*******
Fahira masih mengingat malam itu dengan jelas. Suara hujan yang deras menghantam atap, angin yang berhembus kencang, dan perasaan tidak menentu yang terus menghantui pikirannya. Doni berdiri di hadapannya, wajahnya tampak berat seolah menyembunyikan sesuatu yang besar. Ia tidak lagi tersenyum hangat seperti biasanya.
"Kenapa kamu tiba-tiba ingin bertemu di sini, Don?" tanya Fahira, mencoba menyelami pandangan dingin di mata pria yang selama ini mengisi hatinya.
Doni tidak segera menjawab. Ia hanya menatap Fahira dengan penuh keraguan. Tangannya mengepal kuat, seolah menahan sesuatu yang ingin ia sampaikan tetapi terlalu menyakitkan untuk diucapkan.
"Fahira," ucap Doni akhirnya, suaranya terdengar serak. "Aku ingin kita... berhenti di sini."
Kata-kata itu seperti petir yang menyambar di tengah hujan. Jantung Fahira seketika berhenti berdetak. Ia menatap Doni dengan mata membelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Apa maksud kamu, Don? Berhenti di sini? Kita bahkan belum memulai apa-apa," ucap Fahira, suaranya bergetar.
Doni mengalihkan pandangannya, tidak sanggup menatap mata Fahira yang penuh dengan kekecewaan. Ia tahu bahwa setiap kata yang ia ucapkan saat ini akan melukai Fahira, tetapi ia tidak punya pilihan.
"Ini yang terbaik untuk kita berdua, Fahira. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku harus pergi," ucap Doni, mencoba terdengar tegas meski di dalam hatinya ia berperang dengan dirinya sendiri.
"Tapi kenapa, Don? Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Kalau ada masalah, kita bisa bicara. Jangan seperti ini," pinta Fahira, suaranya mulai pecah. Air matanya mengalir tanpa ia sadari.
Doni merasa dadanya sesak. Ia ingin memeluk Fahira, ingin mengatakan bahwa ini bukan salahnya. Tetapi ancaman dari ayah Fahira terus terngiang di pikirannya. Jika ia tetap bersama Fahira, keluarganya akan menjadi korban. Ia tidak bisa mengambil risiko itu. Fahira adalah cintanya, tetapi keselamatan keluarganya adalah yang utama.
"Fahira, ini bukan salahmu. Ini keputusan yang harus aku ambil. Kamu pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik dari aku. Seseorang yang bisa memberikanmu kehidupan yang layak," ucap Doni dengan nada dingin yang dipaksakan.
Fahira menggelengkan kepala. Ia tidak peduli dengan alasan yang Doni berikan. Baginya, cinta adalah tentang menerima segala kekurangan, bukan menyerah di tengah jalan.
"Kamu tahu aku tidak peduli dengan semua itu, Don. Aku mencintaimu apa adanya. Kenapa kamu tidak percaya padaku?"
Doni menutup matanya, mencoba menahan emosi yang memuncak. Ia ingin sekali mengatakan bahwa ia mencintai Fahira lebih dari apa pun, tetapi kata-kata itu hanya akan membuat segalanya semakin sulit.
"Fahira, aku harus pergi. Jangan mencariku. Jangan mencoba menghubungiku lagi," ucap Doni dengan tegas. Dengan ingin cepat-cepat berpaling menahan butiran kristal yang pecah dari matanya agar tak terlihat oleh sang pujaan hati.
Fahira berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Kata-kata Doni seperti pisau tajam yang menghujam jantungnya.
"Doni, tolong... jangan lakukan ini," ucap Fahira dengan suara lirih.
Namun, Doni tidak menjawab. Ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Fahira yang kini terisak di bawah hujan deras. Meratapi nasib hatinya kedepannya. Dan semestapun tahu bagaimana perasaannya saat ini.
Hari-hari setelah perpisahan itu adalah hari-hari terberat dalam hidup Fahira. Ia mencoba mencari alasan di balik keputusan Doni, tetapi tidak menemukan apa-apa. Setiap kali ia mencoba menghubungi Doni, teleponnya tidak pernah diangkat. Pesan-pesannya hanya berakhir tanpa balasan.
Gabriel, yang melihat perubahan drastis pada Fahira, mencoba memberikan dukungan sebisanya.
"Ra, lo harus kuat. Gue tahu ini berat, tapi hidup lo nggak berhenti di sini," ucap Gabriel suatu hari ketika mereka duduk di tepi pantai.
"Aku cuma pengen tahu kenapa, Bri. Apa salahku sampai dia tega pergi begitu aja?" tanya Fahira dengan mata yang sembab karena terlalu banyak menangis.
"Lo nggak salah, Ra. Kadang orang pergi bukan karena lo kurang, tapi karena mereka yang nggak cukup kuat buat tetap tinggal," jawab Gabriel, mencoba menenangkan.
Fahira terdiam. Kata-kata Gabriel masuk akal, tetapi itu tidak cukup untuk meredakan rasa sakit di hatinya.
Sementara itu, jauh dari Fahira, Doni menjalani kehidupan yang penuh dengan rasa bersalah. Keputusan untuk meninggalkan Fahira adalah keputusan terberat yang pernah ia ambil, tetapi ia tahu itu adalah satu-satunya cara untuk melindungi orang-orang yang ia cintai.Doni yang terkenal ceria dan banyak bicara, sekarang berubah menjadi Doni yang dingin tak tersentuh.
Doni kini bekerja sebagai bagian dari tim rahasia yang ditugaskan di wilayah konflik. Kehidupannya dipenuhi dengan misi berbahaya dan ancaman yang datang dari segala arah. Tetapi, di tengah hiruk-pikuk itu, pikirannya selalu kembali pada Fahira.
Setiap malam, ketika ia duduk sendirian di barak, ia membuka sebuah foto kecil yang ia simpan di dompetnya, foto Fahira yang tersenyum cerah. Foto itu adalah satu-satunya pengingat tentang cinta yang pernah ia miliki.
"Doni, apa lo yakin dengan keputusan lo?" tanya salah satu rekannya suatu malam ketika mereka sedang berjaga.
Doni hanya tersenyum tipis. "Kadang keputusan yang benar nggak selalu yang paling mudah. Gue cuma pengen dia bahagia, meski itu artinya gue harus pergi."
"Tapi lo nggak bahagia, kan?"
Doni tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong ke arah langit malam yang penuh bintang. Ia tahu rekannya benar, tetapi ia memilih untuk mengabaikan perasaan itu.
Waktu berlalu, tetapi luka di hati Fahira tidak kunjung sembuh. Setiap kali ia melihat sesuatu yang mengingatkannya pada Doni, rasa sakit itu kembali menghantamnya.
Suatu malam, Fahira menemukan liontin yang pernah diberikan Doni sebagai hadiah ulang tahun. Ia memegang liontin itu erat-erat, seolah mencoba merasakan kehadiran Doni melalui benda itu.
"Doni... kenapa kamu pergi tanpa memberiku alasan?" bisiknya pelan.
Liontin itu adalah satu-satunya benda yang membuat Fahira merasa Doni masih ada di dekatnya. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia harus mulai berfikir jernih dengan mencoba menghapus jejak-jejak masa lalunya yang sudah meninggalkan bekas luka yang mengangah.
Di tempat lain, Doni duduk di tepi sungai, memandangi air yang mengalir deras. Hatinya penuh dengan kerinduan yang tak bisa ia ungkapkan. Kenangan kebahagiaan, canda dan tawa Fahira sudah tertanam di relung hatinya.
"Fahira, maafkan aku," bisiknya pelan.
Meskipun mereka terpisah oleh jarak dan keadaan, cinta mereka tetap hidup di dalam hati masing-masing. Namun, takdir sepertinya belum selesai merangkai cerita mereka. Perpisahan yang menyakitkan itu hanyalah awal dari perjalanan panjang yang penuh dengan ujian dan harapan.
.. *****.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments