Ayunda berjalan masuk ke dalam kompleks pemakaman, membawa beberapa tangkai bunga mawar putih di tangannya. Langkah gadis itu terhenti di sebuah pusara bertuliskan Gabrian Ferdinan.
Ayunda bersimpuh di samping gundukan tanah berselimutkan rumput warna hijau tersebut, lalu meletakkan bunga mawar yang ia bawa ke atasnya.
"Hai, Brian!" Ucap Ayunda seraya mengusap batu nisan yang ada di atas makam.
Kabut kesedihan langsung menyelimuti hati Ayunda. Netra gadis dua pukuh enam tahun tersebut juga sudah berkaca-kaca.
"Selamat tinggal, Sayang! Jangan kangen, ya!"
Pesan terakhir Brian pada Ayunda beberapa tahun silam kembali berkelebat di benak Ayunda dan sukses mrmbuat Ayunda berurai airmata.
"Maaf, karena aku masih sering kangen sama kamu," Ayunda menyandarkan kepalanya di batu nisan Brian dan menangis tergugu.
"Kenapa kamu meninggalkan aku sendirian, Brian? Kenapa kamu membiarkan aku hidup dalam kesepian?" Ayunda meratap dengan lirih.
Cukup lama, Ayunda menyandarkan kepalanya di atas nisan Brian, sebelum akhirnya gadis itu mengangkat kepalanya dan menyeka airmata di kedua pipinya.
"Aku pulang dulu, Sayang!" Ayunda mengusap nisan Brian sekali lagi.
"Aku akan kesini lagi besok, saat aku sangat merindukanmu," janji Ayunda pada makam Brian yang membisu.
Matahari sudah hampir terbenam di ufuk barat.
Ayunda bergegas meninggalkan kompleks pemakaman dan pulang ke panti asuhan.
****
Ciiiit!
Bruuuk!
"Sial!" Ben masih sempat mengumpat, sesaat setelah tubuhnya terkapar di atas aspal karena motor yang ia kendarai ditabrak oleh pemotor lain yang berkendara dengan ugal-ugalan.
Pandangan mata Ben terasa kabur dan berkunang-kunang, serta kepalanya terasa sakit sekali meskipun kesadaran Ben belum sepenuhnya hilang.
Ben masih bisa mendengar suara pria dan wanita yang menolongnya dan mengangkat tubuhnya ke tepi jalan.
Samar-samar Ben bisa melihat wajah wanita yang tadi menolongnya, dan kini wajah itu terlihat panik sambil tangannya tak berhenti meraba-raba kepala Ben seperti sedang mencari sesuatu.
"Dia akan kehabisan darah, jika menunggu ambulans datang," ucap wanita itu yang masih terdengar dengan sangat jelas di telinga Ben.
"Kita bawa ke rumah sakit saja kalau begitu. Jaraknya tidak terlalu jauh," yang itu suara pria yang sepertinya bersama wanita cantik itu.
Apa itu suaminya?
Atau mungkin pacarnya.
Di menit selanjutnya, Ben masih bisa merasakan tubuhnya yang dibawa masuk ke dalam mobil, lalu kepalanya yang berada dipangkuan wanita cantik tadi.
Ben bahkan masih sempat menyunggingkan senyum di bibirnya saat menatap wajah wanita yang pandangan mataya selalu lurus ke depan tersebut.
Aneh!
Ben merasa perjalanan ke rumah sakit hanya beberapa detik saja karena sekarang, Ben sudah ganti merasakan tubuhnya yang terbaring di atas bed rumah sakit dan sedang di dorong oleh banyak perawat.
Ben masih melihat wajah wanita tadi dan menyimpannya di memori otaknya sebelum semuanya berubah menjadi gelap dan Ben kehilangan kesadarannya.
"Gadis buta yang membawa Ben ke rumah sakit yang sudah mendonorkan darahnya untuk Ben." Itu adalah ucapan Papa Theo yang Ben dengar saat kesadarannya sudah kembali.
Apa?
Jadi gadis yang menolong Ben tadi, ternyata dia buta.
Malang sekali.
