"Jangan sampai kau hilangkan atau jual lagi naskah ini X." Salah seorang kru senior memberikan setumpuk kertas pada Axton sambil tersenyum meledek. Axton mendengkus kesal. Setelah sempat dimaki-maki oleh salah satu petinggi suatu produk akibat menghilangkan kertas kontrak kerjasama mereka, kini ia harus menerima sindiran lain.
Axton segera membaca naskah tersebut sembari mengisi waktu istirahat disela-sela pemotretannya.
Naskah yang dipegang Axton tidak setebal naskah drama lainnya, karena kali ini ia hanya akan berakting di drama mini seru berjumlah lima episode saja. Semula pria itu malah menolak tawaran untuk mengambil peran di sana, tetapi Ian, sahabat sekaligus manajernya, bersikeras meminta Axton untuk menerima tawaran tersebut.
"Satu menit lagi, ayo!" seru Pak Danu, seorang photographer profesional majalah ternama tempat Axton bernaung.
"Kak," Delia, asisten pribadi Axton dengan cepat memakaikan kemeja putih pada pria itu. Semua kancingnya dibiarkan terbuka agar tubuh kekar Axton terekspos sempurna.
...*****...
Anya tersenyum puas menatap pakaian-pakaian yang telah dia cuci dan jemur. Gadis itu memandang seisi apartemen yang sudah bersih dengan tatapan bangga.
Tiba-tiba sebuah email masuk ke ponsel Anya.
Undangan Tes dan Interview PT. XXX XXX.
Selamat Pagi,
PT. XXX XXX mengundang saudara/i untuk hadir pada proses test dan interview kerja pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 20 Oktober XXXX
Jam : 08.00 WIB – Selesai
Lokasi : Jalan Kejaksaan No.16, Jakarta Timur.
(Perumahan Cecillia Residence)
Note :
1. Mohon membawa Hardcopy surat lamaran kerja, Curriculum Vitae, Transkip Nilai, dan Ijazah.
2. Mohon menggunakan pakaian rapi, bersih dan sopan.
3. Mohon datang 10 menit sebelum waktu test yang diberikan.
Silahkan konfirmasi kehadiran anda dengan replay undangan ini, format :
Nama_Posisi yang dilamar_Hadir/Tidak Hadir.
Terima kasih,
Rio Dewantara
HRD PT. XXX XXX
Begitu membaca isi dari email tersebut, Anya sontak memekik kegirangan. Terang saja, seminggu yang lalu ia memang sengaja melamar pekerjaan atas seijin Axton dan Maxim Ia tidak ingin berdiam diri di rumah saja.
Butuh waktu bagi Anya untuk mendapat persetujuan mereka, terutama Maxim yang semula berkeras hati tidak mengizinkan sang menantu bekerja.
Anya kembali memandangi isi email itu. Setelah sekian lama tinggal bersama Axton, baru kali ini Anya merasa bahagia karena akhirnya keinginan untuk bekerja tercapai. Maklum saja, Anya memang terbiasa mandiri. Sejak lulus SMA ia sudah bekerja sambil kuliah guna membantu perekonomian keluarga bu Rastini.
Bu Rastini pun semula menolak keras, tetapi Anya yang cukup tahu diri akan posisinya tentu tidak akan membiarkan sang ibu berperan sebagai kepala keluarga sendirian.
Perihal seluruh harta peninggalan yang dimiliki kedua orang tua Anya, Elang telah mengambilnya. Anya hanya membawa sedikit tabungan dan sebuah mobil keluarga milik sang ayah, yang kemudian terpaksa ia jual untuk melunasi biaya sekolahnya serta Kinanti dan Jagat.
Untuk kali ini Anya memang bukan bekerja untuk uang, melainkan untuk mengisi waktu disaat Axton tidak di rumah. Oleh sebab itu, pekerjaan yang Anya pilih tidak terbilang padat. Jam kerjanya hanya dari pukul delapan pagi sampai pukul dua siang di salah satu perumahan elit, sebagai agen properti. Pengalamannya yang pernah menjadi sales salah satu dealer mobil mewah pasti akan sangat berguna.
