ANKOT Tiga

"Pa minjem HP"

Aku membanting tubuh di atas sofa, Papa melirik sekilas, menyesap kopi hangatnya.

"Hp mu kemana ?,"

"Papa kan tahu disini gak ada sinyal,"

Aku berdecak berulang-ulang, melipat tangan di dada, memutar bola mata malas. Papa memberikan ponselnya.

"Jangan lama lama, nanti om Adi nelfon,"

"Iya,"

Selepas itu aku pergi keatas kamar, dimana kamar yang sudah di rapikan oleh mama. Mendial nomor Ajil, ponsel anak itu tidak aktif, entahlah kemana perginya. Aku mendegus, mengirimi gambar rumah rumah dari jendela kepada Kayla. Tidak ada balasan dari anak itu.

"Vanda,"

Tiba-tiba Mama membuka pintu tanpa mengetuknya. Dia memberikan seragam SMA, seragam SMA yang digunakan anak-anak SMA normal. Bukan seperti SMA ku dulu, di mana rok kotak-kotak dengan balutan rompi.

Putih abu-abu itu hanya ku pandang tanpa mau menerimanya, aku memiringkan tubuh ke kanan, membelakangi Mama.

"Ini baju buat kamu sekolah besok,"

Aku bangkit saat mendengar kata besok. Mataku hampir membulat sempurna.

"Vanda gak mau sekolah Ma," teriakku.

"Kalau gak mau sekolah kamu mau jadi apa?,"

Aku merampas dengan kasar seragam itu, ku banting disamping dan menenggelamkan diri diatas kasur. Entahlah aku rasa semua akan hancur sampai disini, tidak ada bunyi klakson malam-malam ku, hanya bunyi angin yang berhembus dan hewan yang berbunyi nyaring.

🚕🚕🚕

Sekitar pukul delapan lebih lima belas menit aku baru saja bangun, menggandeng seragam lama dan tas ransel. Mama yang ada di meja makan langsung menoleh, aku yakin sebentar lagi bom waktu Mama akan segera meledak.

"Mau berangkat pa?," Tanya ku pada Papa saat keluar kamar dengan seragam polisinya.

Papa hanya berdehem sekilas, sepertinya tidak terlalu memperhatikanku.

"Seragam barumu mana?," Tanya Mama begitu aku duduk di kursi.

Aku tidak selera menyahut, mengambil nasi goreng dan memakannya.

"Vanda," panggil Mama dengan nada menaik.

"Apa sih Ma?," Aku hampir berdecak, kalau tidak ingat ini Mama ku, mungkin aku benar-benar bedecak.

"Seragam baru mu mana?," Tanya Mama dengan nada menaik.

Aku memutar bola mata "Di kamar," jawabku santai.

"Mama kan udah bilang, pakai seragam baru kamu,"

"Ma, aku kan siswa baru, gak papa lagi gak pakek seragam sekolahannya, "

Dengan malas aku meletakkan sendok diatas piring.

"Pa, buruan," teriakku tak sabaran.

Papa tersedak, tapi entahlah, kenapa Papa begitu menurut padaku, mungkin dia merasa bersalah atas perpindahan dadakan ini.

Kami pergi ke sekolahan menggunakan mobil Papa, ada tiga puluh menitan perjalanan kami. Karena jalannya berlubang, kami kesulitan untuk mengebut. Sudahlah, bukan masalah, toh ini hari pertama aku sekolah.

"Vanda, udah sampe," Papa menyadarkanku dari lamunan.

Aku menoleh, jujur aku syok. Sekolahan ku tidak terlihat seperti sekolahan ku dulu. Bahkan jauh berbeda, halaman gersang tanpa tumbuhan atau sebuat saja taman. Cat warna kuning muda yang sudah mulai luntur.

"Papa serius?," Tanya ku hampir membentak kala Papa membelokkan mobilnya kearah sekolahan

Papa tidak menjawab, dia membunyikan klakson dan menyapa siswa yang menjaga gerbang. Heran deh kenapa siswa yang di suruh jaga gerbang bukannya satpam.

Mobil kami terus melaju sampai diparkiran tamu. Aku rasa sih ini parkiran khusus guru, hanya ada satu buah mobil itupun plat dinas. Aku tebak, ini mobil kepala sekolahnya.

Aku dan Papa keluar dari mobil, tas ransel kugantungkan dibahu. Mengikuti langkah Papa dari belakang sepertinya pilihan bagus.

Hanya ada beberapa siswa-siswi yang berlalu lalang, mungkin karena jam sudah setengah sembilan jadi banyak siswa-siswi yang belajar dikelas masing-masing.

"Pa, Vanda gak mau sekolah di sini," bisikku pelan.