Padahal wajahnya begitu cantik, meskipun Ben hanya melihatnya samar-samar
"Sayang sekali kita tidak sempat bertemu gadis baik itu." Yang ini adalah suara Mama Airin.
"Mereka harus segera mengejar pesawat dan pulang, kata perawat tadi. Mungkin mereka memang hanya sedang berlibur disini," ucap Papa Theo lagi menerka-nerka.
"Ma!" Panggil Ben pada Mama Airin.
"Ben! Kau sudah bangun?" Mama Airin bergegas menghampiri sang putra.
"Ben haus," keluh Ben pada sang Mama.
Buru-buru Mama Airin mengambilkan segelas air untuk Ben dan membantu pemuda tersebut untuk minum.
Ben mungkin hanya sekilas dan samar-samar melihat wajah gadis yang telah menolongnya saat kecelakaan dan mendonorkan darahnya untuk Ben, namun Ben tetap akan mengingat wajah cantik itu sampai kapanpun. Dan andai diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengannya, Ben akan mengucapkan terima kasih serta melakukan apa saja untuk gadis buta itu sebagai balas budi.
Dan tiga tahun yang lalu, saat Ben bertemu Ayunda untuk pertama kalinya di kantor Abang Liam, Ben sedikit terkejut karena wajah Ayunda yang sekilas mirip dengan gadis buta yang menolongnya saat kecelakaan.
Ben tidak yakin apa Ayunda itu adalah gadis buta yang menolongnya, tapi sepertinya bukan karena Ayunda tidak buta. Dan Ayunda juga masih singke setelah Ben menyelidikinya. Sedangkan gadis buta yang kala itu menolong Ben, kata Papa Theo dan berdasarkan informasi dari perawat sudah memiliki tunangan.
Jadi memang yang menolong Ben saat itu adalah si gadis buta dan tunangannya yang tak sempat Ben lihat wajahnya. Hanya wajah gadis itu yang terus Ben ingat hingga kini.
"Ben!" Teguran serta tepukan dari Abi yang tiba-tiba sudah ada di dekatnya, membuat lamunan Ben tentang kecelakaan yang menimpanya bevetapa tahun silam serta gadus buat yang menolongnya menjadi buyar.
"Bang! Sudah lama?" Tanya Ben sedikit salah tingkah dan garuk-garuk kepala.
"Baru saja. Kenapa melamun? Diputusin pacar?" Tanya Abi menyelidik.
"Nggak ada! Pacar saja belum punya," jawab Ben seraya terkekeh.
"Kak Anne dan Keano tidak ikut?" Ben ganti bertanya pada Abi seraya celingukan.
"Ikut. Itu mereka! Tadi ke toilet dulu." Abi menunjuk ke arah Anne yang berjalan menuju ke arah Abi dan Ben seraya menggandeng bocah laki-laki berusia lima tahun.
"Hai, Keano!" Sapa Ben pada anak Anne dan Abi tersebut.
"Hai, Om tiang listrik!" Balas Keano yang sontak membuat Abi dan Anne tergelak. Ben hanya bisa berdecak dan segera menbawa keponakan lima tahunnya tersebut ke dalam gendongannya.
"Nggak Fairel, nggak Keano, semua panggil Om tiang listrik. Sebenarnya, siapa yang mengajari?" Tanya Ben seraya menatap bersungut-sungut pada Anne dan Abi.
"Salahin Abang Liam! Dia yang ngajari anak-anak," jawab Anne cepat yang langsung menuding Abang Liam sebagai biang keladi.
Mumpung orangnya nggak ada.
Kalau ada, langsung baku hantam Anne dan Abang Liam.
"Om! Om tiang listrik!" Itu suara Fairel yang berlari-lari kecil masuk ke dalam resto dan langsung menghampiri Ben yang masih menggendong Keano.
Abang Liam dan Kak Yumi terlihat mengekor di belakang Fairel sembari bergandengan tangan seperti remaja yang baru kasmaran.
Baru juga Anne membicarakannya, sudah datang saja.
Panjang umur sekali!
"Om Ben! Bukan Om tiang listrik!" Ucap Ben tegas pada Fairel yang hanya nyengir.
