"Baiklah, kami akan segera mengabari kalian."
Anya bernapas lega saat sesi interview telah selesai. Ia benar-benar sangat berharap bisa bekerja di tempat ini. Gadis itu cukup percaya diri karena mampu melalui sesi interview dengan sangat baik.
"Ini terlihat sangat mewah dan bagus Tante." Hana menunjuk salah satu gambar rumah yang terdapat di brosur. Rumah modern dengan luas total lima ratus meter dan memiliki pencahayaan yang baik.
"Pilihan yang bagus Nona, harganya pun masih tergolong murah di kelasnya." Seorang agen properti segera memberikan pendapatnya setelah melihat pilihan Hana.
Theresa memperhatikan betul apa yang Hana pilih. "Boleh juga pilihanmu, Sayang."
Mendapat pujian seperti itu, Hana menyunggingkan senyumnya. Senang rasanya bisa sedikit membumbung tinggi hati ibu dari kekasihnya itu.
Hana dan Theresa memang kerap kali berpergian bersama. Kali ini ia meminta Hana untuk menemaninya mencari rumah, sebab wanita itu memang lebih senang berinvestasi dalam bentuk bangunan.
Theresa sangat menyukai Hana dan merestui hubungan keduanya. Namun, sayang, sang suami malah menjodohkan putra sulung mereka dengan anak sahabatnya sebagai bentuk balas budi.
Theresa sadar keluarga Caldwell memang memiliki banyak hutang budi kepada keluarga Handoko, tetapi bukankah masih banyak cara untuk membalas kebaikan tersebut selain menikahkan anak-anak mereka?
"Sigit bahkan sudah mati, jadi buat apa hutang budi pada orang mati!" Batin Theresa jengkel.
"Loh, Mbak Anya?" Konsentrasi Theresa buyar tatkala Hana tiba-tiba menyebut nama sang menantu.
Hana rupanya mendapati Anya keluar dari salah satu ruangan di sana.
Anya sendiri cukup terkejut mendapati ibu mertuanya tengah duduk akrab bersama Hana.
"Hana, Mama." Anya perlahan menghampiri mereka. Dengan sopan Anya juga mengulurkan tangannya kepada sang ibu mertua. Namun, Theresa hanya mengambil ujung tangan Anya dan langsung menariknya cepat, saat gadis itu hendak mencium tangannya.
Hana menarik sedikit sudut bibirnya. "Mbak sedang apa di sini?" tanyanya ramah. Jelas sekali ia berusaha bersikap baik terhadapa Anya di mata Theresa.
"Aku baru saja interview." Jawab Anya tersenyum.
"Oh, kau jadi bekerja? Tidak mampu mengurus rumah tangga atau bagaimana?" tanya Theresa sinis.
Anya tersenyum maklum. "Hanya mengisi waktu luang agar tidak jenuh, Ma," jawabnya.
"Jadi anakku membuatmu jenuh, ya?" Theresa meninggikan suaranya sedikit hingga membuat beberapa staf properti menoleh ke arah mereka.
Mendengar perkataan Theresa, Anya berusaha untuk tidak panik dan malu. "Bukan itu maksud Anya, Ma."
"Alaaah, sudah pergi sana!" Theresa tanpa belas kasih mengusir Anya, sebelum kemudian beralih kembali pada Hana.
Anya terdiam. Hatinya nyeri luar biasa.
"Tan, bagaimana kalau kita ajak Mbak Anya makan siang bersama kita?" usul wanita muda itu.
"Tidak perlu, Sayang, Tante hanya ingin berdua denganmu, orang lain jangan sampai mengganggu!" Jawab Theresa sembari melirik Anya sinis.
Tahu bahwa kehadiran tidak diinginkan, Anya memilih undur diri. Gadis itu hanya bisa menatap nanar tangan Theresa yang tengah menepuk-nepuk lembut tangan Hana.
"Aku pulang dulu ya, Ma," Anya menyodorkan tangannya kembali untuk berpamitan, tetapi kali ini Theresa tidak menyambutnya. Dengan sedikit menahan malu ia menarik tangannya kembali dan pergi.
"Kamu baik sekali padanya, Sayang, padahal dia sudah merebut Axton!" ucap Theresa jengkel setelah Anya pergi.
"Mbak Anya tidak merebut, Tan. Mereka dijodohkan," jawab Hana lembut.
"Mereka memang dijodohkan, tapi perjodohan itu tidak akan terjadi kalau si gadis kampungan menolaknya!" seru Theresa marah
Hana bergeming, matanya mulai berkaca-kaca.
Melihat itu Theresa merasa khawatir. "Sayang, jangan menangis. Tolong bersabar ya? Tante pasti akan membuat kalian bersatu. Tunggu saja!"
Hana mengangguk pelan. Wanita muda itu berusaha menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar.
"Mau bagaimanapun, aku lah pemenangnya." batin Hana.
Sesaat kemudian Theresa tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia kembali bersuara. "Mas, saya akan membeli tiga unit rumah ini, tapi dengan satu syarat," ujarnya.
"Syarat apa Nyonya?" Merasa mendapat durian runtuh, orang tersebut bertanya dengan nada antusias.
"Jangan terima gadis yang barusan itu, bekerja di tempat ini!"
...*****...
Malam hari.
Axton masuk ke dalam apartemen dengan terburu-buru. Matanya nyalang menatap Anya yang sedang asyik menonton televisi. "Hei! Siapkan dirimu, kita pergi ke rumah orang tuaku."
