Arfian sudah putuskan untuk berpisah dengan Rena. Dia tak ingin mempertahankan hubungan yang jelas-jelas sudah tak bisa lagi di selamatkan. Rena sudah memilih Ben, mereka bahkan dengan tidak tahu malu datang kerumah dan memohon pada Arfian.
Rada dan Rega bahkan tak bisa percaya itu, mereka berdua begitu marah hingga lebih memilih untuk pergi bersama Arfian.
"kalian ingin menikah?" Tanya Arfian dengan datar. Matanya menatap lurus ke arah tangan Rena dan Ben yang saling bertautan. "Baiklah, akan ku urus secepatnya surat perceraian kita."
"tunggu, apa kau menyerah begitu saja? Arfian jangan mengambil keputusan yang salah." Rada masih saja berharap jika Arfian tetap bersama Rena.
"justru sebuah kesalahan besar jika aku terus mempertahankan nya." Jawab Arfian.
"mamah, aku dan Ben..."
"jangan bicara. mamah tak menyuruh mu membuka mulut."
"mamah..."
"siapa kau, berani memanggil ku mamah. sampai kapanpun Arfian lah menantu ku." Rada memandang sengit Ben.
Arfian menghela nafas berat. Dia berdiri lalu pergi.
"aku akan pindah, rumah ini hak Echa. aku sudah berjanji pada dirinya akan memberikan rumah ini beserta isinya." Ujar Arfian. "meski dia bukan putri ku."
Rena terasa tertohok mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Arfian. Ben yang menyadari itu langsung mengelus punggung Rena.
Melihat Arfian yang pergi meninggalkan mereka, Rada pun segera menyusul.
"Arfian... tunggu."
"mah, aku tak akan merubah keputusanku. hari ini juga aku akan mengurus semuanya."
"mamah tak peduli soal Rena. Apapun keputusan mu mamah mendukung nya. hanya saja..." Rada memandang Arfian. "izinkan mamah ikut dengan mu."
"apa?" Terkejut mendengar nya. "tapi Kenapa?"
"karena Echa."
"Echa?"
"hum...Echa pasti memilih untuk tinggal bersama mu di banding ibunya sendiri. mamah hanya ingin bersama di samping mu dan Echa." Jelasnya.
"tapi.. Echa bukan putri ku." Arfian mengatakannya dengan suara pelan. "dia berhak tinggal bersama dengan kedua orangtuanya."
"tidak kak. Echa menangis seharian ini karena tak melihat kakak. Dari bangun tidur tadi dia terus mencari kak Arfian. bahkan..." Rega menyela. "dia tak makan dari pagi tadi."
"apa? kenapa kau membiarkannya. dia bisa sakit. dimana dia sekarang? kenapa kau disini?" Berondong Arfian. Terlihat gurat cemas di wajahnya.
Rada dan Rega pun semakin yakin jika mereka harus mempertahankan Echa agar tak di bawa pergi oleh Rena dan Ben. Mereka berdua sudah bisa menebaknya, Arfian pasti akan kehilangan setengah jiwanya jika jauh dari gadis kecil itu.
"kakak tenang saja. Echa ada di kamar."
"bujuk dia, jangan biarkan dia sakit." Arfian memohon pada Rega.
Rega menghela nafas.
"sudah aku lakukan. Echa hanya akan makan jika kakak ada."
Arfian semakin di lema. Dia ingin sekali menemui putrinya itu, membujuknya agar makan supaya tak sakit. Tapi, kenyataan tentang siapa ayah dari gadis itu membuat Arfian kembali mengurungkan niatnya.
"biarkan ayahnya yang membujuk dia." Seru Arfian.
"tapi kau lah ayahnya."Rada memastikan.
Arfian menggelengkan kepalanya. "aku hanya...." Rasanya berat mengatakan kalimat itu. "ayah tiri saja."
Dan di kamar, Ben terus membujuk Echa. Ia sangat kewalahan menghadapi gadis kecil yang merupakan darah dagingnya sendiri.
"echa mau Daddy..."
"sayang, ini Daddy. ayo kita pulang bersama Daddy."
"tidak. paman bukan Daddy echa. mommy, mana Daddy?"
