Bab 4. Takdir yang Meledek

Davina menyetir mobil dengan perasaan gelisah tak menentu. Sejak pertemuannya dengan mantan kekasihnya, dia kembali menjadi dirinya lima tahun lalu. Sedih, takut, gelisah dan khawatir. Bukan pada dirinya tapi Dave. Lelaki itu sudah mengetahui Dave didepan hidungnya sendiri. Dia takut Dave akan direbut.

Di samping Davina, Dave duduk dengan tenang. Di pangkuannya, ada buku gambar dengan pensil. Tapi Dave tidak mengisi buku gambarnya, dia terus diam.

Lalu Dave mengeluarkan sesuatu dari tasnya yang ditaruh Davina di bawah kursinya. Lelaki kecil itu mengambil sesuatu dari kantung depan tasnya. Sebuah tisu.

Dia mengulurkan tisu ke depan Davina. Davina meliriknya dan seketika tertegun. Dia meminggirkan mobilnya.

Perempuan itu menatap Davenya dengan lembut, "Apa ini?" tanyanya sambil melirik tisu yang dipegang Dave.

"Untuk mama." jawab Dave singkat.

"Dave fikir, mama akan menangis jadi butuh tisu?" tanya Davina. Dave menganggukan kepala.

Davina termangu. Anaknya itu sungguh peka akan perasaannya. Dia tidak perlu bicara untuk mengekspresikan perasaannya karena Dave bisa menebaknya dengan tepat.

Davina tersenyum, dia mengambil tisu itu. "Terima kasih Dave. Tapi mama sudah berjanji pada diri mama sendiri kalau mama tidak akan menjadi lemah. Mama akan melindungi kamu. Mama akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan kamu untuk tetap di sisi mama." tegas Davina.

Dave mengangguk. Davina yang terharu karena perhatian anaknya langsung memeluk Dave dengan erat.

Dan di balik punggung kecil anaknya, Davina menyeka air matanya. Dia tersenyum lebar. Dan bertekad akan membuktikan ucapannya. Dia akan menjadi kuat.

Silakan coba ambil Dave, aku tidak akan membiarkannya meski harus kehilangan segalanya, Kak Andra. batin Davina.

***

Di sisi lain, Keandra masuk ke ruangannya dengan emosi. Dia melemparkan semua barang-barangnya ke lantai. Andre yang melihatnya hanya bisa terdiam.

Usai mengamuk dan membuat seisi ruangannya kacau balau, Keandra menatap Andre dengan kilat tajam. "Kau harus menyelidiki soal anak lelaki yang bersama Davina. Aku yakin perempuan sialan itu tidsk jadi menggugurkan kandungannya dan anak itu adalah anakku. Darah dagingku!" titah Keandra.

Andre mengangguk, "Baik, Tuan." ucapnya. Setelah itu membungkuk kecil dan keluar dari ruangan tuannya.

Usai kepergian Andre, Keandra menatap ke arah luar jendela, dua tangannya terkepal erat.

"Kalau benar, anak itu adalah anakku maka aku akan merebutnya bagaimanapun caranya meski harus membunuh Davina." desis Keandra penuh keseriusan.

Karena Keandra memutuskan untuk tak menikah dan dia butuh pewaris perusahaannya. Dan Dave sebagai darah dagingnya satu-satunya jelas harus mendapatkannya.

***

byur

Sindi menyemburkan kopinya dan langsung terbatuk-batuk. Setelah reda, dia menatap Davina dengan syok. "Kau bertemu dengan Kenandra?!" serunya.

Davina mengangguk pelan.

Sindi mengacak-acak rambutnya. Dia tak habis fikir dengan kejadian ini.

"Serius. diantara sekian orang. Kau harus bertemu dengan lelaki brengsek itu saat kau baru menginjakkan kaki di Jakarta? Apa takdir sedang meledekmu?" tukas Sindi tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Sudah kubilang bukan hal bagus kalau aku kembali lagi. Aku sudah sangat nyaman disana." balas Davina.

Sindi mendesah pelan, "Maksudku membawamu kembali kesini adalah agar hidupmu jauh lebih nyaman. Meski di Hungaria hidupmu sudah nyaman tapi di negara sendiri tetap lebih baik kan? Terlebih lagi aku khawatir kalau kamu disana sendirian. Aku juga tidak bisa pulang pergi kesana sesuka hatiku. Kalau disini, ada aku dan keluargaku. Kau tidak akan sendirian." jelas Sindi.

