Suhu kamar yang dingin membuat Anya tidak bisa tidur dengan nyaman. Beberapa kali tubuhnya tampak menggigil kedinginan. Maklum saja, sejak tinggal bersama Bu Rastini, Anya jadi terbiasa tidur dengan kipas angin meja. Gadis itu seakan lupa bagaimana rasanya tidur di ruangan ber-AC.
Anya pun terpaksa bangun dari tidurnya dengan keadaan luar biasa pegal sebab harus tidur meringkuk di sofa. Ia kemudian mandi air hangat untuk menyegarkan diri, sementara Axton masih tertidur pulas.
Setengah jam kemudian Anya keluar dari kamar mandi. Netranya melirik ke arah tempat tidur yang dihuni Axton. Tempat itu rupanya sudah kosong, mungkin Axton sudah turun duluan untuk sarapan.
...*****...
"Mbak Anya, di sini, Mbak!" Callista, adik iparnya, melambaikan tangan pada Anya yang tengah sibuk menoleh ke segala arah. Ketika mengetahui siapa yang tengah memanggil, Anya bergegas menghampiri tempat tersebut.
"Selamat pagi," sapa Anya pada seluruh keluarga sang suami. Namun, hanya papa mertua dan adik iparnya saja yang menjawab sapaan Anya dengan ramah.
"Jadi bagaimana X? Untuk sementara saja." Maxim kembali bersuara. Tampaknya beliau sedang membicarakan sesuatu dengan Axton.
"Istrimu pasti setuju. Iya 'kan, Anya?"
Mendengar pertanyaan yang datang tiba-tiba dari sang mertua, membuat Anya hanya bisa memasang wajah kebingungan.
"Kalau mereka tidak mau tinggal dengan kita tidak usah dipaksa, Pa." Theresa, istri Maxim, menanggapi dengan raut wajah ketus. Beliau adalah satu-satunya orang di keluarga inti yang tidak setuju dengan pernikahan Axton dan Anya. Sejak awal mereka bertemu, wanita itu sudah menunjukkan gelagat tidak sukanya pada Anya. Sikap Theresa benar-benar berbeda jika dibandingkan dengan yang dulu, saat keluarga mereka masih dekat.
Anya akhirnya menangkap maksud dari perkataan Maxim tadi.
"Aku bagaimana Kakak saja, Pa," jawab Anya berhati-hati, sembari melirik Axton yang tampak asyik menyesap kopinya.
"Kami akan langsung pulang ke rumah." Kata pria itu sejurus kemudian.
Raut kekecewaan sontak terpatri di wajah Maxim. Anya yang melihat itupun aegera menimpali, bahwa mereka akan sering-sering mampir ke rumah utama.
"Oke, baiklah." Jawab Maxim dengan senyum senang.
"Kalau kau tidak sering-sering datang ke rumah juga tidak apa-apa, yang terpenting X! Ya, sayang?" Theresa menepuk lembut telapak tangan Axton.
Meski hati Anya terasa linu mendengar perkataan Theresa, tetapi ia tetap tersenyum lembut. Sepertinya gadis itu harus mulai terbiasa dengan sikap ibu u mertuanya tersebut.
Beberapa saat kemudian Bu Rastini, Kinanti dan Jagat bergabung bersama mereka, dan disaat itu juga, sikap Theresa berubah menjadi lebih ramah pada Anya.
...*****...
"Berbakti dan layani suamimu dengan baik ya, Nduk? Jangan lupa untuk sering-sering memberi kabar." Bu Rastini memeluk Anya erat sembari meneteskan air mata. Wanita itu merasa sangat berat harus berpisah dengan Anya yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri.
Anya membalas pelukan Bu Rastini. Gadis itu menangis, mengucapkan puluhan kali kata terima kasih karena telah sudi merawatnya selama ini. Ia juga bergantian memeluk Kinanti dan Jagat yang tampak tidak rela melepas kepergian kakak tertua mereka. Kakak yang selalu menjaga dan menyayangi mereka.
"Mbak, kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang ke aku, ya?" ujar jagat. Anya tersenyum seraya mengelus kepala sang adik yang sudah jauh lebih tinggi darinya itu.
"Sejak kapan kau jadi setinggi ini?" tanya Anya takjub. Bukannya menjawab, Jagat malah kembali memeluk Anya seerat mungkin.