Arfian,Rada dan Rega saling bertatapan kala mendengar keributan dari dalam rumah. Dengan cepat Arfian berlari kembali saat mendengar jelas tangis Echa yang memanggilnya.
Brak..
"apa yang kau lakukan?" Arfian sangat marah melihat Ben yang mencengkram keras lengan Echa.
Dengan sekali hentak dia mendorongnya, lalu segera memeluk tubuh mungil Echa.
"sayang..."
"Daddy dari mana saja?" Isaknya. "lihat..paman itu jahat." Adunya sambil memperlihatkan pergelangan tangannya yang merah.
Arfian sungguh marah melihatnya. Memandang Ben sengit, dia tak bisa membiarkan putrinya terluka.
"kau..." Desisnya. "Rena, kenapa diam saja saat pria ini berlaku kasar pada putrimu?"
Rena terdiam. Bukannya tak peduli, Dia hanya merasa jika Ben tak sengaja melakukannya karena Echa terus berontak.
"cih.. merepotkan saja. Rena, kau serahkan saja anak cengeng ini padanya."
"Ben, tapi..."
"apa kau tak ingin menikah dengan ku?"
Mendengar perkataan Ben membuat Rena berpikir keras. Memandang Echa dan Arfian bergantian. Rasanya berat meninggalkan Echa tapi hatinya tetap egois hingga memilih untuk tetap berada di samping Ben.
Pilihannya membuat Rada semakin marah. Hingga wanita itu menampar wajah Rena dengan keras. Arfian yang tak ingin Echa melihat semuanya langsung membawa gadis itu pergi.
"kau..bukan putri ku." Geram Rada. "kau lebih memilih pria busuk ini di banding putrimu sendiri. Memalukan."
"sudah mah, kita pergi saja." Rega langsung menarik Rada untuk pergi menyusul Arfian.
Rena menangkup wajahnya, dia menangis. Sebenarnya hatinya pun merasakan sakit saat memutuskan untuk memilih Ben, tapi dalam pikirannya dia berpikir jika Echa akan lebih baik jika bersama Arfian. Dia yakin Arfian akan tetap menyayanginya meskipun sudah tahu kebenarannya.
...*************************...
Echa tersenyum saat Rada menyuapinya bubur. Tangan kecil nya tak lepas dari genggaman tangan Arfian. Mereka tengah berada di sebuah restoran saat ini. Karena Echa merengek lapar dan ingin segera makan secepatnya.
"Arfian, kau sudah yakin?" Tanya Rada memastikan.
"humm...Echa tetap bersama ku." Arfian tak peduli dengan kebenaran yang ada. Dia sudah sangat menyayangi Echa, tak ingin gadis ini pergi jauh dari nya.
Rega menopang dagunya. Memperhatikan wajah berseri Echa. Dia ikut bahagia melihatnya.
"haaahh..." Menghembuskan nafas lega.
Arfian mengelus kepala Echa. Dia berjanji akan menutup rapat soal siapa ayah kandung Echa. Dirinya ayahnya bukan orang lain. Melihat sikap Ben tadi meyakinkan Arfian untuk tetap bersama Echa. Menjaga putri manisnya sampai dia benar-benar tak sanggup lagi.
"kakak ipar..ah..tidak. mulai saat ini aku akan memanggil mu kakak tanpa embel-embel lain di belakangnya." Seru Rega.
Arfian hanya tersenyum mendengarnya.
"apa kakak akan meninggalkan aku dan mamah?"
Arfian menaikan satu alisnya. Melihat wajah cemas Rada.
"orangtuaku tiada saat usia ku 18 tahun. sejak saat itu aku tak pernah merasakan kasih sayang. Bekerja tiap waktu melanjutkan hidup. Hingga aku mengenal mamah, rasanya aku kembali mendapatkan kehangatan dari seorang ibu. jadi....."
"jadi apa?" Rada semakin cemas begitu pula Rega.
"kalian tetap lah bersama ku."
"aaaaahhh...kau menakuti mamah." Helaan nafas terdengar begitu jelas. Rada merasa sangat bahagia.
"tapi Kenapa?" Arfian menatap Rada dan Rega dengan tatapan bertanya.