"Semoga keberuntungan berpihak padaku." gumamnya senang.
...*****...
Malam telah tiba, Anya yang sedang menunggu Axton di ruang televisi seketika terperanjat, begitu mendengar suara keras pintu apartemen mereka yang terbuka. Ia buru-buru bangkit dari sofa dan menghampir pintu.
Axton rupanya pulang dalam keadaan mabuk. Ia tampak kepayahan sebab dipapah oleh dua orang asing yang tidak Anya kenal.
"Ahh, kau pasti Anya, 'kan?" ujar salah seorang dari mereka begitu melihatnya. "Aku Ian, manajer X, dan ini Delia, asisten pribadinya."
"Oh," gumam Anya.
"X mabuk, kami akan mengantarnya ke kamar," kata Ian. Pria berkulit sawo matang itu tampak kepayahan membopong Axton yang lebih tinggi darinya, sementara Delia sudah lebih dulu permisi menuju kamar Axton untuk meletakan barang-barang bawaan pria itu.
"Biar kubantu," tawar Anya. Gadis itu dengan sigap menghampiri sisi lain tubuh Axton. Namun, baru saja ia hendak menyentuh lengannya, Axton sudah menghardik keras.
"Jangan sentuh aku, Wanita brengsek!"
Mendapat hardikan dari Axton, Anya terkejut sekaligus malu. "Aku hanya ingin membantu," lirihnya.
Dalam kondisi setengah sadar Axton masih mampu menatap Anya dengan penuh kemarahan. "Enyah dari sini adalah bantuan yang aku inginkan!" Tangannya yang bebas bahkan berani menempeleng kepala Anya di depan Ian. Suasana benar-benar berubah menjadi canggung.
"Minggir!" Axton kembali menghardik.
Dengan langkah gemetar Anya bergegas memberi ruang pada mereka untuk lewat. Ian memasang tampang tak enak hati saat melihat Anya. Pria itu benar-benar tidak habis pikir pada Axton yang begitu membenci sang istri
Setelah membaringkan Axton di kamar, Delia dan Ian kembali ke bawah guna menemui Anya.
"Jangan diambil hati, kau tentu lebih tahu dia dari pada kami," kata Ian mencoba menabahkan hati Anya.
Anya mengangguk pelan.
"Kami pulang dulu ya, Mbak," pamit Delia kemudian.
"Sekali lagi terima kasih banyak. Hati-hati di jalan."
Selepas kepergian keduanya, Anya memberanikan diri menghampiri Axton di kamar. Ia sama sekali tidak peduli jika nanti Axton kembali marah padanya.
Gadis itu membuka pintu kamar Axton dan berjalan masuk tanpa suara. Begitu mendapati sang suami terbaring asal di atas tempat tidur, Anya bergegas membetulkan posisinya. Tidak lupa ia juga membantu melepas sepatu pria itu perlahan-lahan agar tidak terbangun.
Setelah selesai melepas sepatu, Anya lalu mengambil handuk kecil hangat untuk menghapus keringat yang membasahi wajah Axton.
Perlahan Anya membasuh kening hingga dagu dan leher Axton. Garis wajahnya yang telah dewasa membuat Axton tampak semakin tampan di mata Anya. Sejenak ia terpaku menatap wajah itu. Wajah yang tidak pernah luput sedetik pun dari ingatan Anya, meski mereka pernah bertahun-tahun tidak bertemu.
Seakan sedang terhipnotis oleh paras sang suami, Anya tanpa sadar mendekatkan diri hingga ujung hidung mereka bersentuhan.
"Shit!" Gumaman Axton menyadarkan Anya seketika. Gadis itu pun buru-buru menarik diri dan keluar dari sana.
"Apa yang baru saja kulakukan? Dasar Anya bodoh!" Makinya setelah berada di luar kamar Axton.
...*****...