Setelah puas berpamitan pada kedua keluarga, Anya dan Axton pergi dari Hotel menuju apartemen pria itu. Semula Anya sempat ingin ikut mengantar ibu dan adik-adiknya ke bandara, tetapi Bu Rastini melarang keras.
Hanya ada kesunyian yang menemani keduanya di sepanjang perjalanan. Anya tidak berani memulai pembicaraan dan membiarkan Axton fokus menyetir. Lagi pula dari raut wajahnya, sangat terlihat bahwa Axton tidak ingin diganggu.
Satu jam kemudian mereka telah sampai di Alapartemen Axton. Pria itu memindai sidik jarinya untuk membuka pintu apartemen kemudian masuk begitu saja ke dalamnya. Anya langsung mengikuti Axton dari belakang dengan susah payah, sebab sambil menyeret dua buah koper besar dan sebuah tas tangan kecil.
Apartemen yang Axton tinggali berbentuk persegi panjang. Begitu masuk dia langsung disuguhi dapur yang sangat mewah di sebelah kanan dan ruang makan modern di sebelah kiri. Ada juga ruangan bertuliskan 'laundry room' di dekat pintu masuk.
Axton berjalan melewati dapur, sementara Anya membuntutinya dari belakang. Di sebelah dapur, Anya melihat toilet dan juga sebuah ruangan dengan pintu geser. Sedangkan di sebelah kiri terdapat tangga menuju lantai dua.
Matanya kemudian menatap takjub pada ujung ruangan yang ternyata adalah sebuah ruang televisi besar nan mewah. Terdapat beberapa alat olahraga juga di sana.
"Kau tidur di sana!" Axton menunjuk sebuah ruangan dengan pintu geser yang berada di dekat toilet. "Lantai dua adalah kamarku. Kau hanya boleh ke atas untuk membersihkannya."
Anya mengangguk patuh tanpa berkata-kata.
"Asisten rumah tangga hanya akan datang seminggu sekali, selebihnya kau kerjakan semua sendiri! Mengerti?" jelas Axton dengan nada dingin.
Anya menggigit kecil bibirnya seraya mengangguk kembali.
Axton kemudian menyuruh Anya untuk membereskan barang-barangnya di ruangan yang ia tunjuk, sebelum melangkahkan kaki ke lantai atas. Namun, sebelum itu ia juga menyuruh Anya untuk menemuinya di ruang televisi setengah jam kemudian.
Selepas kepergian Axton, Anya melangkah masuk ke dalam ruangan. Betapa kagetnya gadis itu ketika mengetahui bahwa ruangan tersebut bukanlah kamar, melainkan fitting room. Sepanjang matanya menjelajah, hanya ada pakaian-pakaian, sepatu-sepatu, serta segala aksesoris milik pria tersebut. Matanya kemudian menemukan sebuah futon tipis yang tergulung rapi di pojok ruangan.
Mata Anya seketika panas. Sejak awal Axton memang menyiapkan ruangan ini untuk menjadi kamar tidurnya.
'Segitu tak sudikah ia tidur denganku?' batinnya pilu.
Air mata seketika lolos membasahi pipi Anya.
...***...
Belum lepas dari keterkejutannya soal kamar, Anya kembali dibuat sakit hati dengan surat perjanjian yang Axton sampaikan.
Gadis itu menatap surat tersebut selama beberapa saat. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ada di benak Axton. Buat apa dilakukan pernikahan jika mereka hanya akan menjalaninya selama satu tahun? Dia juga tidak diperkenankan mencampuri urusan Axton.
Terlebih yang paling menyesakan hati Anya adalah, Axton yang akan tetap menjalin hubungannya dengan Kim Hana, seorang model majalah dewasa, wanita yang telah menjadi kekasih Axton selama tiga tahun ini.
Anya pun dilarang keras memberitahukan status mereka pada siapa pun. Hanya para tamu undangan yang kemarin datang menghadiri acara pernikahan mereka lah, yang tahu jika mereka telah menikah.
Anya menahan sudut bibirnya agar tetap tersenyum. Gadis itu tanpa ragu menandatangani surat tersebut dengan tangan gemetar. Meski menyakitkan, ia tidak memiliki pilihan untuk menolak. Mereka sudah terlanjur menikah dan Anya tak bisa mundur begitu saja.
Semua demi keinginan Maxim.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Aris Pujiono
axton bener2_ya
2022-01-05
0
Pangeran Matahari
mantap bgt kk
2021-11-21
0
Ris Andika Pujiono
wow parah nih Axton
2021-11-21
0