Adam menelfon seseorang tepat berada di depan pintu kamar bernomor 225.
"Agam, kamu dimana?" Tiba-tiba saja pintu yang tak jauh dari kamar bernomor 225 terbuka. Seseorang melambaikan tangan, yang di ikuti Agam keluar dari kamar itu.
Adam mematikan telfonnya dan melangkah cepat menuju kamar tersebut. Adam memasuki kamar itu, kemudian merebahkan badannya di atas kasur.
"Agam, kamu tau siapa wanita itu? " Wajah Adam sangat datar, ia menatap langit-langit kamar itu.
"Dia adalah wanita khusus yang aku carikan untukmu." Agam yang tadi berdiri ikut merebahkan badannya ke sebelah Adam.
"Apa saudaraku menikmatinya?" Agam memutarkan kepalanya agar bisa melihat wajah Adam.
Adam memutarkan kepalanya, ia menatap Agam dengan tatapan datar dan dingin.
"Dia adalah Lili Gunawan. Tidak mungkin seorang Lili menjadi wanita pelayan. Dia cucu dari Nupo William. "
Agam sangat terkejut, ia langsung berusaha duduk dari posisi rebahannya.
"Nupo William? Nupo William adalah teman sepeguruan Kakek. Aku tau betul tentang cerita itu. " Agam menatap wajah Adam dengan sangat serius.
"Itulah, aku baru menyadarinya saat aku terbangun. Tidak mungkin cucu dari Nupo William akan menjadi pel**ur." Adam memegang keningnya dan melanjutkan dengan mengusap rambutnya.
"Mungkin terjadi kesalahan saudaraku, aku akan menyelidikinya. " wajah Agam sangat tegang, ia sangat ketakutan apabila Adam marah besar kepadanya.
"Aku akan memberitahumu sesuatu. Nupo William meninggal dunia karena melindungi Kakek kita. Putri dari Nupo William tidak sengaja terkena tembak saat berusaha melindungi ayah kita. Jadi kita berhutang dua nyawa kepada mereka."
"Jadi wanita itu adalah putri Nupo William saudaraku? yang berarti dia adalah ibu dari Lili Gunawan. " wajah Agam semakin tegang.
"Agam, ambilkan notebookku di dalam mobil. Aku menyembunyikan notebookku di bawah tempat duduk sebelah pengemudi. Di situ ada penyimpanan rahasiaku." Agam dengan langkah seribu pergi meninggalkan kamar itu yang diikuti oleh satu bodyguard. Sedangkan tiga bodyguard yang lainnya menjaga Adam.
"Bagaimana mungkin saudaraku meletakkan notebook di bawah tempat duduk begitu. Dia adalah pria yang cukup misterius." Agam terus melangkahkan kaki sambil mengoceh.
Di jam segitu, Adam menembus CCTV hotel dengan kelihaiannya. Dia mencari tahu kenapa Lili bisa tidur dengannya. Apakah benar seorang Lili adalah Pel**ur?
Adam melihat video CCTV yang berhasil dia tembus. Ia memperhatikan gerak gerik Lili menjelang memasuki hotel.
"Dia salah masuk kamar" Adam bicara sendirian yang bisa di dengar oleh Agam dan yang lainnya.
"Bagaimana bisa saudaraku? " Agam mengambil laptop dan melihat videonya secara seksama.
"Dia pikir, kamar bernomor 225 adalah kamar bernomor 226. Dia salah masuk kamar." Adam berdiri dan memperlambat saat resepsionis bilang kepada Lili bahwa kamarnya bernomor 226. Di video itu, Lili hanya mengangguk kepada resepsionis. Ia berusaha berdiri kokoh meskipun ia agak mabuk.
"Tapi kenapa dia memakai masker dan topi? jika dia mabuk begitu, kenapa resepsionis tidak mengantarkannya ke kamar" Agam terlihat agak emosi.
"Bagaimanapun hal ini sudah terjadi. kita hanya perlu pikirkan bagaimana caranya menghadapi soal ini ke depannya. Kita tidak usah memperdebatkan sesuatu yang tidak akan bisa kita ubah. " Hal itu membuat Agam terdiam.
Cahaya matahari menembus ke kaca dan membuat mata Lili terasa silau. Lili dengan malas membuka kedua matanya.
"Ah, kepalaku pusing sekali." Lili memegang kepalanya.
Ia berusaha duduk dan menyandarkan badan.
"Eih, kemana pakaianku? " Lili agak terkejut melihat badannya tidak memakai sehelai benang pun pakaian.
" Ini kalung siapa? " Lili melepaskan kalung burung garuda yang ia pakai. Ia melihat dengan teliti kalung itu. Di belakang kalung itu terdapat huruf M kecil.
"M? " Tiba-tiba ponsel Lili berbunyi di dalam tasnya. Ia berusaha meraih tasnya.
