Rena menangis menyesali keputusannya meninggalkan Echa bersama Arfian. Dia ingin bertemu Echa, merindukan gadis kecilnya. Tapi Ben selalu melarangnya dengan alasan Arfian pasti akan melakukan hal buruk pada Rena jika berani menginjakkan kaki kembali kerumah itu.
Di tambah surat panggilan untuk sidang perdana perihal perceraian mereka sudah akan di mulai besok pagi.
"Sudahlah, jangan pikirkan anak itu. Apa kau menyesal karena memilih ku?" Tanya Ben.
Melihat Rena yang terus murung semenjak menginjakan kakinya di apartemen miliknya membuat Ben ragu kalau wanita ini benar-benar bahagia telah memilih nya.
"Ben, Echa putri kita. Kenapa kau tak berusaha untuk...."
"Dengar Rena, Echa memang putriku. Tapi dia lebih memilih pria itu. Apa yang bisa kita lakukan. Biarkan saja."
"Echa.. aku merindukannya."
"Ck.. merepotkan saja." Desis Ben.
Dia sungguh tak tahan lagi dengan rengekan Rena. Seharian wanita ini menangis dan susah sekali di bujuk. Ben bukan pria sabar seperti Arfian. Dia termasuk pria yang tak mau repot, lebih mementingkan dirinya di bandingkan oranglain.
"Ku bilang hentikan." Seru Ben dengan nada tinggi, membuat Rena langsung berhenti menangis. "Kita sudah sepakat bukan? Apapun yang terjadi jangan pernah menyesalinya. Aku pun meninggalkan orangtuaku demi dirimu. Apa kau tak bisa berkorban sedikit saja?" Berondong Ben kesal.
Rena menelan ludahnya. Dia tahu, orangtua Ben sangat tak menyukainya dulu apalagi sekarang saat tahu dirinya sudah pernah menikah pasti akan semakin tak di restui hubungan keduanya.
Dulu, Ben memilih untuk memutuskannya dan menuruti apa kata ayah dan ibunya. Tapi, kali ini Ben sudah berjalan dengan kakinya sendiri. Dia tak lagi meminta uang saku pada ayahnya karena telah memiliki perusahaannya sendiri.
Dia tak lagi mendengar apa yang di katakan orangtuanya. Lebih memilih Rena dan mencoba memperbaiki hubungan yang dulu sempat kandas di tengah jalan.
Rena menghapus kasar airmatanya.
"Bahkan ibu dan adikku tak lagi menerima ku. Itu semua demi dirimu." Ujarnya lantas pergi meninggalkan Ben.
Pria tinggi itu menghela nafasnya. Dia memang telah keterlaluan dalam bicara, tak berpikir jika Rena pun sudah banyak kehilangan saat ini.
"Maafkan aku." Lirih Ben menyesal. Rena tetap berjalan masuk kedalam kamar.
Berbeda halnya dengan Arfian dan Echa saat ini. Keduanya tengah tertawa lepas menyaksikan kekonyolan Rega. Mereka terlihat begitu bahagia seolah tak pernah terjadi apapun.
"Hahha..lagi." Seru Echa kegirangan melihat wajah Rega yang di coret karena kalah dalam bermain Ludo.
"sudah-sudah, uncle sudah kalah. lihat ini..." Ujarnya seraya mendekatkan wajahnya ke arah Echa.
Nampak putih semua teroles bedak karena selalu kalah. Echa tertawa begitu keras, dia senang bisa menyiksa pamannya sampai seperti itu.
"lihat itu kak, putrimu puas sekali." Adu Rega.
"hahahaha..aku juga." Tawa Arfian pecah.
Rega semakin cemberut, melipatkan tangannya di dada pura-pura marah. Echa yang melihat itu pun menghentikan tawanya.
"uncle..." Panggilnya pelan.
Rega tetap diam. Ingin tahu seberapa besar usaha gadis itu untuk membujuknya.
"hiks..."
"eh..kok." Rega terkejut ketika mendengar isakan kecil.
"Rega..." Arfian menepuk pundaknya. "tanggung jawab." Desisnya.
Rega menelan ludahnya melihat Arfian yang melotot tajam padanya. Dia pun segera memeluk Echa dan mencoba menenangkan gadis kecil itu.
"uncle marah pada Echa.." Isaknya.
"ga kok. uncle ga marah. beneran." Rega mengangkat tangannya dengan dua jari yang di angkat.
"beneran?"
"uumm..iya. jadi...."
"hahahaha..uncle tertipu." Sorak Echa menang, langsung berlari ke arah Arfian yang sudah berada di dapur.
