“Ada apa ya dengan ayah? Kenapa ayah seperti gelisah saat sedang menerima telepon itu? Coba aku tanya kan nanti kepada ayah saat dia pulang kerja," batin ku yang duduk sambil merangkul Raditya.
Dalam perjalanan menuju ke sekolahan Raditya, aku sudah mempunyai firasat soal suamiku. Namun, aku terus berfikir positif walaupun hati ini terus merasa gelisah.
Sedangkan, sore hari di mana suamiku terlihat murung saat pulang dari kerja waktu itu. Biasanya dia selalu membalas sambutan hangat yang diberikan oleh anaknya, tapi waktu itu, suamiku sama sekali tidak membalasnya. Entah karena dia sangat lelah atau menang di kantor dia sedang ada masalah. Aku pun mencoba untuk memahami keadaannya.
Suamiku lalu duduk dengan wajah yang masih terlihat bingung.
“Ada apa ya ayah nih? Kok tumben sekali sih. Ayah kelihatan lesu, apa di kantor sedang ada masalah? Ya Tuhan, lancarkan lah segala urusan suamiku dimana pun dia berada. Berikan dia rezeki yang lancar. Dan jauhkanlah musibah yang menghalangi urusannya,” doa ku dari dalam hati.
Aku pun kemudian mengambil tas yang selalu dia bawa kerja beserta jaket kesayangannya.
“Ayah, aku buatkan kopi?” tanya ku.
“Iya bu,"
“Baiklah,”
Selesai menaruh tas kerja dan juga jaket milik suamiku di tempatnya, sesegera mungkin, aku langsung membuatkan secangkir kopi untuk dirinya. Aku sengaja tidak langsung bertanya kepadanya. Karena aku tidak ingin, memancing amarahnya. Tapi aku memang sudah mempunyai niat mengajukan pertanyaan kepada suamiku nanti disaat dia sudah terlihat sedikit tenang.
Selesai membuatkan kopi hangat untuknya, aku letakkan secangkir kopi itu di meja yang ada di hadapannya.
“Ini yah kopinya,”
“Owh, makasih ya bu,”
“Sama-sama,”
Raditya langsung meminta ayahnya duduk di pangkuannya.
“Ayah, Raditya duduk sini," ucap Raditya sambil menuding kedua paha ayahnya.
“Raditya sayang, ayah capek nak. Sini duduk bersama ibu saja,”
“Sudah bu, nggak apa-apa. ayah tau kalau Raditya pasti kangen ya sama ayah?”
Raditya langsung mencium pipi ayahnya dan duduk berbalik menghadap ayahnya, kemudian ia memeluk ayahnya dengan erat.
Akan tetapi, aku masih bertanya-tanya, “Raditya kok tumbenan ya meluk ayahnya? Mungkin dia tau kalau ayahnya sedang terlihat susah,” kata ku dalam hati sambil melihat Raditya dan suamiku.
Setelah Raditya tertidur lalu semua pekerjaan dan tugas ku selesai, aku kemudian mendekati suamiku yang sedang duduk di depan rumah sambil bermain ponselnya.
“Ayah, ternyata di sini,” sapa ku.
“Eh, sayang,”
Aku merasa aneh dengan gelagat suamiku. Dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu entah kesusahannya sendiri atau apa.
“Gimana kerjanya yah? Lancar?” tanya ku.
Aku sengaja membuka percakapan itu kepada suamiku berharap suamiku akan terbuka dan menceritakan kegelisahannya kepadaku.
“Aman bu,” jawab suamiku.
“Emm, syukur deh kalau gitu,” jawab ku.
“Kamu kenapa belum tidur? Biasanya kalau ibu menidurkan Raditya, ibu juga ikutan tidur,"
“Belum mengantuk saja yah. Tapi ayah juga, biasanya jam segini sudah tidur? Besok kan ayah harus berangkat pagi,”
“Em, ayah juga belum mengantuk bu,"
“Owh, apa ayah mau ibu buatkan kopi atau teh hangat?”
“Enggak usah bu, sudah terimakasih. Kamu sudah capek seharian mengurus rumah dan juga Raditya,"
Aku pun langsung memberikan senyuman kecil kepada suamiku.
“Kenapa suamiku tidak menceritakan apa-apa sama aku ya?” batin ku dalam hati.
Tapi aku tidak menyerah sampai di situ, aku terus memancing percakapan kepada suamiku, agar suamiku mau menceritakan apa yang menjadi beban di pikirannya.
“Ayah, tadi pagi kenapa ayah terlihat gelisah?” tanya ku.
Namun, nampak jelas di wajah suamiku yang sedang menutup-nutupi sebuah masalahnya sendiri.
“Yah.”
“Eh, iya sayang?”