"Uang dan tulisan? apa maksud semua ini." Kertas berisi tulisan dan seikat uang jatuh karena Lili menarik tasnya.
Lili dengan segera mengangkat telfon, sambil memungut kertas tulisan dan uang yang di ikat.
"Nona, Nona Lili berada di mana? Tuan Arkan bertanya, kapan anda akan pulang?" Seorang Sekretaris Ayahnya menanyakan keberadaan Lili.
"Aku di kamar hotel Pak Dhani. Aku akan sampai di rumah sebelum besok pagi. Aku perlu berkemas, bersih-bersih dan memesan tiket untuk pulang. Katakan kepada ayah, aku akan pulang secepatnya."
"Baiklah Nona, jaga dirimu." Lili mematikan telfon itu tanpa menjawab Pak Dhani.
"Bagaimana ini? Aku harus cepat pulang, sebelum Ayah sangat murka kepadaku."
Lili memasukan kertas tulisan dan seikat uang yang ada di tangannya ke dalam tasnya. Ia pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Dan empat puluh menit kemudian ia pergi meninggalkan hotel bernomor 225.
.....
Pada jam 5 sore, Lili sudah sampai di Kediaman William yang sekarang menjadi Kediaman Gunawan.
Koper Lili di bawakan oleh seorang pelayan baru baya.
"Wow, nyonya besar kita sudah pulang. " Wanita paru baya bernama Merry berdiri di lantai dua.
"Kenapa harus pulang? kenapa tidak pulang selamanya. Rumah ini begitu terasa sesak, saat seorang pengacau sudah pulang ke rumah." Lalu Merry masuk ke dalam kamarnya.
Lili hanya diam saja mendengar ocehan Ibu Tirinya. Hal itu adalah hal yang biasa terjadi di rumah itu.
Kediaman Gunawan di huni oleh 5 orang majikan dan beberapa pelayan, di tambah 4 orang satpam yang bergantian menjaga rumah.
Lili memasuki kamarnya sambil bertanya kepada seorang paru baya yang mengantarkan kopernya.
"Bi, Ayah dimana? apakah dia belum pulang bekerja? " Lili menatap wanita paru baya itu.
"Tuan Arkan belum pulang bekerja Nona Lili."
"Lalu bagaimana dengan Kirana dan Tika? kenapa aku tidak melihat mereka? " Lili kembali bertanya kepada pelayannya.
"Nona Kirana katanya akan pulang besok sore. Sedangkan Tika, dia akan pulang satu jam lagi. Dia sedang mengikuti les privat Nona. "
"Hmp, Kirana pulang besok sore saja tidak di permasalahkan oleh Merry. Dia tidak berkaca sebelum bicara begitu kepadaku."
"Sabar Nona Lili, semua akan indah pada waktunya." Wanita paru baya itu menatap Lili dengan intens.
"Maaf Nona, saya harus melanjutkan pekerjaan lainnya" Wanita paruh baya itu berpamitan kepada Lili dan menutup pintu kamar Lili.
Lili merebahkan badannya ke kasur. Ia masih merasakan hal yang kurang enak di bagian kem***annya.
Ia membuka tasnya dan mengambil kertas yang berisi tulisan yang ia temukan di hotel. Ia membaca tulisan itu.
"Maaf, aku meninggalkanmu lebih dulu. Aku mengenal siapa dirimu. Suatu saat nanti, aku akan menemuimu di waktu yang tepat."
"Hmp, siapa pria ini? apakah dia penggemar rahasiaku? ah, penggemar rahasia. Mana mungkin aku mempunyai penggemar rahasia. Semua orang membenciku. Termasuk Ayahku sendiri. Pokoknya semua orang memang membenciku, tidak ada yang menyukai keberadaanku kecuali Ibu dan Kakek." Lili meremas kertas itu hingga kusut.
"Aku merindukan mereka berdua. " Lili mengambil foto yang di pajang di atas nakasnya. Ia memeluk foto itu.
Di foto itu Lili Kecil bersama Ibu dan Kakeknya terlihat sangat bahagia. Lili sangat ingin kembali ke masa-masa itu.
....
Sedangkan di Kediaman Manggala. Adam melihat foto Ayah dan Ibunya yang bergandengan tangan. Mereka terlihat sangat bahagia di foto itu.
Adam kembali membuka album foto. Dimana di foto itu terdapat Foto Kakeknya dengan Kakek Lili. Mereka berdua berfoto berdekatan sambil duduk di sebuah kursi yang sangat mewah.
"Apakah kalian sedekat itu? sampai rela mengorbankan nyawa masing-masing." Adam berbicara sendirian.
Lalu, Adam merebahkan badannya ke atas kasur. Ia masih teringat saat dia mencium bibir Lili dengan lahap.
"Wanita itu. Kenapa jantungku harus berdebar-debar?" Adam meletakkan tangannya ke dada dan merasakan detak jantungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments