Mutiara Dua Hati

Mutiara Dua Hati

Bab 1 - Aku Memilih Pergi

*Aida*

Tubuhku terasa diguncang-guncang saat aku merasa aku baru saja akan terlelap. Aku membuka mata dan melihat ke sekelilingku. Aku mengerutkan kening melihat ibu tiriku berdiri di sisi tempat tidurku. Jarum jam di atas nakas menunjukkan sudah pukul enam pagi.

“Pakai ini sekarang,” ucapnya sambil memberikan sebuah bungkusan plastik kepadaku. Aku masih menatapnya dengan bingung. “Cepat, bangun.”

“Sebentar, Bu. Aku akan bangun.” Aku berusaha untuk duduk. Kepala pusing dan perut mual sudah tidak mengejutkan aku lagi. Aku menerima kantong tersebut dari tangannya. Ada beberapa kotak di dalamnya. Mataku spontan membulat saat membaca labelnya. Testpack? “Mengapa aku harus memakai ini?”

“Jangan membantah. Cepat lakukan,” perintahnya tidak sabar. “Sekarang!”

Aku mendesah pelan. Perempuan ini memang hanya membawa masalah saja untukku. Tanpa bicara lagi, aku membawa kantong tersebut dan masuk ke kamar mandi. Aku membaca petunjuk cara pemakaiannya. Tidak sulit, tetapi juga tidak mudah.

Sambil menunggu hasilnya, aku membersihkan wajah di wastafel. Aku membaca petunjuknya kembali dan melihat bagian tengah alat tes tersebut. Ada dua garis terlihat jelas di sana. Aku mengerutkan keningku. Hamil? Aku hamil?

Tidak percaya dengan hasil pada alat pertama, aku mencoba lagi menggunakan alat yang kedua. Jantungku berdebar-debar menunggu hasilnya. Aku membaca ulang petunjuknya lagi. Iya, aku tidak salah. Bila muncul dua garis, maka artinya positif atau hamil.

Pintu kamar mandi diketuk, aku menarik napas terkejut nyaris melompat di tempat. Oh, Tuhan. Bagaimana wanita itu bisa tahu bahwa ada yang tidak beres padaku sehingga dia memberikan alat tes tersebut? Aku menelan ludah dengan berat. Habislah riwayatku.

“Mengapa kamu lama sekali? Ayo, keluar!” seru ibu tiriku tidak sabar.

Aku membuka pintu dan dia segera masuk ke kamar mandi. Dia melihat kedua alat yang telah digunakan diletakkan di atas konter dekat wastafel. Dia memerhatikan alat tersebut baik-baik lalu mendengus pelan. Perlahan dia tertawa.

“Sebaiknya kamu segera mengemasi barang-barangmu, papamu pasti akan mengusirmu dari rumah ini.” Dia mengambil kedua alat tersebut dan bergegas keluar dari kamar mandi.

Aku hamil. Ada kehidupan baru yang sedang tumbuh di dalam rahimku. Jika keadaannya tidak seperti ini, aku akan sangat bahagia menyambut kedatangan bayiku. Tetapi aku masih sendiri, belum menikah, belum memiliki suami, dan aku hamil?

Akhir-akhir ini memang kondisi tubuhku tidak nyaman. Kepalaku sakit dan perutku mual. Tetapi aku tidak menduga bahwa aku hamil. Aku awalnya berpikir bahwa aku hanya kelelahan dengan program libur di sekolah musik tempatku mengajar sebagai guru vokal.

“Apakah ini benar, Aida?” tanya Papa yang berjalan masuk ke kamarku. Dia memegang alat tes tadi. “Kamu sedang hamil? Siapa pria itu?”

“Aku tidak yakin, Pa. Aku belum memeriksakan diri ke dokter,” ucapku pelan.

“Kamu sudah pasti hamil. Alat ini sangat akurat. Aku menggunakannya saat mengandung Avery dan Alvis,” kata wanita yang berdiri di samping Papa.

“Siapa ayah bayi itu?” tanya Papa lagi. Aku hanya menggelengkan kepalaku. “Kamu tidak bisa diam seperti itu. Kamu harus memberitahuku. Kalian harus segera menikah.”