"kenapa apanya?" Tanya Rega.
"kenapa kalian ingin ikut denganku. aku hanyalah orang luar sementara Rena, putri mamah."
Rada mencibir mendengarnya. Rena memang putrinya, tapi kelakuannya yang seperti itu membuatnya malu untuk sekedar melihat wajahnya saja.
"dia bukan putri ku. putri ku sudah mati."
"ya, dia hanya orang asing sekarang."
Arfian tersenyum samar mendengarnya.
"tapi mamah akan pulang dulu, sudah beberapa hari ini mamah menginap dan meninggalkan toko kelontong. takutnya Sena mendapatkan kesulitan menjalankannya seorang diri."
"siapa Sena?" Tanya Rega, dia tak pernah tahu jika ibunya itu memiliki seorang pegawai di toko kecilnya.
Karena terlalu fokus kuliah dan kerja magang. Rada mencebikkan bibirnya ke arah Rega.
"dia putri nya paman Dirga mu. iiisshh... itulah kenapa pentingnya pulang kerumah. semenjak kuliah kau selalu diam di kosanmu.". Cibir Rada.
"sudah-sudah. mamah apa tak sebaiknya mamah tinggal di rumah ku saja?" Tawar Arfian. "aku akan menanggung semua kebutuhan mamah. tutup saja tokonya."
"tidak Arfian. toko itu peninggalan mendiang suami mamah. mamah akan terus mempertahankannya sampai seseorang bersedia melanjutkan nya." Sindiran yang di lontarkan Rada membuat Rega mendengus.
Dia tak pernah ingin menjadi seorang penerus. Cita-citanya menjadi arsitek, tak mungkin dia berhenti tengah jalan disaat berusaha mengejar keinginannya itu.
"kau tak usah khawatir soal Echa. Rega akan tinggal bersama mu untuk membantu menjaga echa." Lanjutnya.
"iya, kakak tenang saja. aku mengambil kuliah 3 hari dalam seminggu. Itu pun masuk siang. jadi, saat aku masuk kuliah Echa akan aku titipkan pada mamah. Kakak hanya perlu menjemputnya saat pulang dari kantor."
Arfian mengangguk pelan. Dia rasa tak buruk dengan saran yang di berikan Rega. Melirik Echa yang tengah mendongak menatapnya begitu polos.
"Daddy dan nenek sedang bicara apa?" Tanyanya tak mengerti sama sekali.
"tidak sayang." Arfian mengelus lembut pipi tembam nya. "sayang, mulai sekarang Echa tinggal sama Daddy dan uncle Rega ya."
"loh..lalu mommy?"
"mommy..." Arfian bingung harus menjelaskannya seperti apa. Echa masih sangat kecil dan belum mengerti apapun.
"mommy sedang mengejar hantu. agar echa bisa tidur nyenyak tiap malam." Rega berkata seperti itu dengan harapan anak gadis ini akan percaya.
"ooh... seperti pemburu?"
"pemburu?" Arfian bingung lalu melirik Rega.
"iya seperti itu." Kali ini Rada yang bicara.
Gadis kecil itu mengangguk semangat, dia percaya begitu saja tanpa bertanya kembali. Arfian merasa sangat bersalah karena telah menutupi segalanya, tapi mungkin ini kebaikan bagi putri kecilnya.
"Mah, besok aku akan langsung mengurus semuanya." Ucap Arfian. "perpisahan akan lebih baik bagi ku."
"iya. mamah hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mu."
Arfian sudah yakin dengan keputusannya. Rena bukanlah seorang wanita yang pantas dia perjuangkan. Pengkhianatan yang dilakukannya sungguh tak bisa di maafkan. Apalagi saat wanita itu lebih memutuskan untuk bersama selingkuhannya dan sama sekali tak peduli terhadap putrinya.
Arfian berharap keduanya mendapatkan balasan yang setimpal.
...*************************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
bundA&M
pengen liat karmanya
2022-01-11
1
🍃༺𝕳𝖚𝖏𝖆𝖓༻🥬🍒
semangat otor
2021-12-13
2
gu$T@fJuGa
kwputusanmu sdh benar Arfian
2021-12-13
1