"Kenapa sih Kirana? Kapan kamu akan hamil? Katanya kondisi kesehatan kamu baik-baik aja. Aku malas, aku sangat malas saat di tagih kapan akan mempunyai anak oleh orangtuaku." Rivaldo memalingkan wajahnya sejenak melihat Kirana yang berdiri di belakangnya.
"Aku juga ingin punya anak Rival. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan Alien yang bisa menciptakan seorang anak. "
"Kamu sih, menyuruhku menggugurkan kandungan beberapa tahun yang lalu. Gini nih! " Kirana melihat ke arah Rivaldo yang berdiri di depannya. Ia sedang melihat pemandangan yang ada di kota kecil itu.
"Jadi sekarang, kamu menyalahkan aku? Kamu kan juga setuju menggugurkan kandungan itu. Katanya kamu takut ketauan hamil di luar nikah. Kamu tuh sama-sama hamil diluar nikah seperti adik tirimu. Seharusnya kamu juga ikut di usir dari sana. Kalian memiliki Ayah yang tidak adil." Rivaldo menatap Kirana.
"Jangan menghina Ayahku di depanku. Ingat, orang yang menghamiliku beberapa tahun yang lalu adalah dirimu. Kamu yang melakukan itu kepadaku. Kamu jangan pernah menyamakan diriku dengan Lili. Aku lebih berkelas dari pada Lili." Kirana menekankannya di akhir kalimat, dan kemudian memutarkan bola matanya ke atas. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Berkelas? Buang jauh-jauh kata berkelasmu.Jangan menganggap dirimu terlalu tinggi. Kamu dan keluargamu hanya penguras Harta Warisan William. Pantas saja perusahaan kalian mulai bangkrut. Kalian tidak bisa mengolahnya dengan baik." Rivaldo mulai menyudutkan Kirana.
"Apa kamu akan terus menghina diriku dan keluargaku?" Kirana menatap tajam ke arah Rivaldo dan terlihat kesal dengan perkataan Rivaldo.
Rivaldo pun berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Apakah makanan sudah disajikan di meja makan? Aku sangat lapar. Saatnya kita makan malam. " Rivaldo mengalihkan pandangannya dari Kirana dan kembali melihat pemandangan.
"Semua sudah tersedia beberapa menit yang lalu. Aku memanggilmu karena .... " Namun perkataan Kirana di potong oleh Rivaldo.
"Baguslah, ayo kita makan malam. " Rivaldo pun melangkahkan kakinya dan melewati Kirana begitu saja.
Kirana memutarkan bola matanya ke atas. Dengan malas ia mengekori Rivaldo dari belakang.
....
"Apa lagi Tika, duduk saja dan makan." Merry memerintah Tika untuk duduk makan bersama di meja makan.
"Aku lagi nggak mood Ibu." Tika menarik kursi dan mendaratkan pantatnya di atas kursi.
"Mood atau nggak mood, makan saja sedikit. Setidaknya kita makan malam bersama malam ini." Merry menyodorkan nasi kepada anaknya.
"Bagaimana dengan Kirana, apakah dia sudah hamil. Aku tidak sabar untuk menggendong cucuku." Arkan bertanya kepada Merry.
"Sepertinya belum juga Ayah. Mereka pasti akan... " Perkataan Merry di potong oleh Tika.
"Jangan-jangan Kak Kirana mandul. Atau Kak Rival yang mandul. Pasti ada salah satu dari mereka yang mandul. Andai saja ada Kak Lili. Aku merindukan di .... " Perkataan Tika terhenti ketika Merry menatapnya dengan tajam.
Arkan hanya terdiam. Tiba-tiba ia batuk.
"Uhuk ... Uhuk ...! "
Merry berdiri mengambilkan air minum.
"Minumlah Ayah, makannya pelan-pelan dong." Merry khawatir dengan Suaminya.
Arkan menelan air minumnya sampai habis dan setelah itu ia sedikit melamun.
"Bagaimana kondisi Lili. Apakah dia masih hidup? dia menghilang bagaikan di telan bumi." Arkan berbicara di dalam hatinya.
Semenjak mengusir Lili dari rumah. Arkan tidak lagi bertemu dengan Lili, bahkan tidak mengetahui keberadaan Lili semenjak kejadian itu.
....
"Hatcinn! hatcinn! "
Lisa bersin-bersin di rumahnya sambil mencuci piring.
"Apa ada seseorang yang menyebut namaku?" Lisa menghentikan aktivitas mencuci piringnya sejenak.
"ah mana mungkin. Semua orang membenciku." Lisa kembali mengingat masa lalunya, dan kemudian melanjutkan mencuci piring.
Setelah menyusun piring, Lisa melihat jam yang ada di dinding.
"Apa yang di lakukan ketiga kurcaci itu? " Lisa bergegas melangkahkan kaki menuju kamar anak-anak.
"Pasti mereka sedang berkumpul di kamar Jimmy. " Lili membuka pintu kamar Jimmy.
"cekrek! "
Ketiga anak-anak itu sangat terkejut dan melihat ke arah Ibunya.
"Bisakah Ibu mengetuk pintu dulu sebelum masuk. Aku sangat kaget Ibu." Jimmy seperti marah kepada Ibunya karena tiba-tiba membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk.
"Aku juga kaget, Ibu. " Alisya ikut angkat bicara.
"Iya, aku juga kaget." Tommy berbisik ke telinga Alis.
"Hehe, maafkan Ibu anak-anak. Kalau begitu, lain kali Ibu akan membiasakan diri untuk mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam kamar kalian." Lisa sedikit tertawa melihat anak-anak yang memarahi dirinya.
"Baiklah anak-anak, ini sudah jam 9 malam. Ayo segera tidur, besok pagi kalian harus sekolah. Gosok gigi dan cuci kaki kalian sebelum tidur. Jangan membuat Ibu berbicara untuk yang kedua kalinya. Cepatttt. " Lisa membesarkan bola matanya yang kecil. Ia sangat tegas kepada anak-anaknya.
Tommy dan Alis langsung keluar dari kamar Jimmy.
"Iya Ibu" (suara Tommy)
"Iya Ibu" (suara Alis)
Mereka melewati Lisa yang sedang berdiri di depan pintu Jimmy. Saat itu Lisa berusaha menyembunyikan senyuman tipisnya.
"Ibu mengganggu saja." Suara Alis yang mengomel masih terdengar oleh Lisa.
"Jimmy? "
"Iya Ibu, "Jimmy bergegas pergi ke kamar mandinya. Kemudian Lisa menutup pintu kamarnya.
"Ini sudah selesai. " Lisa menghela nafasnya panjang-panjang.
"Sekarang apalagi ya? Ah ya, Aku harus membuat jadwal kerjaku dan menyisihkan uang gajian untuk karyawanku." Lisa melangkah cepat menuju kamarnya. Ia menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat.
"Akhirnya selesai. " Lisa mengosongkan meja kerjanya dan menata berkas-berkas.
"Aku tinggal mengirim file ini kepada Pak Toni. Dan selanjutnya biar dia yang mengurus semuanya." Lisa mengambil buku diarynya.
Dia menuliskan sesuatu di buku diary tersebut.
"Ibu, Kakek. Anak-anakku sudah sekolah. Aku mempunyai 3 orang anak. Nama anak pertamaku Jimmy Bastian, nama anak keduaku Tommy Bastian, dan nama anak ketigaku Alisya Bastian. Aku meminta maaf telah mengecewakan kalian. Aku minta maaf karena telah mengganti namaku, maafkan aku karena memakai Marga Bastian. Aku terpaksa melakukannya untuk melupakan masa laluku. Aku sangat menyanyangi kalian. Semoga kalian tenang di alam sana."
"Untuk Ibu dan Kakekku tercinta. "
Lisa kemudian melihat kertas yang di temukannya di hotel 7 tahun yang lalu. Dia memandangi kertas kusut tersebut.
"Siapakah pria yang menulis ini. Akankah dia menepati janjinya kepadaku." Kemudian Lisa menutup buku itu.
Ia pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci kakinya. Kemudian mematikan lampu.
Ia merebahkan badannya ke kasur.
"Selamat malam dunia. " Itulah kata-kata terakhir Lisa sebelum tertidur dengan lelap.
....
"Apakah kamu belum tidur Adam?" Camilla mendekatkan tubuhnya ke Adam. Ia memeluk tubuh Adam.
"Aku tidak bisa tidur. " Adam membiarkan Camilla memeluk tubuhnya.
"Apakah kamu sedang banyak fikiran?" Camilla bertanya kepada Adam.
"Mmm! " Adam cuman menjawab pertanyaan Camilla dengan mendehem.
"Apa yang kamu pikirkan? " Camilla kembali bertanya kepada Adam. Namun Adam tidak menjawabnya.
"Tidurlah Camilla. " Adam menyuruh Camilla untuk tidur.
"Apa kita melakukan itu saja? Kamu belum pernah melakukannya kepadaku. "
"Aku sangat lelah Camilla, sekarang aku mulai mengantuk. " Adam menolak Camilla dengan halus.
"Camilla. " Adam memanggil Camilla.
"Ya, ada apa? " Camilla bertanya kepada Adam.
"Biasanya kamu tidur sendirian di kamarmu. Sekarang kenapa kamu ingin tidur di kamarku?" Adam bertanya kepada Camilla.
"Aku sedang ingin tidur bersamamu. Tetapi sepertinya, kamu tetap ingin menolakku. " Camilla melepaskan pelukannya dan merubah posisi tidurnya dengan menjauhkan tubuhnya dari Adam.
"Apa yang membuatku gelisa? kenapa hati ini terasa tidak tenang. Ada sesuatu yang mengganjal di hati ini. " Adam berbicara di dalam hatinya sambil memecamkan kedua matanya.
Aku bahkan tidak bisa melakukannya dengan Camilla, padahal Camilla adalah istriku.
Malam itu, Adam terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments