Putri yang Hilang

"Arion, hentikan waktu hingga aku kembali memberi perintah!" ucap sang raja yang menghubungi jendral kepercayaannya lewat telepati.

Ia kemudian mengibaskan tangannya membuat barrier pelindung di sekeliling kamar, lalu sang Raja meletakkan pangeran di sisi kanan sang Ratu, ia berjalan memutar hingga tiba di sisi kiri ranjang, tangannya menyentuh tubuh mungil sang putri yang kini tampak terlelap.

"Lakukanlah," ucap lirih sang ratu sembari merengkuh kedua buah hatinya, sembari mengalirkan energi dari dalam dirinya.

Sang Raja mengangguk dan meletakkan tangan kanannya di dada sang putri.

"BERHENTI!"

Teriakan keras terdengar membahana membuat Raja dan Ratu menghentikan aksi mereka. Wanita paruh baya dan Isabel bersimpuh memberi hormat.

"Hormat Kami Yang Mulia Ibu Suri," seru keduanya.

"Apa yang kalian lakukan pada cucuku?" Ibu Suri menembus barrier pelindung dan meraih tubuh mungil sang Putri, ia menggendong cucu cantiknya dengan penuh kasih. "Tega-teganya kalian! Aku tetap tak akan setuju bila kalian merenggut kemampuan putri dan memindahkannya ke tubuh pangeran!"

"Tapi Ibunda," sang Raja tampak merajuk. "Kami hanya ingin menyelamatkan keduanya," kata Sang Raja kemudian.

"Ibu tahu maksud kalian baik, tapi bukankah ini terlalu egois? Di mana kebijaksanaan yang kau miliki selama ini, anakku?" Ibu Suri tampak marah.

Sang Raja terdiam, ia mencerna kata-kata ibundanya yang menusuk tajam ke hatinya, sementara sang Ratu mulai kembali terisak.

"Mereka memiliki hak atas hidup mereka, semua kemampuan yang mereka miliki adalah sebuah berkah yang merupakan bagian dari takdir, maka biarkan mereka yang memutuskan sendiri kelak," Ibu Suri membelai cucu cantiknya, lalu ia mencium kening sang cucu.

"Cucuku yang cantik, untuk menghindari tragedi kutukan yang ada, nenek akan melindungimu sampai nanti kau bisa memutuskan takdirmu sendiri," ucap Ibu Suri seraya memeluk sang Putri, aura hitam mulai menyelimuti tubuh sang Putri, meredakan cahaya merah yang semula berpendar teramat terang, lalu menyusup masuk ke dalam jiwa sang Putri. Mata Ibu Suri menatap fokus ke arah liontin yang kini mulai menutup menyembunyikan bola merah terang dengan sempurna, hingga tangisan keras sang Putri terdengar menyayat hati, menggema diiringi petir yang menyambar.

"Apa ini? Aku sudah memerintahkan Arion menghentikan waktu, bagaimana bisa ada petir?" tanya Sang Raja heran.

Tak berapa lama tampak Sang Jendral datang menembus barrier, "ampun Yang Mulia, ada suatu kekuatan yang teramat besar hingga penghentian waktu yang hamba lakukan tiba-tiba tak bisa dilanjutkan."

"Sama seperti kejadian waktu itu, kita harus cepat!" Ibu Suri beralih memandang wanita paruh baya yang masih bersimpuh, "Ilona bolehkah aku memintamu menjaga cucu cantikku?"

"Ampun Yang Mulia, dibandingkan hamba yang lemah ini, berkenankah Yang Mulia memberi anugrah berharga tersebut pada putri hamba, Isabel?" ucap Ilona meminta dengan hormat.

Ibu Suri menggunakan penglihatan dewanya menembus tubuh Isabel dengan cepat, lalu ia mulai kembali membuka mulutnya. "Isabel apakah kau bersedia melindungi cucu cantikku seumur hidupmu?"

Isabel yang masih bersimpuh kini menundukkan kepalanya, "hamba bersedia dan bersumpah akan melindungi dan menjaga Yang Mulia Tuan Putri hingga maut menjemput."

Ibu Suri tersenyum simpul, "berdirilah!"

Isabel menurut dan berdiri di hadapan Ibu Suru dengan sikap tegap seorang prajurit. Ibu Suri meletakkan tangan kanannya di pucuk kepala Isabel, "Isabel kuangkat kau menjadi penjaga cucuku, kuanugerahi kau kekuatan, keberanian dan kecerdasan serta kasih sayang untuk mendampinginya, jadilah setia sesuai sumpahmu!" Cahaya merah menyelimuti tubuh Isabel, berpendar terang.

Ibu Suri kembali memeluk cucu cantik dalam gendongannya, menciuminya beberapa kali, lalu dengan hati-hati ia menyerahkannya pada Isabel. Isabel langsung menggendong sang Putri yang masih menangis dengan erat, ia menepuk-nepuk ringan tubuh sang Putri, hingga tangisan mulai tak terdengar lagi.

Ibu Suri tampak menarik nafas panjang dan membentuk sebuah portal, "pergilah sekarang juga, biarkan cucuku hidup tanpa mengetahui identitasnya, biarkan dia menikmati hidup yang bahagia. Ketika waktunya datang, kami yang akan pergi menjemputnya."

Isabel menatap ibunya yang mengangguk padanya, ia lalu membungkuk dan mengeratkan gendongannya, langkahnya pelan namum terlihat tanpa keraguan masuk ke dalam portal yang langsung menutup.

Ara tiba-tiba terkejut, tubuhnya terasa kembali terlempar dan memasuki raganya. Ia mengerjap dan membuka matanya pelan, tubuhnya masih terduduk di tanah, kelopak bunga camellia masih membentuk topan mini yang memutari dirinya. Ara sadar semua yang terjadi bukanlah mimpi, energi yang ia rasakan di dalam dirinya, serta kumpulan ingatan yang muncul membuatnya kembali pada kenyataan dan mencoba menguasai diri sepenuhnya.

Tangan kanannya terulur ke arah topan mini lalu memfokuskan fikirannya dengan cepat, seketika kelopak-kelopak bunga camellia merah berterbangan dan kembali tersusun menjadi bunga yang indah, tanpa ada bekas pernah rusak sebelumnya. Ara mencoba menyembunyikan keterkejutannya, dan mulai memahami situasi walaupun masih samar.

Ia kembali mengumpulkan tenaga untuk bangkit, ia berdiri perlahan agar tak kehilangan keseimbangan, tak lupa ia pun menepuk ringan membersihkan tanah yang menempel di celana panjang hitamnya.

"Jadi apakah kalian, Jenderal Arion dan Gigas datang menjemputku?" tanya Ara yang telah berhasil berdiri, ke arah dua orang yang masih bersimpuh ke arahnya. Ara masih mengingat wajah keduanya dalam ingatan sang nenek atau Isabel yang kini masuk ke dalam tubuhnya, hingga Ara merasa seperti ingatannya sendiri.

"Benar Yang Mulia, kami datang menjemput Yang Mulia," ucap Arion dengan penuh hormat.

Ara menarik nafas panjang, menggunakan ingatan Isabel untuk menguasai energinya, dengan cepat cahaya merah di sekeliling tubuhnya terserap masuk memenuhi jiwanya tanpa tersisa, ia pun berhasil menyembunyikan kekuatannya.

"Banyak yang perlu kuketahui lebih dulu, maukah kalian ikut denganku?" tanya Ara dengan nada yang sopan, karena jujur Ara masih dibingungkan dengan fisik Gigas dan Arion yang sama sekali tak berubah dari ingatan Isabel, sedangkan Isabel sendiri menua dan telah meninggal.

"Tantu Yang Mulia," jawab Arion dan Gigas bersamaan.

Ara berbalik dan mulai melangkah menuju villa bunga wisteria, diikuti dengan Arion dan Gigas di belakangnya.

"Jangan hilangkan barriernya, itu akan membuatku tenang walaupun aku harus pergi jauh," ucap Ara tanpa menengok ke belakang.

Gigas pun menghentikan tangannya yang semula ingin menghancurkan barrier yang ia buat, tampaknya Ara mengetahui tindakannya itu. Ia pun menyusul Ara dan Arion yang tampak menjauh menuju villa bunga wisteria, melewati lorong-lorong bunga yang indah.

"Ah aku baru menyadari jika nenek juga membuat lapisan pelindung di sini," ucap Ara melihat lapisan pelindung yang mengelilingi villa tampak kokoh dan berlapis-lapis. Ara menembusnya seolah bukan apa-apa, lalu membuka pintu. "Masuklah," ucap Ara mempersilahkan Gigas dan Arion masuk, tapi keduanya tampak ragu.

Ara tersenyum ke arah keduanya, "tampaknya jika aku membukakan pintu untuk kalian, barrier ini tak akan memakan kalian hidup-hidup."

Mendengar kata-kata Ara, keraguan di mata Arion dan Gigas sirna seketika, mereka melangkah tanpa ragu atas dasar kepercayaan mereka pada kata-kata Ara, dan benar saja ketika mereka melewati barrier tak ada yang terjadi. Senyum menghiasi wajah keduanya tanpa mereka sadari, jauh di dalam hati mereka merasakan kebahagiaan tak terkira karena telah berhasil menemukan sang Putri yang hilang.

Terpopuler

Comments

Nartye Sikki Siradjang

Nartye Sikki Siradjang

wow..., ceritax kereen bngt..!
aku suka karya mu thor..

2022-11-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!