"Aku tahu maksudmu baik tapi ini sama saja dengan terjerembab ke lubang yang sama. Sia-sia aku menghilang selama lima tahun kalau pada akhirnya aku bertemu lagi dengannya."

"Davi sumpah, aku sudah memastikannya sebelum aku membawamu pulang. Kalau lelaki bajingan itu yang ternyata CEO HM Group akan menetap di New York. Itu sebabnya aku berani membawamu kembali."

Mata Davina melotot, "CEO katamu?" tanyanya.

Sindi mengangguk. "Tunggu, kau tidak tahu?" tanyanya kaget.

Davina berdecak sinis, "Dia ternyata CEO. Anak orang kaya. Dia memang sejak awal brengsek. Dia pembohong."

"Apa maksudmu sebenarnya?" tanya Sindi bingung.

"Setahuku Kak Andra adalah seniman jalanan. Dia mengelola studio kecil di dekat kampus. Ternyata tidak disangka dia adalah orang kaya." dengus Davina.

"Jadi maksudmu lelaki itu..." Sindi merasa tertampar dua kali. "Dia sungguh bajingan! Kenapa kau memacari orang sepertinya?!"

"Apakah aku tahu dia penuh kepalsuan? Selama ini dia sangat baik, sederhana dan perhatian padaku." tukas Davina. "Aku sangat menyesal telah salah menilainya selama ini." lirihnya.

Sindi lagi-lagi mendesah pelan, "Lelaki memang tidak bisa dipercaya. Selalu ada buaya diantara buaya. Dan Kak Andramu itu adalah rajanya!" tandas Sindi kesal.

"Jadi, Sindi, soal tawaranmu itu kurasa aku tidak bisa melakukannya." ucap Davina.

"Jangan seperti itu. Aku sudah berjanji pada temanku untuk membawamu. Kau fikirkan lagi ya."pinta Sindi.

Davina menggeleng tegas, "Kejadian ini adalah pertanda bahwa aku memang tidak seharusnya kembali. Lebih baik aku kembali ke Hungaria saja." putus Davina.

"Jangan! Please Davi, jangan ya? Aku mohon. Kau kapan saja tidak masalah untuk masuk kerja, nanti aku bilang pada temanku tapi jangan pergi ya." bujuk Sindi.

"Aku tetap tidak bisa. Dan sebenarnya siapa teman sejatimu? Aku atau temanmu itu?" tuntut Davina.

"Tentu saja kamu. Tapi aku berutang sesuatu padanya dan hanya ini yang bisa kulakukan untuk melunasinya." ujar Sindi memelas.

"Kau berutang sesuatu? Apa?" tanya Davina.

"Nyawa." tandas Sindi.

"Nyawa?" tanya Davina mengernyit bingung.

Sindi mengangguk-angguk, "Aku pernah hampir mengalami kecelakaan saat kecil dan dia yang menyelamatkanku. Saat itu aku SD dan dia sudah SMP." cerita Sindi.

Davina terdiam. Dan Sindi memanfaatkannya untuk mengubah pemikiran Davina.

"Yah Davi, please. Aku mohon padamu. Dia sangat kesulitan mencari kurator karena galerinya masih baru. Dan hanya ini yang bisa kubantu untuknya." bujuk Sindi lagi.

"Masih ada kurator lain yang lebih dariku. Dan katanya galerinya masih baru kan? Maka dari itu seharusnya kau cari yang sudah berpengalaman untuk menarik pelukis." desah Davina.

"Aku sudah melakukannya tapi diantara semua referensi kurator yang kuberikan, hanya milikmu yang menarik perhatiannya. Dia sangat menyukai lukisan figur lelaki yang kau buat." cetus Sindi.

"Figur lelaki katamu?"

Sindi mengangguk semangat, "Dia bilang lukisanmu ini terlihat cantik namun gelap. Ada banyak perasaan yang tercampur didalamnya. Seperti, kau mencintainya tapi juga membencinya." tuturnya.

Davina terdiam. Dia tidak percaya ada yang menyukai lukisan terakhirnya itu. Lukisan terakhir yang dia buat lima tahun lalu untuk tugas terakhirnya sebelum putus kuliah.

"Itu lukisan yang kusuka dan kubenci." lirih Davina.

"Tapi siapa lelaki yang ada didalam lukisan itu? Jangan-jangan..." Sindi menunjuk Davina dengan mata menyipit, "Kenandra?!"

Davina menggeleng pelan. Sindi pun menghela nafas lega.