Mendapat perintah demikian Anya segera melesat ke dalam fitting room untuk berganti pakaian. Dia tidak ingin repot-repot bertanya, karena sudah pasti bukan jawaban yang akan didapatkannya.
...*****...
Tidak perlu waktu lama keduanya tiba di kediaman megah keluarga Caldwell.
"Anakku yang tampan!" Theresa berlari menghambur ke dalam pelukan sang putra tercinta. "Ya Tuhan, Mama rindu sekali. Kamu kenapa tidak pernah pulang ke rumah?"
Axton membalas pelukan sang ibu. "Maaf, Ma, jadwal syutingku sedang padat." Jawabnya.
"Mama mengerti, Nak." Mata Theresa lalu beralih pada Anya. Jelas sekali terlihat, jika wanita igu memaksakan senyum ramahnya pada sang menantu.
Theresa kemudian mengajak mereka menuju ruang makan. Namun, Anya terkejut ketika mendapati bahwa Hana juga berada di sana, duduk dengan nyaman bersama Maxim, papa mertuanya.
"Ahh, tadi Mama sedang bersama Hana sedang melihat-lihat rumah, jadi sekalian saja Mama ajak ke rumah untuk makan malam bersama kita. Tidak apa-apa kan, Sayang?" tanya Mama lembut.
"Tentu saja." Axton menganggukan kepalanya seraya tersenyum.
"Lain kali ajak juga Anya, Ma. Habiskanlah waktu bersama." Maxim membuka suaranya.
Theresa berdehem sejenak, sebelum mengiyakan perkataan sang Suami. Ia tidak mungkin menolak terang-terangan.
"Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Maxim saat Anya mencium tangannya. Pria itu mengelus lengan sang menantu dengan penuh kasih sayang. Melihat perlakuan baik yang Maxim tunjukkan tentu membuat dada Hana terasa panas.
"Aku baik, Pa. Papa bagaimana?"
"Seperti yang kau lihat."
Obrolan ringan pun mengalir. Anya lebih banyak berbincang dengan Maxim dari pada ketiga lainnya. Gadis itu bahkan mampu tersenyum bahagia saat bertukar cerita dengan sang papa mertua. Namun, hal itu tidak berlangsung lebih lama, sebab setelah makan malam Maxim harus langsung beristirahat di kamar. Kesehatannya yang mulai menurun membuat Maxim harus banyak beristirahat.
"Sayang, bagaimana drama baru yang sedang kau bintangi?" tanya Theresa selepas mengantar Maxim ke kamar mereka.
"Syuting sudah dimulai sejak kemarin." Jawab Axton.
Mata Theresa berbinar-binar. "Bagaimana dengan Hana? Kapan fashion show-mu diadakan lagi? Tante tidak sabar ingin melihatnya."
"Besok aku akan terbang ke New york untuk ikut fashion week di sana, Tan," jawab Hana bangga.
"Waaah, bangga sekali Mama pada kalian berdua. Sama-sama bintang besar yang memiliki karir cemerlang. Andai saja kalian bersama, pasti kalian akan jadi pasangan yang sempurna!"
Hati Anya mendadak pilu. Obrolan mereka benar-benar membuat Anya berkecil hati. Ia merasa seolah menjadi sampah di antara tumpukan emas.
Anya terasingkan di sini.
...*****...
"Sampaikan salamku pada Papa, Ma," pamit Axton saat hendak masuk ke dalam mobil. Ketiganya kini bersiap untuk pulang. Theresa lah yang meminta Hana untuk pulang bersama Axton dan Anya.
"Iya, Sayang. Kalian berdua hati-hati ya," ujar Theresa tanpa memerdulikan Anya.
Anya yang tidak berlama-lama di sana memilih untuk masuk ke dalam mobil duluan. Namun, begitu Anya hendak duduk di kursi depan, Theresa segera menghampiri dan menarik gadis itu keluar. Ia dengan lembut menggiring Hana untuk duduk di depan, sementara Anya dihempaskan di kursi belakang.
Anya memegang lengannya yang terasa sakit akibat cengkraman kuat Theresa tadi.
Theresa tanpa rasa bersalah mulai melambaikan tangannya sampai mobil mereka hilang dari pandangan.
Di sepanjang perjalanan Anya hanya bisa terdiam. Matanya yang nanar menatap sekumpulan pemuda pemudi yang tengah asyik bersepeda di jalanan sembari tertawa riang. Anya bahkan mendapati sepasang orang tua yang sedang mengobrol dengan anak mereka di halte sembari menunggu bus datang.
Anya iri! Rasanya Tuhan begitu tidak adil pada hidupnya. Setelah kehilangan kedua orang tua dan dibenci Elang, kini Anya harus menjalani biduk rumah tangga yang penuh dengan siksaan ini.
Apa yang Tuhan inginkan sebenarnya? Dosa apa yang sudah ia perbuat di masa lalu, hingga ia harus menjalani hidup seperti ini?
Anya tersentak kala air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipinya. Gadis itu buru-buru menghapus air mata tersebut, sebelum Axton dan Hana melihat. Ia tidak boleh terlihat lemah. Ia tidak boleh terlihat rapuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Asni Ladimu
yg sabar Anya ad pelangit setelah hujan
2022-11-18
0
Aris Pujiono
kasian anya..
2022-01-11
0
Pangeran Matahari
kesel bgt sama tu emak2
2021-11-21
0