"Jadi kamu mau sekolah di mana?," Tanya Papa juga ikut berbisik

"Dimana aja deh, yang penting gak disini,"

Papa tidak lagi menjawab ucapanku, dia tersenyum kearah lelaki dengan tubuh gemuk yang mengenakan seragam dinasnya.

"Siang pak Abimanyu," sapa lelaki yang bername tag Nafion.

"Siang pak Nafion," sapa Papa .

Aku ikut tersenyum, menyalami lelaki didepan ku yang entah sebagai guru, staf atau kepala sekolah. Aku tersenyum meski sejujurnya sedikit terpaksa, garis bawah terpaksa

"Jadi ini anakmu?," Tanyanya

"Iya, ini Vanda yang akan saya sekolahkan disini," Papa memperkenalkan ku dengan bangga.

"Ha ha ha mari ngobrol diruangan saya," ajaknya.

Kami berjalan mengikuti pak Nafion dari belakang, memasuki ruangan kepala sekolah yang menyimpan beberapa piala di dalam etalase. Tidak terlalu ku perhatikan karena sekolahan ku sebelumnya memiliki piala yang dipajang di koridor utama.

Di dinding ada foto dewan guru yang berjejer rapi, beberapa foto pak Nafion selama menerima penghargaan.

"Vanda, dulu kamu kelas berapa?," Tanya pak Nafion mengagetkan.

Aku menatapnya "Eh" ujarku terjingkat "Kelas dua IPA pak,"

"Bapak dengar kamu cukup berprestasi disekolahmu dulu?" tanya pak Nafion sambil membolak-balikan kertas diatas meja.

Aku memggangguk "Gak terlalu," jawabku tidak mau sombong.

"Papa kamu sudah mendaftarkan sekolah disini tiga hari yang lalu, bahkan sudah mengurus semua keperluan," tukas pak Nafion tersenyum cerah "Kami juga sudah menyiapkan di kelas mana kamu akan belajar nantinya,"

Aku mengangguk lagi. Memangnya selain itu apa lagi yang bisa ku perbuat. Aku sudah pasrah, mungkin ketika aku memasuki desa gelap ini.

"Semoga kamu betah sekolah sini," kata pak Nafion

Sebenarnya aku ingin menjawab "semoga saja, tapi aku tidak yakin" aku tidak tega saja mengatakan itu didepan papa, jadi aku menjawabnya "Iya pasti"

"Kamu boleh pergi, nanti akan ada siswa yang mengantarkan kamu ke kelas," ujarnya.

Maksudnya aku gak diantar sampe kekelas, biasanya kan ada guru yang mengantarkan siswa baru ke kelas.

Lagi lagi aku mengangguk, bersalaman dengan pak Nafion dan Papa, sepertinya mereka akan mengobrolkan banyak hal.

Sampai diluar, aku mengeluarkan kipas mini. Meletakkan dibawah dagu. Panasnya memang tidak sepanas Jakarta tapi udaranya membuatku tidak nyaman. Apalagi melihat lapangan luas tanpa kramik, hanya tanah menghampar di lapangan, ada dua ring di sisi kanan dan kiri.

Aku menghela nafas, haruskah seperti ini menjadi anak polisi. Seseorang menepuk bahu ku, aku menoleh dan yang terjadi selanjutnya diluar dugaan ku.

Terpopuler

Comments

Edmundus Ason

Edmundus Ason

orang ibu kota sekolah di ibu dusun hahahahaha

2021-11-07

0

Omar Falah

Omar Falah

kepsek dan guru,apalagi di daerah,ga ada yg dikasih mobil dinas..
ga ngerti kalo di jakarta

2019-12-16

2

lihat semua
Episodes
1 ANKOT Satu
2 ANKOT Dua
3 ANKOT Tiga
4 ANKOT Empat
5 ANKOT Lima
6 ANKOT Enam
7 ANKOT Tujuh
8 ANKOT Delapan
9 ANKOT Sembilan
10 ANKOT Sepuluh
11 ANKOT Sebelas
12 ANKOT Dua Belas
13 ANKOT Empat belas
14 ANKOT Lima Belas
15 ANKOT Enam Belas
16 ANKOT Tujuh belas
17 ANKOT delapan belas
18 ANKOT sembilan belas
19 ANKOT Dua puluh
20 ANKOT Dua puluh satu
21 ANKOT Dua puluh dua
22 ANKOT Dua puluh tiga
23 ANKOT Dua puluh empat
24 ANKOT Dua puluh lima
25 ANKOT Dua puluh enam
26 ANKOT Dua puluh tujuh
27 ANKOT Dua puluh delapan
28 ANKOT Dua puluh sembilan
29 ANKOT Tiga puluh
30 ANKOT Tiga puluh satu
31 ANKOT Tiga puluh dua
32 ANKOT Tiga puluh tiga
33 ANKOT Tiga puluh empat
34 ANKOT Tiga puluh lima
35 ANKOT Tiga puluh enam
36 ANKOT Tiga puluh tujuh
37 ANKOT tiga puluh delapan
38 ANKOT Tiga puluh sembilan
39 ANKOT Empat puluh
40 ANKOT Empat Puluh satu
41 ANKOT Empat Puluh dua
42 Ankot Empat Puluh Tiga
43 Ankot Empat Puluh empat
44 ANKOT Empat Puluh lima
45 Ankot Empat Puluh enam
46 ANKOT Empat Puluh Tujuh
47 ANKOT empat puluh delapan
48 ANKOT empat puluh sembilan
49 ANKOT Lima puluh
50 ANKOT Lima puluh satu
51 ANKOT Lima Puluh Dua
52 ANKOT Lima Puluh Tiga
53 ANKOT Lima Puluh Tiga
54 ANKOT Lima Puluh Empat
55 ANKOT Lima Puluh Lima
56 ANKOT Lima Puluh Enam
57 ANKOT Lima Puluh Tujuh
58 ANKOT Lima Puluh Delapan
59 ANKOT Lima Puluh Sembilan
60 ANKOT Enam Puluh
61 ANKOT Enam Puluh Satu
62 ANKOT Enam Puluh Dua
63 ANKOT Enam Puluh Tiga
64 ANKOT Enam Puluh Empat
65 ANKOT Enam Puluh Lima
66 ANKOT Enam Puluh Enam
67 ANKOT Enam Puluh Tujuh
68 ANKOT Enam Puluh Delapan
69 ANKOT Enam Puluh Sembilan
70 Pengumuman
Episodes

Updated 70 Episodes

1
ANKOT Satu
2
ANKOT Dua
3
ANKOT Tiga
4
ANKOT Empat
5
ANKOT Lima
6
ANKOT Enam
7
ANKOT Tujuh
8
ANKOT Delapan
9
ANKOT Sembilan
10
ANKOT Sepuluh
11
ANKOT Sebelas
12
ANKOT Dua Belas
13
ANKOT Empat belas
14
ANKOT Lima Belas
15
ANKOT Enam Belas
16
ANKOT Tujuh belas
17
ANKOT delapan belas
18
ANKOT sembilan belas
19
ANKOT Dua puluh
20
ANKOT Dua puluh satu
21
ANKOT Dua puluh dua
22
ANKOT Dua puluh tiga
23
ANKOT Dua puluh empat
24
ANKOT Dua puluh lima
25
ANKOT Dua puluh enam
26
ANKOT Dua puluh tujuh
27
ANKOT Dua puluh delapan
28
ANKOT Dua puluh sembilan
29
ANKOT Tiga puluh
30
ANKOT Tiga puluh satu
31
ANKOT Tiga puluh dua
32
ANKOT Tiga puluh tiga
33
ANKOT Tiga puluh empat
34
ANKOT Tiga puluh lima
35
ANKOT Tiga puluh enam
36
ANKOT Tiga puluh tujuh
37
ANKOT tiga puluh delapan
38
ANKOT Tiga puluh sembilan
39
ANKOT Empat puluh
40
ANKOT Empat Puluh satu
41
ANKOT Empat Puluh dua
42
Ankot Empat Puluh Tiga
43
Ankot Empat Puluh empat
44
ANKOT Empat Puluh lima
45
Ankot Empat Puluh enam
46
ANKOT Empat Puluh Tujuh
47
ANKOT empat puluh delapan
48
ANKOT empat puluh sembilan
49
ANKOT Lima puluh
50
ANKOT Lima puluh satu
51
ANKOT Lima Puluh Dua
52
ANKOT Lima Puluh Tiga
53
ANKOT Lima Puluh Tiga
54
ANKOT Lima Puluh Empat
55
ANKOT Lima Puluh Lima
56
ANKOT Lima Puluh Enam
57
ANKOT Lima Puluh Tujuh
58
ANKOT Lima Puluh Delapan
59
ANKOT Lima Puluh Sembilan
60
ANKOT Enam Puluh
61
ANKOT Enam Puluh Satu
62
ANKOT Enam Puluh Dua
63
ANKOT Enam Puluh Tiga
64
ANKOT Enam Puluh Empat
65
ANKOT Enam Puluh Lima
66
ANKOT Enam Puluh Enam
67
ANKOT Enam Puluh Tujuh
68
ANKOT Enam Puluh Delapan
69
ANKOT Enam Puluh Sembilan
70
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!