"yaaaahhh...jadi kau berbohong? kau pura-pura menangis. dasar...awas ya..."
"hahaha.. Daddy. gendong Echa..."
"dasar nakal." Arfian mengangkat tubuhnya tinggi, memutarnya di udara hingga gadis kecil itu tertawa kegirangan.
"humm... dasar." Decih Rega.
Dia tak bisa menutupi rasa senangnya melihat Echa yang tetap ceria meskipun tak ada Rena sekarang. Bersyukur karena Tuhan sudah mempertemukan mereka dengan Arfian.
Pria baik dan rendah hati. Rega sempat tak menyukainya dulu karena merasa jika Arfian itu tak pantas dengan Rena. Dulu Arfian hanyalah pemuda biasa yang bekerja di sebuah kedai. Tak menyangka jika sekarang justru pria ini malah memiliki beberapa cabang di kota ini dan kota-kota lainnya.
Bahkan sebuah gedung dengan 3 lantai sudah berdiri kokoh, yang di jadikan kantor dalam 3 tahun ini.
Untuk itulah kenapa dirinya begitu kukuh mempertahankan keinginannya. Dia ingin menjadi seorang arsitek terkenal. Kuliah dengan hasil jerih payahnya sendiri tanpa merepotkan siapapun. Meskipun sebenarnya Arfian telah menawarkan bantuan padanya.
Arfian bersedia membiayainya, tapi Rega menolak dengan alasan ingin mandiri. Menjadi pria hebat seperti Arfian, kakak iparnya.
...***************************...
Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Arfian sudah siap untuk berangkat menuju persidangan. Hari ini dia akan menutup rapat-rapat hatinya. Keputusannya sudah sangat bulat. Menceraikan Rena dan membesarkan Echa seorang diri. Meskipun sudah jelas jika gadis kecil itu bukanlah putri kandungnya.
Rega dan Rada sangat mendukung keputusannya itu. Mereka berharap yang terbaik bagi Arfian juga Echa.
"haaaahh...." Helaan nafas Rada terdengar jelas.
Sena yang tengah melayani beberapa pembeli pun langsung meliriknya. Wanita itu terlihat khawatir dengan keadaan Rada. Dari tadi terlihat begitu murung dan raut kekhawatiran begitu nampak jelas.
"Bibi, ada apa?" Tanya Sena begitu para pembeli sudah dia layani semua.
"hari ini putriku akan diceraikan. sebagai seorang ibu rasanya sangat menyakitkan. Putri ku harus gagal dalam pernikahannya."
"bibi..."
"tapi..entah kenapa aku malah merasa lebih sakit dengan keadaan menantuku."
Sena yang mendengar itu hanya diam. Dia masih sangat muda dan tak tahu seperti apa beratnya berumahtangga. Hanya satu hal yang dia tahu, dalam rumah tangga tak boleh ada kebohongan.
"apa kesalahan kak Rena hingga di ceraikan?" Tanyanya penasaran.
Rada menggeleng pelan.
"tidak Sena. ini aib keluarga, tak seharusnya di ceritakan begitu mudah."
Sena mengangguk mengerti.
"bibi jangan bersedih. semua cobaan itu pasti ada hikmahnya. Doakan saja semoga kak Rena mendapatkan pengganti yang lebih baik dari mantannya itu."
Rada tak setuju dengan apa yang dikatakan Sena. Dia langsung membenarkan kalimatnya yang di rasa salah.
"seharusnya bukan seperti itu. tapi, semoga menantu dan cucuku mendapatkan pengganti yang lebih baik bahkan lebih segalanya dari gadis bodoh itu."
"loh..kok begitu?" Sena tak mengerti. "seharusnya bibi kan mendoakan putri bibi bukan malah...."
"kau akan tahu kenapa aku berdoa seperti itu." Ujarnya. "sudah sana layani lagi pembeli." Usirnya begitu ada beberapa orang yang mampir ke toko kelontongnya.
Sena pun mau tak mau harus mengubur rasa penasarannya. Dia langsung melayani para pembeli tanpa bertanya lagi.
Drt...Drt...
Rada tersenyum melihat pesan yang dikirim Arfian.
"huh..aku harus menyiapkan makanan spesial malam ini." Ucapnya.
...****************************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
bundA&M
lanjut
2022-01-11
0
🍃༺𝕳𝖚𝖏𝖆𝖓༻🥬🍒
jejak lg🏃🏃🏃
2021-12-13
3
gu$T@fJuGa
smp sini dulu
2021-12-13
2