Pukul setengah tujuh pagi Anya sudah mulai melakukan aktifitas rumah tangganya, seperti membersihkan rumah dan membuatkan sarapan. Axton turun satu jam kemudian. Pria itu sudah tampak rapi dengan setelan kasualnya. Namun, seperti biasa, seolah tidak ada siapa pun, ia berjalan melewati Anya menuju pintu keluar apartemen.
"Kak, sarapan dulu!" Anya bersuara. Namun, Axton sama sekali tidak menggubris perkataan gadis itu.
Anya terdiam sejenak dengan memasang wajah sedih. Sejak mereka menikah, Axton memang tidak pernah sudi memakan masakannya. Namun, kendati begitu, Anya tetap saja memasak makanan untuk pria itu meski tahu akan berakhir sia-sia.
Seolah ingat akan sesuatu, Anya bergegas mengikuti Axton.
"Oh iya, Kak, aku ingin minta izin keluar untuk interview. Kemarin aku dapat panggilan kerja, tempatnya hanya sepuluh menit dari sini."
Axton bergeming, ia terus berjalan sembari sibuk mengutak-atik ponselnya, seolah tidak mendengar perkataan Anya.
"Kak!" Anya kembali memanggil.
Saat Axton hendak mengambil sepatunya, Anya buru-buru mendahului dan memberikannya pada sang suami. "Aku tadi sudah membersihkan sepatu Kakak."
Mendengar itu, Axton refleks mengalihkan pandangan pada sepatu tersebut. "Kau apakan sepatuku?" tanyanya keras.
"A ... Aku ha ... hanya mengelap sepatu Kakak dengan kain basah, karena semalam sepatu Kakak kotor," jawab Anya dengan nada terbata.
Axton merampas sepatu miliknya dan langsung menampar pipi Anya menggunakan sepatu tersebut. "Dasar kampungan! Kalau tidak tahu cara membersihkan sepatu mahal, jangan dilakukan!"
Anya tentu saja terkejut mendapat perlakuan kasar Axton. "A ... Aku ...." Anya mencoba buka suara, tapi Axton memotong perkataannya.
"Berhenti melakukan hal-hal bodoh di luar perintahku! Itu malah membuatku semakin membencimu!"
Hatinya Anya nyeri bukan main. Meskipun Axton tidak pernah mencintainya, tetapi, bisakah pria itu bersikap lebih manusiawi?
Dengan nada takut-takut Anya bersuara. "Itu bukan hal bodoh. Sebagai seorang istri sudah sepatutnya aku berbuat demikian."
Axton mengangkat alisnya tinggi-tinggi lalu kemudian mencengkram kuat pipi gadis itu. "Jangan pernah mengatakan hal menjijikan seperti itu lagi, atau akan kuhabisi kau!" ancamnya.
Mata sebiru lautan itu menatap Anya penuh kebencian dan kemarahan. Namun, entah mengapa Anya malah dengan berani berujar, "apa salahnya? Aku memang istrimu, dan kau adalah suamiku."
Axton sontak tertawa terbahak-bahak. Pria itu segera melepas cengkraman tangannya pada pipi Anya dan menghempaskan gadis itu ke lantai.
"Apa perlu kuingatkan sekali lagi soal surat perjanjian kita?" tanya Axton dengan seringai sinis. Tanpa belas kasihan ia menjambak keras surai hitam Anya.
"Aargghh!" Anya meringis kesakitan.
Melihat air mata mulai bercucuran membasahi pipi Anya, Axton malah semakin emosi. Ia menghempaskan Anya, hingga kepala gadis itu membentur lemari sepatu dengan cukup keras.
Anya menangis tersedu-sedu sembari terus menatap kepergian Axton. Rasa sakit dan darah yang mengalir keluar dari pelipisnya bahkan tidak sebanding dengan kesakitan yang dirasakan hatinya saat ini.
Gadis itu memukul-mukul dadanya keras, berharap dapat menghilangkan rasa sakit yang sedang didera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Asni Ladimu
sakit bacanya..
2022-11-18
0
Aris Pujiono
sadis amat yak
2022-01-09
1
Pangeran Matahari
laki kurang asem no
2021-11-21
0