“Kenapa ayah diam?”
“Owh, nggak ada apa-apa kok bu,”
“Bener?”
“Iya sayang. Ibu jangan khawatir ya, semua pasti akan baik-baik saja.”
Aku terkejut dengan ucapkan atau jawaban suamiku pada waktu itu. Apa yang dia katakan beda sekali dengan ekspektasi ku. Dia enggan menceritakan kepadaku.
“Baik-baik saja?” tanya ku kepada suamiku.
“Lebih baik, sekarang ibu istirahat. Ibu sudah terlihat lelah saat ini,"
Aku pun hanya terdiam, sebab aku rasa percuma saja jika aku meneruskan perbincangan ku dengan suamiku malam itu. Sebab, aku begitu mengenal suamiku, suamiku tipe orang yang tidak mudah terpancing dengan ucapan orang. aku kemudian langsung masuk dan pergi menuju ke kamar ku. setelah itu, aku membaringkan tubuhku di tempat tidur.
Tak lama suamiku masuk kedalam kamar. Aku lalu berpura-pura tidur. Karena aku ingin sekali melihat dan mengecek ponsel milik suamiku. Di hati ini seperti ada yang menuntun ku supaya aku segera mengecek ponsel suamiku malam itu.
Beberapa menit berlalu. Aku menoleh ke arah suamiku. Dia terlihat sudah tertidur dengan begitu sangat pulas sambil mendengkur.
“Ayah sudah tidur. Aku ingin mengecek ponselnya. Apa sih yang sedang suamiku sembunyikan,” ucap ku dari dalam hati.
Aku kemudian beranjak dari tempat tidur dan berjalan perlahan-lahan menuju meja tempat suamiku meletakkan ponselnya.
Berhubung, aku tidak ingin suamiku tau, kalau aku sedang menyelidiki dirinya, setelah mengambil ponselnya aku langsung saja keluar dari kamar. Aku kemudian duduk di ruang tv dan membuka kunci ponsel suamiku. Satu persatu aku cek story yang ada di ponselnya. Akan tetapi, aku tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam ponsel suamiku. Namun, aku melupakan satu aplikasi yang ternyata disitulah jawaban atas semua pertanyaan ku. aku membuka WhatsApp, dan membaca satu persatu percakapan yang ada di dalamnya.
Dan di percakapan itu, suamiku meminta bantuan kepada teman-temannya agar mencarikan sebuah pekerjaan. Kebingungan ku semakin bertambah. Hingga akhirnya, aku melihat panggilan masuk untuk mengecek panggilan masuk dari pagi tadi. Dan ternyata managernya suamiku yang menelepon dirinya pagi itu.
“Ada apa dengan ayah, kenapa dia bertanya kepada teman-temannya sebuah lowongan pekerjaan? Terus dia mencarikan lowongan pekerjaan untuk siapa? Ah coba aku cek lagi satu persatu chat nya,” kata ku dalam hati yang masih sibuk dengan ponsel suamiku.
Dan akhirnya aku menemukan salah satu chat, yang di mana di situ suamiku menceritakan kepada salah satu temannya dengan isi chat sebagai berikut,
“Bro, aku kena PHK. Ada lowongan pekerjaan gak?”
“Kenapa di PHK bro?”
“Ada pengurangan karyawan bro dan aku salah satunya. pihak perusahaan saat ini sedang tidak seperti dulu,"
“Sabar bro, aku bakal carikan info lowongan pekerjaan buat kamu. Tapi pekerjaan apa saja kamu mau kan?”
“Mau bro, asalkan aku bisa cari duit biar bisa menafkahi istri dan anakku. Pusing ini kepala bro,"
“Baik-baik, tunggu kabar dari aku saja ya bro,”
“Baiklah, kalau bisa secepatnya ya bro. Mungkin waktu ku bekerja disana tinggal satu minggu lagi bro. Kebutuhan ku juga banyak sekali. Aku sengaja tidak menceritakan kepada istriku. Aku khawatir kalau istriku nanti kecewa kepadaku bro,”
“Ha… ha… ha… baik-baik. Tenang saja, secepatnya aku akan carikan info lowongan pekerjaan buat kamu. Aku tau apa yang kamu rasakan bro. Yang sabar aja ya bro,"
“Di tempat kamu apa tidak ada lowongan pekerjaan?”
“Sementara ini belum ada bro,”
“Baiklah, aku tunggu kabar dari kamu,”
Begitulah percakapan suamiku dengan temannya. Bisa dibilang temannya itu adalah teman kerjanya dulu. Dan pertemanan mereka awet sampai sekarang. Bisa dibilang saudara tapi tak sedarah atau saudara jauh.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
jungkangs🙄
semangat😁
2021-08-08
3