“Aku tidak bisa, Pa.”

“Apa maksudmu tidak bisa?” Papa mengerutkan keningnya. Tiba-tiba dia mundur selangkah. “Jangan katakan bahwa kamu tidur dengan laki-laki yang sudah menikah.”

“Aku sudah katakan kepadamu berulang kali bahwa dia bukan perempuan baik-baik seperti yang kamu pikirkan. Apa sekarang kamu percaya kepadaku?” hasut perempuan itu. “Kalau kamu mau mencarikan suami, sebaiknya cari dari kenalan pelayan kita saja. Aku yakin banyak yang mau menikah dengannya.” kata wanita itu memberi saran.

Dasar wanita jahat. Enak saja dia mau menikahkan aku dengan orang sesukanya.

“Setelah ulah Aida, apa kamu juga ingin merusak reputasiku?” kata Papa dengan kesal. “Kalau sampai terdengar kabar bahwa putriku menikah dengan seorang pelayan, apa kamu pikir aku tidak akan menjadi bahan tertawaan orang?”

“Kalau kamu memaksa dia harus menikah dengan orang dari kalangan kita, maka kamu tidak akan pernah menemukan suami untuknya,” kata wanita itu tidak kalah sengit.

“Aku tidak bisa memutuskan apa pun sekarang. Aku juga harus bersiap pergi ke kantor.” Papa keluar dari kamar. Wanita itu menatapku sesaat sebelum dia membuang muka dengan kesal dan mengikuti Papa. Aku hanya bisa terduduk di tepi tempat tidurku.

Seandainya saja Mama masih hidup, aku tidak akan menghadapi ini sendirian. Mama telah meninggal saat usiaku delapan tahun karena kecelakaan pesawat terbang. Dia harus dinas keluar kota pada hari itu. Aku dan Papa sangat terpukul dengan kepergiannya yang tiba-tiba tersebut. Tetapi dukanya hanya sesaat. Begitu aku berusia lima belas tahun, Papa menikah lagi.

Karena keadaanku membaik setelah sarapan, aku tetap pergi mengajar di sekolah musik. Menjadi guru vokal adalah impianku sejak kecil. Aku memenangi hampir semua lomba menyanyi, tetapi aku tidak tertarik menjadi penyanyi. Aku lebih suka menjadi guru.

Aku mendatangi klinik dokter spesialis kandungan usai mengajar untuk memastikan kehamilanku dan mengetahui kondisi janinku. Aku tidak berani memberitahukan keadaanku kepada siapa pun, jadi aku mendatangi klinik seorang diri. Risi rasanya berada di antara para pasangan yang ada di ruang tunggu tersebut.

“Selamat, Ibu Aida. Anda sedang mengandung bayi kembar,” ucap dokter yang memeriksa perutku menggunakan ultrasonografi. “Usia mereka delapan minggu. Keduanya sehat. Nah, itu bunyi detak jantung mereka.”

Oh, Tuhan. Aku bukan hanya memiliki satu, tetapi dua orang bayi? Aku hampir menangis mendengar bukti bahwa mereka berdua hidup dan sehat. Detak jantung mereka cepat sekali. Dokter mengatakan bahwa hal itu normal dan aku tidak perlu mengkhawatirkannya.

Bagaimana aku bisa tidak menyadari bahwa aku sedang hamil? Aku sudah dua kali melewati masa menstrualku. Mungkin karena kesibukan di sekolah, aku tidak menyadari ada yang salah dengan tubuhku. Kehamilan ini adalah keajaiban. Aku hanya melakukannya pada malam itu dan pria itu berhasil menanamkan benihnya.

Aku tidak pernah menduga bahwa menghadiri resepsi pernikahan anak perempuan dari pemilik sekolah musik akan berujung begini. Via yang sudah aku anggap sebagai sahabat baikku, mengikuti keinginan Pak Jack dengan memberi obat perangsang pada minumanku. Pria itu adalah anak dari pemilik sekolah musik. Dan dia sudah menikah!

Tetapi aku yang sedang dalam pengaruh obat bertemu dengan pria yang tidak aku kenal yang membawaku ke sebuah kamar di hotel tersebut. Aku tidak ingat apa yang terjadi, yang aku tahu, aku terbangun di tempat tidur seorang diri. Hanya bercak darah pada seprai yang menjadi bukti bahwa sesuatu yang memalukan telah terjadi padaku malam itu.

Peraturan hotel tidak mengizinkan pegawai resepsionis untuk memberitahuku siapa yang telah memesan kamar tersebut. Mereka malah memandangku dengan heran karena tidur di kamar tersebut tetapi tidak mengenal dengan siapa aku telah menghabiskan malamku.

Aku hanya bisa berharap semoga dia masih sendiri dan belum menikah ketika hal itu terjadi. Andai kami bertemu suatu hari nanti, aku berharap aku tidak akan menemukan bahwa dia sedang selingkuh dari istrinya. Aku sadar bahwa aku tidak bisa menyalahkannya. Pasti ada kesalahpahaman sehingga kami tidur bersama pada malam itu.

Lalu bagaimana dengan fisiknya? Semoga saja dia adalah laki-laki yang tampan dengan bentuk tubuh yang bagus dan sehat. Tetapi bagaimana kalau ternyata dia adalah orang yang buruk rupa? Matilah aku. Wajahku tidak cantik, kalau pria itu juga tidak tampan, maka apa jadinya wajah anak kami nanti?

Ya, sudahlah. Aku hadapi saja semua ini.

“Duduk, Aida,” ucap Papa saat aku memasuki ruang tengah dan melihat dia bersama istrinya dan kedua adik beda ibuku duduk di sana seolah-olah sudah menanti kedatanganku.

“Dengan kondisimu saat ini, menikah bukanlah jalan keluar,” kata Papa membuka pembicaraan. “Aku sudah melihat-lihat rekan bisnisku yang mempunyai anak yang belum menikah. Aku tidak menemukan calon yang cocok untukmu. Aku juga tidak punya cukup uang untuk membayar salah satu dari mereka agar mau menikah denganmu.”

Papa adalah seorang direktur utama yang memiliki perusahaan makanan kemasan yang sangat sukses. Produk perusahaan kami mudah ditemukan di swalayan atau toko kelontong di seluruh negeri. Papa punya uang yang sangat banyak, tetapi pasti wanita itu yang menghasutnya agar tidak mengeluarkan uang sepeser pun untukku.

“Maka satu-satunya jalan adalah menggugurkan kandunganmu.” Papa meletakkan sebuah kartu nama di atas meja. Aku menatapnya tidak percaya. “Temui dokter ini, dia akan membantumu. Dia akan menutup mulut dan tidak akan ada yang tahu bahwa kamu pernah mengandung. Semuanya akan kembali seperti semula.”

“Aku tidak menyangka Papa akan pernah mengusulkan hal sejahat ini. Lebih mudah memercayai bahwa wanita itu yang mengatakannya daripada Papa,” ucapku pelan.

“Anak kurang ajar. Jaga bicaramu,” kata ibu tiriku dengan kesal. Aku hanya mengabaikannya.

“Apa Papa tidak tahu bahwa menggugurkan kandunganku sama saja dengan membunuh? Aku tidak akan membunuh bayiku sendiri. Aku akan melahirkan mereka dengan selamat dan membesarkan mereka seorang diri. Papa dan Ibu tidak perlu khawatir aku akan meminta uang kalian untuk merawat mereka,” ucapku tanpa mengalihkan pandanganku dari Papa.

“Kalau kamu tidak mau menggugurkan kandunganmu, kamu harus pergi dari rumah ini. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Aku tidak mau sampai ada yang tahu bahwa aku punya seorang putri yang hamil di luar nikah,” kata Papa tanpa emosi.

“Aku lebih baik pergi dari rumah ini daripada membunuh anak-anakku. Aku tidak mendapatkan kasih sayang di rumah ini, tetapi mereka pasti akan memberikan cinta mereka sepenuhnya kepadaku.” Aku berdiri dan melihat ke arah Papa yang hanya diam saja. “Semoga kalian akan hidup bahagia bersama. Aku sudah tahu saat ini akan tiba. Selamat tinggal, Pa.”

Sudah belasan tahun aku hidup dalam kemewahan dan kenyamanan selama hidup bersama Papa. Aku tidak tahu bagaimana menjalani hidup sendiri tanpa sokongannya lagi. Mungkinkah aku bisa bertahan di luar sana? Apakah anak-anak ini akan bisa aku lahirkan dengan selamat? Dari mana sebaiknya aku memulai hidup baruku?

Terpopuler

Comments

Herlina Sibagariang

Herlina Sibagariang

mulai baca..seru kayaknya

2023-04-10

0

Gio Booklover

Gio Booklover

awal yg mnarik

2021-10-06

1

Zahara Letto

Zahara Letto

semangat kk

2021-10-03

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2 Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3 Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4 Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5 Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6 Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7 Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8 Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9 Bab 9 - Pria yang Ramah
10 Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11 Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12 Bab 12 - Gigih dan Tekun
13 Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14 Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15 Bab 15 - Kecewa
16 Bab 16 - Perjanjian
17 Bab 17 - Ketahuan
18 Bab 18 - Karisma
19 Bab 19 - Bagai Keluarga
20 Bab 20 - Sebuah Janji
21 Bab 21 - Sebuah Keanehan
22 Bab 22 - Ultimatum
23 Bab 23 - Sempurna
24 Bab 24 - Mantan Sahabat
25 Bab 25 - Pengakuan
26 Bab 26 - Iba
27 Bab 27 - Apa Adanya
28 Bab 28 - Khawatir
29 Bab 29 - Berpikir Positif
30 Bab 30 - Terima Kasih
31 Bab 31 - Anak Kecil
32 Bab 32 - Jawab Iya
33 Bab 33 - Bertunangan
34 Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35 Bab 35 - Lamaran Resmi
36 Bab 36 - Keluarga Kecilku
37 Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38 Bab 38 - Panik
39 Bab 39 - Saling Menjaga
40 Bab 40 - Janji Setia
41 Bab 41 - Jatuh Cinta
42 Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43 Bab 43 - Berat untuk Pergi
44 Bab 44 - Jalan Terbaik
45 Bab 45 - Dia Pulang
46 Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47 Bab 47 - Menolong Papa
48 Bab 48 - Promosi, Promosi
49 Bab 49 - Abaikan Saja
50 Bab 50 - Orang Dalam
51 Bab 51 - Sekolah Musik
52 Bab 52 - Lukisan Terindah
53 Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54 Bab 54 - Menyandang Namamu
55 Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56 Bab 56 - Kunjungan Mertua
57 Bab 57 - Sesuai Rencana
58 Bab 58 - Perempuan Sakit
59 Bab 59 - Membantu Sahabat
60 Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61 Bab 61 - Korban Lain
62 Bab 62 - Berlibur Sejenak
63 Bab 63 - Murid Terbaik
64 Bab 64 - Siap Berperang
65 Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66 Bab 66 - Sang Ibu
67 Bab 67 - Semuanya Baik
68 Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69 Bab 69 - Sang Ayah
70 Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71 Bab 71 - Sambutan di Rumah
72 Bab 72 - Sidang Pertama
73 Bab 73 - Proyek Bersama
74 Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75 Bab 75 - Tamu Istimewa
76 Bab 76 - Jangan Menipu
77 Bab 77 - Memacu Adrenalin
78 Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79 Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80 Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81 Bab 81 - Masalah Baru
