suaranya dan musik ikut mengalun lembut bersamanya. Tanpa terasa aku meneteskan air mataku. Cepat-cepat aku menghapusnya. Davin melihat ke arahku dengan wajah khawatir. Aku hanya menggeleng pelan. Ini bukan air mata kesedihan. Ini air mata haru.

“Luar biasa. Bagaimana dia bisa melakukan hal itu?” gumam Mila nyaris tidak bisa aku dengar di tengah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan tersebut.

“Itu baru keponakanku!!” Alvis yang dari tadi hanya diam saja tiba-tiba memekik bahagia dan menepuk tangannya begitu keras sehingga aku dan Mila menatapnya penuh protes.

“Berisik!” ucap Mila. Alvis tidak peduli dengan itu dan mulai meneriakkan nama Ditha. Tidak lama kemudian, semua orang di ruangan itu ikut meneriakkan nama putriku. Aku mengangkat Davin, lalu memeluk Mila. Kami bertiga saling berpelukan.

Ibu tiriku melahirkan dua orang adikku. Avery dan Alvis. Entah apa yang dikatakannya kepada anak-anaknya, Avery tumbuh menjadi adik yang membenciku. Di sisi lain, Alvis sangat dekat denganku. Tetapi kami hanya bersikap akrab ketika wanita itu tidak berada di dekat kami.

Alvis sangat dekat dengan kedua keponakannya. Dia bahkan hadir dalam setiap tumbuh kembang mereka sejak mereka lahir. Dia ikut mendengar kata pertama mereka, menyuapkan makanan pendamping ASI pertama mereka, hadir menyaksikan langkah pertama mereka, dia juga tidak segan mengganti popok atau memandikan mereka. Anak-anak sayang kepadanya.

Hanya tinggal satu penampilan terakhir. Kami kembali ke tempat duduk untuk menunggu juri berembuk menentukan siapa pemenang lomba. Seorang penyanyi telah diundang untuk bernyanyi menghibur peserta lomba dan penonton sembari menunggu pengumuman.

“Huh. Suara Dithaku jauh lebih bagus daripada penyanyi itu.” Alvis memeluk Ditha yang duduk di atas pangkuannya, lalu mencium pipinya. Putriku itu tertawa geli.

“Apakah aku tadi bernyanyi dengan baik, Om?” tanyanya ingin tahu.

“Sangat baik. Luar biasa!” puji Alvis.

“Aku sempat takut karena kamu mengambil nada terlalu tinggi pada awal lagu, Ditha,” aku Mila.

“Aku masih bisa mengambil nada yang lebih tinggi dari itu, Tante. Mama sudah mengajariku dengan baik. Tetapi Mama bilang, aku harus menjaga kualitas pita suaraku tetap baik dengan tidak bernyanyi pada nada tertinggi yang bisa aku raih terlalu sering. Jadi, tadi aku turunkan satu oktaf.” Ditha melihat ke arahku. “Iya, ‘kan, Ma?”

“Iya, sayang. Kamu masih punya masa depan yang panjang. Kamu perlu menjaga pita suaramu dengan baik. Akan ada lagu-lagu yang penuh kejutan nanti yang bisa kamu nyanyikan dengan meraih nada tertinggi. Aku bahkan yakin kamu bisa memecahkan rekor sebagai penyanyi yang pernah dicatat mengambil nada yang belum pernah diraih oleh penyanyi mana pun.”

“Oke, oke. Pembawa acaranya sudah naik panggung. Saatnya mendengarkan pengumuman.” Alvis mengalihkan topik dan meminta kami semua untuk mengarahkan pandangan ke panggung.

Aku menelan ludah dengan berat. Aku melirik ke arah Davin yang masih santai dengan pensil warna yang dicoretnya ke buku sketsanya. Lalu aku menoleh ke arah Ditha yang masih asyik mewarnai. Mereka berdua selalu saja penuh rasa percaya diri. Tetapi aku tidak bisa bersikap seperti mereka. Jantungku berdebar begitu kencang menunggu nama-nama pemenang diumumkan.

Juara harapan satu, juara tiga, juara dua, dan akhirnya juara pertama, “Ditha Melody,” gumam kedua anakku dengan santai.

“Mari kita sambut peserta dengan penampilan spektakulernya, Ditha Melody..!” pekik pembawa acara tersebut. “Ditha, kamu di mana? Ayo, naik ke panggung!”

Ditha menggeleng-gelengkan kepalanya ke arahku. Seolah-olah dia tahu bahwa aku tidak percaya dia akan memenangkan perlombaan tersebut. Alvis ikut melakukan hal yang sama. Aku memicingkan mataku kepadanya. Dia membawa putriku menuju panggung. Uang tunai yang putriku dapatkan sebagai pemenang pertama sangatlah besar. Dan hadiah tersebut tidak dipotong pajak.

Ditha terlihat sangat bahagia memenangkan lomba yang diikutinya sejak babak penyisihan. Davin juga tidak terlihat lelah setelah lima hari berturut-turut mengerjakan sebuah proyek melukis. Iya. Anak-anakku bahagia dengan apa yang mereka lakukan. Aku tidak perlu khawatir atau merasa bahwa aku sedang memanfaatkan bakat mereka.

Terpopuler

Comments

Gio Booklover

Gio Booklover

mm.. anak bantu ortu wajar kk

2021-10-06

1

Zahara Letto

Zahara Letto

semangat..,

2021-10-03

1

Weny Wenefrida

Weny Wenefrida

Terimakasih kak Mei.

2021-08-11

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2 Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3 Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4 Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5 Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6 Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7 Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8 Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9 Bab 9 - Pria yang Ramah
10 Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11 Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12 Bab 12 - Gigih dan Tekun
13 Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14 Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15 Bab 15 - Kecewa
16 Bab 16 - Perjanjian
17 Bab 17 - Ketahuan
18 Bab 18 - Karisma
19 Bab 19 - Bagai Keluarga
20 Bab 20 - Sebuah Janji
21 Bab 21 - Sebuah Keanehan
22 Bab 22 - Ultimatum
23 Bab 23 - Sempurna
24 Bab 24 - Mantan Sahabat
25 Bab 25 - Pengakuan
26 Bab 26 - Iba
27 Bab 27 - Apa Adanya
28 Bab 28 - Khawatir
29 Bab 29 - Berpikir Positif
30 Bab 30 - Terima Kasih
31 Bab 31 - Anak Kecil
32 Bab 32 - Jawab Iya
33 Bab 33 - Bertunangan
34 Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35 Bab 35 - Lamaran Resmi
36 Bab 36 - Keluarga Kecilku
37 Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38 Bab 38 - Panik
39 Bab 39 - Saling Menjaga
40 Bab 40 - Janji Setia
41 Bab 41 - Jatuh Cinta
42 Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43 Bab 43 - Berat untuk Pergi
44 Bab 44 - Jalan Terbaik
45 Bab 45 - Dia Pulang
46 Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47 Bab 47 - Menolong Papa
48 Bab 48 - Promosi, Promosi
49 Bab 49 - Abaikan Saja
50 Bab 50 - Orang Dalam
51 Bab 51 - Sekolah Musik
52 Bab 52 - Lukisan Terindah
53 Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54 Bab 54 - Menyandang Namamu
55 Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56 Bab 56 - Kunjungan Mertua
57 Bab 57 - Sesuai Rencana
58 Bab 58 - Perempuan Sakit
59 Bab 59 - Membantu Sahabat
60 Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61 Bab 61 - Korban Lain
62 Bab 62 - Berlibur Sejenak
63 Bab 63 - Murid Terbaik
64 Bab 64 - Siap Berperang
65 Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66 Bab 66 - Sang Ibu
67 Bab 67 - Semuanya Baik
68 Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69 Bab 69 - Sang Ayah
70 Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71 Bab 71 - Sambutan di Rumah
72 Bab 72 - Sidang Pertama
73 Bab 73 - Proyek Bersama
74 Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75 Bab 75 - Tamu Istimewa
76 Bab 76 - Jangan Menipu
77 Bab 77 - Memacu Adrenalin
78 Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79 Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80 Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81 Bab 81 - Masalah Baru
82 Bab 82 - Balas Jasa
83 Bab 83 - Ganjaran
84 Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85 Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86 Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87 Bab 87 - Tak Berdaya
88 Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89 Bab 89 - Teman Baru
90 Bab 90 - Proyek Penting
91 Bab 91 - Kesedihan Kakek
92 Bab 92 - Akhir yang Tragis
93 Bab 93 - Menolong Teman Baru
94 Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95 Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2
Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3
Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4
Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5
Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6
Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7
Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8
Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9
Bab 9 - Pria yang Ramah
10
Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11
Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12
Bab 12 - Gigih dan Tekun
13
Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14
Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15
Bab 15 - Kecewa
16
Bab 16 - Perjanjian
17
Bab 17 - Ketahuan
18
Bab 18 - Karisma
19
Bab 19 - Bagai Keluarga
20
Bab 20 - Sebuah Janji
21
Bab 21 - Sebuah Keanehan
22
Bab 22 - Ultimatum
23
Bab 23 - Sempurna
24
Bab 24 - Mantan Sahabat
25
Bab 25 - Pengakuan
26
Bab 26 - Iba
27
Bab 27 - Apa Adanya
28
Bab 28 - Khawatir
29
Bab 29 - Berpikir Positif
30
Bab 30 - Terima Kasih
31
Bab 31 - Anak Kecil
32
Bab 32 - Jawab Iya
33
Bab 33 - Bertunangan
34
Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35
Bab 35 - Lamaran Resmi
36
Bab 36 - Keluarga Kecilku
37
Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38
Bab 38 - Panik
39
Bab 39 - Saling Menjaga
40
Bab 40 - Janji Setia
41
Bab 41 - Jatuh Cinta
42
Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43
Bab 43 - Berat untuk Pergi
44
Bab 44 - Jalan Terbaik
45
Bab 45 - Dia Pulang
46
Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47
Bab 47 - Menolong Papa
48
Bab 48 - Promosi, Promosi
49
Bab 49 - Abaikan Saja
50
Bab 50 - Orang Dalam
51
Bab 51 - Sekolah Musik
52
Bab 52 - Lukisan Terindah
53
Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54
Bab 54 - Menyandang Namamu
55
Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56
Bab 56 - Kunjungan Mertua
57
Bab 57 - Sesuai Rencana
58
Bab 58 - Perempuan Sakit
59
Bab 59 - Membantu Sahabat
60
Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61
Bab 61 - Korban Lain
62
Bab 62 - Berlibur Sejenak
63
Bab 63 - Murid Terbaik
64
Bab 64 - Siap Berperang
65
Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66
Bab 66 - Sang Ibu
67
Bab 67 - Semuanya Baik
68
Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69
Bab 69 - Sang Ayah
70
Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71
Bab 71 - Sambutan di Rumah
72
Bab 72 - Sidang Pertama
73
Bab 73 - Proyek Bersama
74
Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75
Bab 75 - Tamu Istimewa
76
Bab 76 - Jangan Menipu
77
Bab 77 - Memacu Adrenalin
78
Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79
Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80
Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81
Bab 81 - Masalah Baru
82
Bab 82 - Balas Jasa
83
Bab 83 - Ganjaran
84
Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85
Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86
Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87
Bab 87 - Tak Berdaya
88
Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89
Bab 89 - Teman Baru
90
Bab 90 - Proyek Penting
91
Bab 91 - Kesedihan Kakek
92
Bab 92 - Akhir yang Tragis
93
Bab 93 - Menolong Teman Baru
94
Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95
Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!