"Om, Fairel mau digendong juga!" Fairel menarik-narik baju Ben dan minta digendong.
Ben segera menurunkan Keano dan ganti menggendong Fairel.
Huh!
Punya banyak keponakan ribet juga ternyata.
Ini baru keponakan Ben dari keluarga Aunty Belle.
Belum kalau ada Vaia serta anaknya Kak Vale dan Bang Arga yang belum lahir.
Ditambah anaknya Kak Thalita dan Kak Thalia juga.
Huh!
Mungkin Ben harus membuka playground di resto sang papa ini, agar saat semua keponakannya datang, mereka bisa berkumpul dan bermain jadi satu di playground tanpa sibuk menggelayuti Ben begini.
"Kalian berdua sedang apa disini? Mau makan malam gratis?" Tuduh Liam seraya menuding bergantian pada Anne dan Abi.
Anne mencibir.
"Abang sendiri juga ngapain disini? Mau makan malam gratis juga biar perut ini semakin maju ke depan?" Ejek Anne seraya mengelus-elus perut Liam yang membuncit.
Semua orang sontak tergelak denagn tingkah Anne tersebut.
Liam cepat-cepat menyentak tangan Anne dari atas perutnya.
"Ini yang dinamakan toleransi dan empati. Yumi chubby, aku harus chubby juga, dong!" Ujar Liam mencari pembenaran.
"Aku udah nggak chubby-chubby amat, kok!" Sergah Yumi cepat.
"Udah turun lima kilo kemarin pas menyusui Fairel," sambung Yumi lagi yang sontak membuat Liam berdecak.
"Kak Yumi diet? Bukannya nggak boleh sama Mom?" Tanya Anne menyelidik.
"Nggak, kok! Cuma mungkin karena mengurus Fairel yang aktif lari-larian. Jadi agak kurusan," jelas Yumi yang langsung membuat Anne mengangguk.
"Kayak kamu ngurus Keano. Capek juga, kan?" Timpal Abi seraya merangkul Anne yang kembali mengangguk dan menyusupkan kepalanya di dada Abi.
"Aku udah nawarin buat bayar pengasuh buat Fairel kamunya nggak mau," sahut Liam yang ikut-ikutan merangkul Yumi biar tidak kalah dari pasangan bucin di depannya.
Kini semua orang merangkul pasangannya kecuali Ben tentu saja, yang pasangannya masih jual mahal dan sulit didekati.
Ben hanya bisa menatap melas pada pasangan Abi dan Anne serta pasangan Abang Liam dan Kak Yumi yang begitu mesra.
Ya, setidaknya Ben masih bia merangkul dua keponakan laki-lakinya ini sekaigus menjadi baby sitter untuk mereka, sementara orang tua mereka sibuk pacaran dan suap-suapan.
Malang nian nasibmu, Ben!
.
.
.
Koreksi jika salah!
Ini timingnya anggap saja setelah pernikahan Valeria dan Arga, ya!
Jadi pas pertemuan Ben dan Ayunda di kantor Liam ("Gadis Gendut Milik Sang Idola" bab 80) itu kan Ben masih kuliah, masih 19 tahun lah. Disini Ben sudah 22 tahun dan sudah selesai kuliah.
Oh ya, untuk Reader baru (kalau ada):
💙 Cerita Papa Theo dan Mama Airin ada di "Bidadari Untuk Theo"
💙 Cerita Anne dan Abi ada di "Bukan Suami Pilihan"
💙 Cerita Liam dan Yumi ada di "Gadis Gendut Milik Sang Idola"
💙 Cerita si kembar Thalia dan Thalita ada di "Cinta Gadis Kembar yang Tertukar"
💙 Cerita Valeria (kakaknya Ben) dan Argadiba ada di "My Angel Valeria"
Anne, Liam, dan si kembar itu adalah sepupu Ben, ya!
Semua cerita di atas saling berkaitan dan sambung menyambung.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
susi 2020
🤫🤫😘🤫🙄
2023-02-19
0
susi 2020
🙄😘🤫🙄
2023-02-19
0
Ney Maniez
😲👍
2022-06-01
0