"Dia kakak sepupuku." tandas Davina.

"Sepupu?"

"Hem, aku sangat menyukainya tapi dia menghilang begitu saja. Aku hanya bisa merindukannya. Saking sudah lamanya, aku sudah tidak ingat bagaimana rupanya. Hanya samar-samar saja." jelas Davina.

"Jadi, bagaimana keputusanmu? Bisakah kau tetap disini?" pinta Sindi pelan. Dia sungguh berharap.

Davina menatap Sindi dengan raut tak terbaca lalu pada akhirnya mengangguk.

"Demi membayar hutangmu." tandasnya.

Sindi tersenyum lebar, dia langsung memeluk Davina dengan erat.

"Terima kasih Davina!" serunya bahagia.

***

Setelah bertemu dengan Davina, Sindi menuju ke suatu tempat. Dia berjalan menyusuri koridor panjang bercat warna-warni. Lukisan-lukisan berbagai warna dan bentuk dipajang di sepanjang dinding. Suara riuh anak-anak terdengar di beberapa ruangan.

Sindi akhirnya sampai di sebuah ruangan. Dia melihat seseorang sedang berdiri memunggunginya. Punggungnya yang membungkuk itu tengah mengajari seorang anak mencampur cat warna. Sindi mengetuk pintu.

Seseorang itu berbalik.

Sindi langsung tersenyum manis, "Pak Elang Adistra, saya mau melapor."

***

Elang membawakan sekaleng soda dingin itu Sindi yang duduk santai di ruangannya. Setelah itu, Elang duduk di kursinya.

"Kapan kau pulang?" tanya Elang membuka pembicaraan.

"Kemarin." jawab Sindi sambil meneguk sodanya.

"Lalu temanmu yang akan menjadi kuratorku mana?" tanya Elang lagi.

"Astaga, kak. Tidak sabaran sekali." decak Sindi.

"Aku serius, Sindi. Dimana dia?" tanyanya lagi.

Sindi meletakkan kaleng sodanya. Dia menatap Elang dengan raut tidak tidak enak.

"Sebenarnya itu yang ingin kubicarakan denganmu."

"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Elang.

Sindi mendesah pelan, "Ada urusan yang tak terduga jadi kurasa dia akan masuk kerja lebih lambat dari yang direncanakan. Aku bahkan harus mengatur ulang semua kebutuhannya. Apa kau memiliki saran sekolah yang bagus?" Ciri khas Sindi: membicarakan dua hal.

"Jadi maksudmu, temanmu itu ada halangan dan tidak bisa bekerja tepat waktu?" Sindi mengangguk.

"Kalau begitu, apa hubungannya dengan memilih sekolah?" tanya Elang bingung.

"Itu untuk anaknya." jawab Sindi cepat tanpa berfikir.

Tapi Sindi terdiam usai mengatakan itu. Dia menutup mulutnya. Sial, dia keceplosan!

"Anak? Dia punya anak?" seru Elang terkejut. Sindi hanya diam. Merutuki kebodohannya.

"Shit, padahal aku sudah berjanji tidak akan memberitahu siapapun." rutuk Sindi memukul-mukul dahinya merasa bersalah.

"Dia sudah menikah?" tanya Elang.

Sindi seketika menggeleng, "Dia ibu tunggal. Hanya berdua dengan anaknya saja." jawab Sindi. Sudah terlanjur basah, sekalian saja nyebur.

"Tapi kau tidak akan memecatnya kan? Meski sudah memiliki anak tapi dia masih sangat muda. Usianya sebaya denganku." ucap Sindi.

"Kemana ayahnya?" tanya Elang.

Sindi langsung mengatupkan mulutnya.

Mata Elang menyipit curiga setelah melihat keterdiaman Sindi. Dia berhasil mengambil kesimpulan yang terjadi.

"Ayahnya tidak ada karena dia hamil di luar nikah." tandas Elang.

"Itu bukan kesalahannya. Kekasihnya yang bersalah! Dia bahkan dikhianati oleh kekasihnya." jelas Sindi emosi.

Elang diam dan itu membuat Sindi panik.

"Kak El, aku mohon. Jangan pecat Davina, aku sudah berusaha keras membujuknya kembali ke Indonesia. Menjadi kurator adalah impiannya. Tapi sayang, karena insiden ini, dia harus kehilangan mimpinya." desah Sindi.

"Aku akan memikirkannya. Kalau dia bisa bekerja dengan baik, aku akan mempertahankannya. Aku tidak peduli dengan kisah tragisnya atau apapun itu. Karena aku lebih mementikan kemampuan dalam pekerjaannya." tegas Elang.

