Benaya diantar papa mama, Rebbeca dan kedua anaknya, keluarga lengkapnya. Ada rasa haru tersimpan dalam hati membuat Benaya tidak bersuara sepanjang perjalanan menuju bandara.
Benaya berangkat dengan penerbangan pertama, jadi subuh-subuh seisi rumah sudah heboh bersiap untuk keberangkatannya. Dia sengaja menginap di rumah sembari menikmati saat-saat terakhir bersama keluarganya sebelum pindah sementara. Mungkin tiga bulan awal dia tidak bisa menyempatkan pulang itu berarti tidak bertemu mereka, padahal biasanya seminggu sekali dia berkunjung ke rumah.
"Anak-anak nanti gak terlambat sekolah, Beca?"
Papa memecah kesunyian di mobil P ajero itu. Benaya duduk di depan nampak bersandar sambil menutup mata. Mama dan Rebbeca di deretan kedua. Sedangkan Matthew dan Moses di bagian belakang dan sudah tertidur kembali.
"Gak tahu deh pa... mereka maksa ikut, tadi malam berulang-ulang si Matthew ngomong mau ikut ke bandara..."
"Ben udah kayak papa buat mereka sih ya... makanya mereka sedih, gak ada lagi yang akan ajak mereka main atau bantu mereka belajar..."
"Bisa lewat telpon kan, kalau anak-anak kesulitan buat PR, biasanya juga gitu ma..."
Rebbeca menjawab sedih. Kakaknya banyak membantu dia menangani anak-anak sejak daddy mereka tidak ada. Benaya tambah sedih mendengar omongan mama dan adiknya. Waktu boss Nico memutuskan dia yang ke Manado, dia memang sungkan untuk bersikeras menolak meskipun tak suka, biar bagaimana pun sudah banyak kebaikan si boss untuk dia. Dia lupa hal ini, dirinya sangat penting untuk dua ponakannya.
"Kamu harus cepat-cepat cari suami Beca..."
"Ih papa, belum setahun juga, lagian masa aku yang nyari, amit-amit..."
"Maksud papa bukan begitu, buka dirilah... keluar sana, sudah cukup mengurung diri di rumah..."
"Aku udah mulai usaha kok... Sekarang aku udah mulai jualan lagi. Dessert aku mulai dapet pasar lagi pa... padahal baru beberapa hari aku jualan. Aku udah hubungi Kak Nindy juga, minggu depan mulai nitip kue lagi di beberapa kafe kak Nindy. Lumayan pa setiap hari 500 buah untuk 2 jenis kue... segitu dulu lah semampunya aku. Nanti kalau rumah aku udah terjual aku mau buka toko sendiri, sekarang cari pasar dulu, yang penting orang ingat lagi kue buatan aku... besok-besok punya toko sendiri lebih gampang..."
"Rumah kamu jangan dijual Beca... nanti susah beli rumah lagi, tambah mahal. Lagi pula itu peninggalan daddynya anak-anak..."
Benaya memutar kepala memandang adiknya, dia terusik dengan keinginan Rebbeca menjual asetnya.
"Tapi aku gak bisa tinggal di sana lagi kak... suka teringat suami aku, suka sedih lagi..."
"Aku gak nyuruh kamu tinggal di sana, sayang aja rumah yang kalian beli susah payah dulu, lokasinya bagus luas lagi... mungkin kamu gak akan bisa beli yang sama bagusnya nanti... sekarang memang masih suka sedih tapi perasaan bisa berubah. Dikontrakkan aja dulu. Justru dua mobil kalian itu yang dijual, nilainya tambah lama tambah menurun... kamu bisa pakai mobil mama atau mobil aku. Nah... hasil jual mobil bisa kamu pakai untuk beli atau sewa toko..."
"Aku masih punya tabungan juga sih sebenernya..."
"Tabungan jangan digunakan kalau tidak urgent, justru barang-barang di rumah kamu itu yang kamu lepas jadiin duit lumayan buat tambah modal usaha..."
"Mmm iya... iya... lumayan juga sih kak, Paul kan kalau beli barang yang kualitasnya bagus pastilah ada harganya walaupun second... apalagi sekarang gampang jual barang second sih ya... posting aja pembeli datang sendiri..."
"Iya... memutuskan sesuatu jangan pakai emosi, perhitungkan dengan baik..."
"Iya, kak..."
"Ben... kamu juga, sempatkan cari istri jangan kerja terus... harusnya papa sudah punya banyak cucu sekarang..."
"Istri gak perlu dicari, kalau sudah jodoh dan sudah waktunya, pasti akan bertemu, kita gak pernah tau jalan dan garisnya... walaupun udah kadaluarsa sih ya... mama selalu berdoa buat kamu Ben, pasti ada jalannya..."
Benaya tersenyum mendengar kata kadaluarsa, dia sudah masuk kategori itukah? Tapi kata 'jalan, garis dan waktu' yang diucapkan mama mengganggu hati seorang Benaya. Apakah dia akan bertemu seseorang di sana? Hahh... dia telah banyak bertemu wanita dan tidak ada seorang pun dari mereka yang sanggup menggetarkan hatinya, pernah sih tertarik, tapi rasa itu tidak cukup kan, sebab perasaannya tidak pernah berkembang lebih dari itu, setelahnya dia langsung bosan.
Terpikirkan sesuatu... jika memang ada seorang gadis di sana, tidak penting asli sana sama etnis dengannya atau beda daerah yang penting bertemu di sana, dan gadis itu bisa membuat dia tertarik kemudian dia penasaran, maka dia berjanji pada dirinya sendiri bukan untuk papa tapi untuk dirinya sendiri, dia akan mengejar gadis itu dan langsung akan menikahinya... cinta bisa tumbuh belakangan kan?
Tapi apa cinta itu... bahkan dia tidak tahu apa artinya cinta, dia malah suka bingung dan heran ketika teman-temannya mampu berkorban apa saja untuk seorang gadis dengan alasan cinta, menurutnya cinta itu naif dan absurd
Ya ampun Ben... kamu aja lahir karena cinta, masa gak paham? Kamu tuh yang naif...
"Oke pa..."
"Eh... apa yang oke?"
Papa jadi bingung, setelah semua terdiam cukup lama tiba-tiba tanpa sebab anaknya bersuara. Mobil sedikit oleng karena papa menatap Benaya agak lama, sementara yang ditatap tetap memandang ke depan, tanda masuk ke Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta sudah terlihat di kejauhan.
"Aku akan ikuti kemauan papa dan mama... aku akan menikah tahun ini, tapi tolong cabut persyaratan papa harus dengan orang Manado, kalau aku ketemu seseorang dan bukan asal sana, papa harus setuju..."
"Tidak Ben... papa punya alasan untuk itu..."
"Pa... itu salah satu yang membuat aku gak nikah-nikah sampai sekarang... Lagi pula Rebbeca nikah bukan dengan orang Manado papa setuju aja... kenapa jadi keharusan buat aku?"
"Kamu anak lelaki, bawa fam keluarga besar, nama nenek moyangmu melekat padamu, ada darah Manoppo mengalir di tubuhmu... kamu tidak bisa sangkal soal itu, tapi kamu tidak ada cinta untuk daerah asalmu... makanya papa minta kamu cari istri satu asal supaya kamu tidak semakin lupa dari mana kamu berasal... mengerti kamu?"
Benaya diam, tidak pernah berpikir tentang hal itu, tidak punya sanggahan juga, karena sejujurnya telak di sasaran omongan papa barusan, dia memang kurang antusias mengapresiasi hal-hal yang berbau Manado. Tapi, keinginan gak masuk akal si papa...
Ben lupa tuh bahwa dia suka sekali makanan khas daerahnya, astaga Ben...
"Ya udah..."
"Ya udah apa maksudnya..."
"Jangan nuntut aku nikah..."
"Ni anak... apa susahnya nurut sama papa sih..."
"Susah pa... permintaan papa susah buat aku..."
"Udah gak usah bertengkar, udah sampe..."
Mama memotong untuk menyudahi pertengkaran papa dan Ben yang selalu terulang saat bicara soal Ben nikah harus dengan orang Manado.
Benaya turun dari mobil, membuka pintu belakang, mengambil 2 koper besar miliknya. Untung saja sudah tiba di bandara, sehingga pembicaraan yang selalu membuat otaknya korslet segera terhenti. Dia kembali jadi Ben dengan antipati yang semakin bertambah untuk sebuah pernikahan dengan gadis Manado obsesi milik sang papa. Dan sekarang dia sedang menuju Manado, seperti sebuah karma untuknya, mungkin memang sudah digariskan dalam perjalanan hidupnya.
.
.
.
Jangan pernah terlalu suka terhadap sesuatu... suatu saat kamu bisa saja mengalami kemalangan karena rasa suka yang berlebihan...
Jangan pula terlalu membenci sesuatu karena bisa saja suatu saat kamu tidak dapat menolak sesuatu yang kau benci itu melintas di hidupmu...
~AuthorCobaBikinQuotes~
.
Hi readers... semoga kalian menyukai cerita aku kali ini... enjoy ya...
Buat readers yang suka tulisan yang penuh misteri, ketegangan, intrik, dan lain-lain... mungkin ini tidak cocok untuk kalian... alurnya akan biasa saja...
.
✴
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Putri Minwa
ceritanya menarik thor
2023-02-12
0
Neng Rinrin Neng Rinrin
aku jg dah bc tetangga jd suami...sk thor ceritanya,smngt trs ya...
2021-09-17
1
Elshadday S
karya nya realistis ya thor..good
2021-09-11
1