82 Bab 82 - Balas Jasa
83 Bab 83 - Ganjaran
84 Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85 Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86 Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87 Bab 87 - Tak Berdaya
88 Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89 Bab 89 - Teman Baru
90 Bab 90 - Proyek Penting
91 Bab 91 - Kesedihan Kakek
92 Bab 92 - Akhir yang Tragis
93 Bab 93 - Menolong Teman Baru
94 Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95 Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Bab 1 - Aku Memilih Pergi
2
Bab 2 - Anak-anakku Bahagia
3
Bab 3 - Kejutan Tak Terduga
4
Bab 4 - Pertengkaran Saudara Kandung
5
Bab 5 - Selangkah Lebih Dekat
6
Bab 6 - Mengingat Wajah Papa
7
Bab 7 - Memenangkan Perdebatan
8
Bab 8 - Usaha Mencari Papa
9
Bab 9 - Pria yang Ramah
10
Bab 10 - Tidak Sesuai Harapan
11
Bab 11 - Pemenang di Hatiku
12
Bab 12 - Gigih dan Tekun
13
Bab 13 - Jangan Kasihani Dia
14
Bab 14 - Hal yang Tidak Biasa
15
Bab 15 - Kecewa
16
Bab 16 - Perjanjian
17
Bab 17 - Ketahuan
18
Bab 18 - Karisma
19
Bab 19 - Bagai Keluarga
20
Bab 20 - Sebuah Janji
21
Bab 21 - Sebuah Keanehan
22
Bab 22 - Ultimatum
23
Bab 23 - Sempurna
24
Bab 24 - Mantan Sahabat
25
Bab 25 - Pengakuan
26
Bab 26 - Iba
27
Bab 27 - Apa Adanya
28
Bab 28 - Khawatir
29
Bab 29 - Berpikir Positif
30
Bab 30 - Terima Kasih
31
Bab 31 - Anak Kecil
32
Bab 32 - Jawab Iya
33
Bab 33 - Bertunangan
34
Bab 34 - Tak Bisa Jauh
35
Bab 35 - Lamaran Resmi
36
Bab 36 - Keluarga Kecilku
37
Bab 37 - Rahasia Ibu Tiriku
38
Bab 38 - Panik
39
Bab 39 - Saling Menjaga
40
Bab 40 - Janji Setia
41
Bab 41 - Jatuh Cinta
42
Bab 42 - Tak Ada yang Lain
43
Bab 43 - Berat untuk Pergi
44
Bab 44 - Jalan Terbaik
45
Bab 45 - Dia Pulang
46
Bab 46 - Kehilangan Aset Berharga
47
Bab 47 - Menolong Papa
48
Bab 48 - Promosi, Promosi
49
Bab 49 - Abaikan Saja
50
Bab 50 - Orang Dalam
51
Bab 51 - Sekolah Musik
52
Bab 52 - Lukisan Terindah
53
Bab 53 - Anak-anak Kebanggaan
54
Bab 54 - Menyandang Namamu
55
Bab 55 - Mereka Datang Lagi
56
Bab 56 - Kunjungan Mertua
57
Bab 57 - Sesuai Rencana
58
Bab 58 - Perempuan Sakit
59
Bab 59 - Membantu Sahabat
60
Bab 60 - Rekan Kerja Baru
61
Bab 61 - Korban Lain
62
Bab 62 - Berlibur Sejenak
63
Bab 63 - Murid Terbaik
64
Bab 64 - Siap Berperang
65
Bab 65 - Bukan Kecelakaan
66
Bab 66 - Sang Ibu
67
Bab 67 - Semuanya Baik
68
Bab 68 - Panggil Aku Ibu
69
Bab 69 - Sang Ayah
70
Bab 70 - Makan Siang Terakhir
71
Bab 71 - Sambutan di Rumah
72
Bab 72 - Sidang Pertama
73
Bab 73 - Proyek Bersama
74
Bab 74 - Menyerah Sebelum Bertanding
75
Bab 75 - Tamu Istimewa
76
Bab 76 - Jangan Menipu
77
Bab 77 - Memacu Adrenalin
78
Bab 78 - Cara Menolak yang Efektif
79
Bab 79 - Menikahlah dengan Aku
80
Bab 80 - Satu Masalah Teratasi
81
Bab 81 - Masalah Baru
82
Bab 82 - Balas Jasa
83
Bab 83 - Ganjaran
84
Bab 84 - Ayah yang Terbaik
85
Bab 85 - Kontrak Kerja Baru
86
Bab 86 - Kamu Pasti Bisa
87
Bab 87 - Tak Berdaya
88
Bab 88 - Keluarga Seutuhnya
89
Bab 89 - Teman Baru
90
Bab 90 - Proyek Penting
91
Bab 91 - Kesedihan Kakek
92
Bab 92 - Akhir yang Tragis
93
Bab 93 - Menolong Teman Baru
94
Bab 94 - Selamat Tinggal, Masa Lalu
95
Bab 95 - Selamat Datang, Masa Depan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!