"Terima kasih kak. Aku jamin, Davina tidak akan mengecewakanmu." ujar Sindi senang.

Elang mengangguk, "Sama-sama. Oh ya, tadi katamu kau sedang mencari sekolah yang bagus?" tanya Elang mengalihkan pembicaraan.

Sindi mengangguk, "Tadinya aku ingin memasukkannya ke TK BIS, tapi kini tidak jadi."

"Maksudmu Bina International School? tkmu?" Sindi mengangguk.

"Kenapa tidak jadi? Sekolah disana sangat bagus dan bertaraf internasional. Baru-baru ini mereka juga sedang membangun ruang seni untuk para siswanya."

"Ada masalah. Dan kufikir, itu tidak cocok dengannya. Dan kalau difikir-fikir lagi, dengan otak sejenius itu agak disayangkan kalau harus masuk TK yang pelajarannya hanya itu-itu saja. Otak Dave jelas tidak akan mau memberikan tempat untuk pelajaran sederhana itu."

"Namanya Dave? Dan dia jenius?"

Sindi mengangguk mantap, "Usianya baru lima tahun tapi dia sungguh cerdas dan berbakat. Aku sangat iri pada Davina. Omong-omong, dia jago melukis. Lukisannya sangat terkenal dan dia sering mendapat berbagai penghargaan."

"Benarkah? Siapa namanya tadi?" tanya Elang antusias.

"Davandra Michel Rembrandt."

Elang langsung mencarinya di internet, lalu muncul sederet informasi tentang Davandra Michel Rembrandt. Dia terbelalak.

"Jadi dia Davandra itu? Pelukis cilik yang memenangkan penghargaan seni bertaraf internasional?!" serunya.

Sindi mengangguk bangga, "Luar biasa kan? aku sebagai tantenya bahkan sangat bangga."

"Daftarkan dia disini." tandas Elang menatap Sindi dengan sungguh-sungguh.

"Disini? Di SD Pelangi?" tanya Sindi kaget.

Elang mengangguk mantap.

"Seperti katamu barusan, otaknya terlalu disayangkan kalau harus mencerna pelajaran TK. Jadi daftarkan saja dia disini. Dia akan mendapat semua fasilitas yang menunjang potensi melukisnya."

***

Davina sedang berbelanja di supermarket sendirian kala dia ditelfon Sindi.

"SD Pelangi? Aku belum pernah mendengarnya."

"Ini adalah sekolah yang direkomendasikan temanku."

"Kau bilang temanmu? Siapa?"

"Elang, calon bosmu."

"Oh, tapi SD? Dave masih lima tahun."

"Tentu saja bisa. Aish, aku ingin menjelaskannya saat ini tapi aku harus rapat." decak Sindi.

"Ya sudah, rapat saja dulu. Nanti saja kita bicarakan di rumahmu. Kebetulan Dave ada disana. Aku menitipkannya pada mamamu."

Akhirnya Sindi mengiyakan. Dia menutup telfonnya. Davina pun yang sudah selesai berbelanja langsung keluar supermarket.

Begitu dia di basement, dia langsung menuju mobilnya. Tapi begitu dia tengah menaruh belanjaannya, dua orang berjaket hitam tiba-tiba menutup mulutnya dan langsung membawanya pergi. Davina meronta-ronta dan seketika ketakutan. Belanjaan dan kunci mobilnya tergeletak di tanah.

***

Davina dibawa oleh sebuah mobil bersama dengan tiga orang yang menculiknya. Dia menangis ketakutan. Dia juga tak bisa meminta bantuan. Ponselnya ada di tas dan tasnya dijaga oleh satu orang.

Davina sampai di sebuah rumah mewah. Dia diseret menuju sebuah ruangan besar di lantai satu. Begitu masuk, terlihat seseorang berpunggung tegap berdiri membelakanginya. Davina ditinggalkan sendiri dengan orang misterius itu.

"Siapa kau?" desis Davina menahan tangisnya.

Lelaki itu berbalik badan.

Davina terkejut, tapi hanya sekejap sebelum dia diliputi oleh amarah.

"Kenandra Hammasta." desis Davina menahan emosi.

Keandra menatap dingin Davina, "Kembalikan anakku."

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

jahat bener si kean

2025-04-21

0

ダンティ 妹

ダンティ 妹

bagus bngt

2021-09-24

0

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut kak

2021-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!